TS 3 : Kabar Duka

1451 Words
Bukan mimpi, ini benar adanya. Bahkan Riana tak ingin menerima kenyataan ini. Bagaimana mungkin menjelang hari pernikahannya, dia harus di hadapkan dengan sebuah kenyataan yang begitu menyakitkan. Hatinya hancur, Riana sangat hancur mengetahui kenyataan yang saat ini terjadi. Riana harus kehilangan Vino untuk selamanya.  Kenapa Tuhan memberikan cobaan seberat ini kepadanya?  Di saat dia yang harus hidup berdua bersama dengan adiknya, menjadi kuat untuk adiknya karena kedua orang tua mereka telah lebih dulu menghadap Sang Pencipta, kali ini kenapa dia juga harus hidup tanpa Vino yang mendampinginya. Riana baru saja sadar dari pingsannya, Maya –Ibunda Vino- menatap sang calon menantunya dengan tatapan sendu. Riana kembali menangis membuat Maya memeluk lagi tubuh rapuh gadis itu dengan begitu erat.  Maya ikut menangis, dia juga tak percaya dengan apa yang sudah terjadi, anaknya telah tiada bahkan sang suami sudah memastikan kabar tersebut benar adanya dan Vino memang menjadi salah satu korban kecelakaan pesawat tersebut.  Namanya ada di dalam deretan para korban. “Ibu, Mas Vino masih ada kan, dia enggak ninggalin Ana kan, Bu. Berita itu bohong kan, Bu kasih tau Ana kalau berita itu nggak bener, mereka salah Bu,” isak tangis masih tak terbendung, sesak yang dirasakan olehnya  membuat luka yang begitu dalam. “Sabar, Na. Nanti kita tunggu kabar dari Ayah,” ucap Maya.  Dia masih belum bisa untuk memberitahu Riana bahwa dia sudah tahu semua dari sang suami dan Vino memang tak bisa di selamatkan. “Aku mau ketemu sama Mas Vino Bu, aku mau lihat dia,” lirih Riana. Apa Tuhan sedang mempermainkannya?  Kenapa semua kesedihan selalu saja datang kepadanya seperti ini?  Apa Tuhan membencinya sampai semua orang yang dia sayangi meninggalkan dirinya satu per satu? Lantas sekarang apa yang harus dia lakukan?  Dia bisa kuat jika itu pertama kali, tetapi ke dua kali, bahkan saat ini Riana merasa hidupnya sudah tak berarti lagi. Maya terus memeluk tubuh Riana, mengatakan kalau dia akan terus ada di sampingnya. Sejujurnya dia juga ingin menangis tetapi Riana membutuhkan dirinya saat ini, gadis yang selama ini dikenal sangat ceria dan kuat, sekarang tampak rapuh karena kabar kecelakaan Vino. “Nanti ya, kita harus tunggu kabar dari Ayah dulu, kamu berdoa supaya Vino baik-baik aja,” ucap Maya kembali menenangkan Riana. Riana mengangguk, dalam hatinya dia terus berdoa jika Vino akan baik-baik saja. Meski setengah hatinya mengatakan kalau semua tak akan pernah baik-baik saja. ** Suara sirene mobil ambulans memasuki kediaman keluarga Helion, sudah banyak orang beramai-ramai datang ke rumah ini.  Satu jam lalu, Dewa –Ayah Vino- menghubungi sang istri dan mengatakan bahwa jenazah anak mereka sudah di temukan dan berada di rumah sakit,  dengan segala cara Dewa bisa membawa jenazah anaknya dengan waktu yang singkat.  Riana yang mendengar kabar tersebut kembali menangis histeris. Kenyataannya sudah di depan mata, Vino sang kekasih memang sudah meninggalkan dirinya. Saat ini para tetangga maupun kerabat dari keluarga Helion sudah tampak berdatangan, sejak tadi juga Riana berada di kamar Vino dan di temani oleh Gaisa,adiknya.  Ke dua matanya begitu sembab karena terlalu banyak mengeluarkan air mata, Riana masih tidak percaya dengan apa yang terjadi hari ini. Semuanya seolah begitu cepat terjadi.  Gaisa melihat bahwa Kakaknya begitu terpukul dengan kepergian calon kakak iparnya, tadi dia memang berada di rumah dan sempat melihat berita tentang kecelakaan pesawat tersebut, sampai nama-nama dari korban kecelakaan tersebut di umumkan di berita televisi, Gaisa juga ikut menangis dan tak menyangka hal ini akan terjadi. Sampai akhirnya supir dari keluarga Helion menjemputnya untuk pergi ke kediaman keluarga Helion dan saat sampai di sini, Gaisa melihat Kakaknya begitu rapuh.  Sama seperti satu tahun lalu, saat ke dua orang tua mereka meninggal dunia, bahkan lebih parah karena dulu Gaisa tahu Kakaknya begitu kuat di temani oleh Vino. Petugas dari rumah sakit membawa keranda ke dalam rumah, di sambut dengan isak tangis keluarga. Dewa juga ikut mengangkat keranda sang anak, dia sama-sama terpukul dengan apa yang menimpa keluarganya tetapi sebagai kepada keluarga dia juga harus kuat untuk istrinya. ** Seorang laki-laki baru saja menginjakkan kaki  di rumah ini, dia baru saja pulang dari luar kota dan mendapati kediamannya sudah ramai orang berkumpul.  Angga Helion.  Anak bungsu dari keluarga Helion ini  meletakkan tas ranselnya begitu saja dan berlari ke dalam rumah. Belum sempat masuk sampai dalam, Angga sudah terpaku melihat jenazah sang kakak berada di tengah-tengah ruangan, pun dengan Ibu yang tengah berada dalam pelukan Ayahnya. Angga melangkahkan begitu perlahan, rasanya semua seperti mimpi. Dia baru tahu berita tentang kecelakaan tersebut saat tadi berada dalam perjalanan pulang setelah dua hari ini mendaki dengan teman-temannya. Kegiatan yang memang di lakukan dia bersama dengan teman satu perkumpulan pencinta alam. Dia begitu terkejut dengan berita tersebut apalagi sudah cukup lama dia tak bertemu dengan Kakaknya, karena memang Angga memilih untuk tinggal di apartemen setelah lulus dari kuliahnya dulu dan memulai hidup mandiri. “Mas ...” Perlahan air matanya tumpah, Angga duduk di samping jenazah Vino. Jantungnya berdebar kencang, tangannya terasa sangat dingin.  Dia tak menyangka bahwa hari ini dia kehilangan sosok yang selalu dia banggakan, yang menjadi contohnya selama ini. Kakak yang begitu menyayangi dirinya dan selalu mendukung apa yang menjadi keinginannya. Terakhir kali mereka bertemu saat dua minggu yang lalu, di mana Vino mengatakan kepadanya akan menikah.  Dia tentu saja bahagia apalagi selama ini Vino selalu menceritakan perempuan yang akan menjadi calon kakak iparnya meski Angga sama sekali belum pernah bertemu dengan sang calon kakak ipar tetapi mendengar cerita Vino, Angga tahu bahwa Vino sangat mencintai kepribadian kekasihnya. Sekarang dia malah bertemu Vino dengan cara seperti ini. Dia memang bertatap muka dengan Vino tetapi kali ini dia tidak bisa berbagi cerita dengan Vino, tubuh kakaknya begitu kaku, tak ada lagi wajah ceria yang di tunjukkan oleh Vino, semua tergantikan dengan wajah pucat, dengan kain putih yang menutupi seluruh tubuhnya.  Angga benar-benar kehilangan sosok Vino. Angga beranjak, dia mendekati sang ibu yang sudah merentangkan kedua tangannya. Angga mendekap sang ibu dan tangis Maya pecah kembali dalam dekapan anak bungsunya. “Dua minggu lalu, Angga masih ketemu sama Mas Vino, Bu.” “Mas bilang kalau dia mau nikah, Mas bahagia banget. Tapi kenapa—“ suara Angga tercekat, dia tak bisa kembali melanjutkan perkataannya, semuanya begitu menyakitkan. Angga mengeratkan pelukan, mendekap sang ibu yang begitu erat. Duka yang mendalam di rasakan oleh keluarga Helion, kehilangan Vino begitu berat di rasakan oleh mereka bertiga. Tak lama, Riana datang bersama dengan Gaisa. Tadi saat pertama kali Riana melihat jenzah Vino tangisnya kembali pecah bahkan dia kembali pingsan sehingga dia di bawa ke kamar dan di temani oleh Gaisa.  Riana berjalan dengan menggenggam tangan sang adik begitu erat, mencoba untuk menahan air matanya yang sudah membuat ke dua matanya membengkak.  Riana tahu kalau Vino tak ingin melihat dia menangis, dia harus kuat meski kenyataan yang terjadi dia tidak bisa kembali melihat senyum Vino. Maya melepas pelukannya dengan Angga saat melihat Riana yang datang bersama dengan Gaisa dengan wajah yang tampak pucat, Maya beranjak dan mengajak Riana untuk duduk bersamanya.  Hal tersebut tak lepas dari ke dua mata Angga, melihat sosok perempuan cantik yang tampak dekat dengan sang ibu. Angga menduga perempuan itu adalah calon kakak iparnya. Riana duduk di dekat jenazah Vino, menggenggam erat tangan Maya yang duduk di sampingnya. “Mas, kata kamu aku harus tegar. Tapi sekarang, apa aku bisa tegar kalau kamu yang pergi selamanya?” Air matanya kembali menggenangi pelupuk mata Riana, Vino selalu mengatakan kepada Riana untuk kuat dan tegar, tetapi itu karena Vino ada di sampingnya.  Berbeda dengan sekarang karena yang pergi adalah Vino. Apakah dia sanggup dan bisa tegar? Tangannya hendak menyentuh wajah Vino tetapi Riana urungkan, dan sedetik kemudian dia kembali pingsan. Tak ada yang bisa kuat di saat orang yang di cintai pergi untuk selamanya. Angga dengan sigap membopong tubuh Riana yang pingsan dalam dekapan sang ibu, laki-laki itu membawa Riana ke kamar Vino. Diikuti oleh Gaisa yang juga ikut terisak  melihat Kakaknya begitu rapuh. Angga membaringkan Riana di atas tempat tidur, wajah perempuan ini begitu pucat dan Angga tahu ke dua matanya sudah begitu lelah karena terlalu banyak mengeluarkan air mata.  Desiran asing menyusup relung hatinya, saat melihat wajah manis milik Riana. Entah kenapa melihat dari dekat seperti ini membuat Angga ingin terus menjaga perempuan yang kini terbaring di atas tempat tidur.  Aneh, sebelumnya dia tidak pernah merasakan perasaan ini. “Makasih, Kak.” Suara Gaisa terdengar di telinga menyadarkan Angga akan pikirannya, laki-laki itu beranjak dari tepi tempat tidur memberikan tempat untuk Gaisa. “Sama-sama,” balasnya kemudian memilih untuk keluar dari kamar karena pemakaman sang kakak akan segera di langsungkan. Gaisa menggenggam tangan kakaknya, sudah berulang kali Riana pingsan karena begitu terpukul dengan kepergian Vino. Gaisa mengerti dengan apa yang di rasakan oleh sang kakak. “Aku tau kakak kuat, aku selalu ada buat kakak,” gumam Gaisa mengeratkan genggamannya.
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD