TS 2 : Menjelang Pernikahan

1464 Words
Persiapan pernikahan Riana dan Vino sudah masuk 80% seperti yang sebelumnya di katakan oleh Vino semua yang menjadi impian Riana akan Vino wujudkan termasuk dengan segala macam yang berkaitan dengan pernikahan mereka.  Tema putih yang menjadi warna dominan dipilih oleh Riana sebagai dekor pernikahannya bersama dengan Vino ditambah dengan bunga yang sengaja dia pilih juga untuk menjadi hiasannya.   Pernikahan impian Riana dan menikah dengan orang yang dia cinta dan mencintainya semua itu adalah kebahagiaan yang benar-benar berlipat ganda untuk Riana.  Enam tahun menjadi kekasih dari Ravino Helion dengan segala macam masalah yang menjadi pemanis antara hubungan mereka akhirnya Riana akan menjadi istri Vino, tak pernah disangka namun begitu membahagiakan. “Jadi minggu depan Mas rencananya mau ke Bali?” tanya Riana.  Kali ini mereka sedang menikmati makan siang di Kafe yang tak jauh dari toko bunga milik Riana. Vino yang mengajak Riana untuk makan bersama di sini. Kebetulan tadi dia juga sedang memantau restoran miliknya yang tidak jauh dari toko bunga milik Riana.  “Iya, mau cek aja buat persiapan restoran yang ada di sana. Kamu mau ikut?” “Maunya sih ikut, tapi minggu depan harus fitting lagi yang terakhir, Mas kan udah pas aku masih aja kekecilan. Emang aku gendutan ya Mas?” “Dikit, Sayang,” balas Vino membuat Riana mengerucutkan bibirnya. “Diet lagi deh, kalau masih gak muat itu gaun bisa berabe masa rombak lagi.” “Jangan maksain deh, diet kalau ujungnya kamu sakit mending gak usah. Lagian gak terlalu gendut pipi aja yang berisi dikit, Yang.”  “Bilang aja tembem pake memperhalus sama kata berisi.”  Riana cemberut mendengar perkataan kekasihnya. Tawa Vino semakin kencang melihat bagaimana ekspresi dari sang calon istri, begitu menggemaskan jika Riana sudah merajuk atau tampak kesal. “Ya udah sih Yang, mau gendut juga aku tetap sayang sama kamu. Nanti juga gendut kalau kamu hamil anak kita.” “Idih bahas anak, udah ngebet banget ya Mas,” ucap Riana. “Kamu tau sendiri, umur kita juga udah pas kalau punya anak jadi nanti gak usah nunda langsung tancap gas,” balas Vino dengan penuh semangat. “Dikira nyalain mobil pake tancap gas,” cibir Riana.  ** “Udah sampe mana persiapan pernikahan kamu sama Vino, Na?” tanya Helena -sahabatnya. "Sebagian udah selesai tinggal cek lagi aja,” balas Riana.  Mereka sedang merangkai bunga pesanan pelaanggannya, di bantu juga dengan dua pegawai lain. Riana memang sudah lama sekali membangun toko bunga ini, setelah menyelesaikan kuliahnya dari jurusan sastra, Riana malah tertarik dengan bunga karena sedari kecil dia begitu menyukai berbagai macam jenis bunga.  Memang tak sesuai dengan apa yang sudah dia pelajari selama empat tahun kuliah tetapi mau bagaimana lagi sukses tak harus sejalan dengan apa yang sudah di pelajari kan kalau ternyata menjadi pengusaha bunga dan malah membuat Riana sukses berarti itu memang jalannya yang telah di atur oleh Tuhan.  Asalkan nyaman begitu yang selama ini Riana pikirkan dalam sebuah pekerjaan daan Vino menjadi orang yang begitu mendukungnya setelah mendiang kedua orang tua Riana. Dulu Riana masuk ke dalam jurusan sastra karena memang pilihan orang tuanya, Riana tak pernah memiliki pendirian, dia bahkan tak pernah tahu apa yang dia inginkan saat itu sampai akhirnya mengiakan saja apa yang di katakan orang tuanya tetapi selama menjalani kuliah Riana malah termasuk ke dalam mahasiswa berprestasi semua karena Riana ingin membahagiakan kedua orang tuanya dan setelah selesai kuliah dan lulus dengan nilai yang memuaskan.  Riana kembali tak tahu apa yang dia inginkan setelah lulus sampai akhirnya dia mengikuti kelas merangkai bunga, yang akhirnya Riana menyadari apa yang selama ini menjadi passion dia dan memilih untuk membuka toko bunga dari hasil tabungannya selama ini sampai dia juga bertemu dengan Helena, gadis yatim piatu yang saat itu sedang mencari pekerjaan. Mereka bertemu tanpa sengaja saat itu Riana melihat Helena yang terlihat kebingungan di pinggir jalan saat dia baru saja turun dari taksi di dekat restoran milik Vino.  Akhirnya Riana menghampiri Helena dan bertanya kepada gadis tersebut, Helena menceritakan semuanya termasuk dirinya yang di usir dari twmpat kost karena sudah tidak bisa membayar sampai akhirnya Riana menawarkan pekerjaan yang dengan begitu semangat di terima oleh Helena. Setelah itu mereka malah kian dekat dan menjadi sahabat sampai sekarang. ** “Aku berangkat ya, jangan kangen,” ucap Vino.  Hari ini dia memang pergi ke Bali untuk persiapan restoran barunya di sana dan Riana tidak ikut karena harus kembali mengurus gaun pengantinya ditemani dengan Maya. “Mas kali yang sering kangen sama aku,” balas Riana. “Iya belum pergi aja aku udah kange. Kamu hati-hati ya kalau ada apa-apa kabarin aku. Jangan sungkan sama Ibu, bentar lagi resmi jadi keluarga juga kan.” “Iya Mas. Mas juga hati-hati di sana jangan kegodaa sama bule, awas aja kalau sampe kegodaa aku nggak mau ketemu sama kamu lagi.” “Ya ampun Sayang, nggak lah! Kamu lebih menggodaa dari bule, lagian aku sukanya yang Indo aja.” “Udah sana nanti ditinggalin pesawat, jangan lupa bawa bule buat aku.” “Heh! Tadi ngelarang suaminya deket bule ini malah minta bule, kalau lagi gak di depan umum habis kamu sama aku, Yang,” ucap Vino menarik Riana ke dalam pelukannya lagi. Riana tertawa dalam dekapan Vino, “Bercanda Mas, terus itu ya tolong inget masih calon. Kamu kebiasaan banget pake bilang suami-istri, nikah aja masih proses.” “Ya dibiasain gitu lho Yang, udah deh aku pergi dulu ya. Nanti aku kasih kabar kalau udah sampe, pokoknya jangan lupa selalu kabarin aku selama aku di sana. Semua persiapan aku juga udah minta Ibu buat temanin kamu jadi sama Ibu dulu ya.” “Iya Mas siap! Hati-hati,” ucap Riana.                                                Setelah Vino masuk ke dalam, Riana pun memilih untuk pulang dengan menggunakan taksi karena memang tadi Vino tak membolehkan dia untuk memakai mobil jadi pergi dan pulang dengan taksi.  Hari ini dia akan kembali ke toko lebih dulu karena memang tak ada yang harus di urus soal pernikahannya, mencoba gaun pun baru lusa dan Riana sudah menghubungi Ibu Vino agar menemaninya. ** “Iya kenapa Mas? Udah mau pulang?” tanya Riana mengangkat telepon dari Vino.  Setelah beberapa hari berada di Bali, hari ini Vino sudah akan pulang kembali dan mereka sama-sama saling merindukan meski setiap hari tetap berkomunikasi masih tetap saja jika tidak bertemu secara langsung rasanya begitu rindu. “Iya Yang, ini aku lagi siap-siap,” balas Vino dari seberang telepon. “Nyampe siang, sore atau malem?” tanya Riana “Borong waktu banget sih Sayang, kayanya sampe sore deh di sana. Jemput ya.” “Iya Mas.” “Kamu lagi di mana?” “Ini di rumah ibu, kemarin aku nginep tidur di kamar kamu.” “Lho kok nggak bilang, yah jadi makin kangen pengen tidur deh di samping kamu.” “Iya lupa Mas, padahal kemarin kita teleponan juga. Kamu sih gak nanya aku lagi di mana kemarin. Malah sekarang baru nanya,” ucap Riana. “Lupa juga, ya udah nanti aku kabarin lagi ya kalau udah sampe bandara. Jemput pake taksi aja ya Yang jangan bawa mobil sendiri, ngeri aku bayangin kamu nyupir sendiri.” “Padahal aku udah jago, kali-kali setirin kamu gitu Mas.” “Nggak ah, pokoknya pake taksi ya.” “Iya, kalau gitu kabarin nanti.” “Siap Sayang, udah dulu ya love you banyak-banyak.” “Lebay! Love you lebih banyak Mas,” balas Riana membuat keduanya tertawa. ** Riana mengernyit menatap layar handphonenya yang menampilkan deretan panggilan tak terjawab dari nomor yang sama.  Lima panggilan dari Helena, Riana memang baru selesai mandi karena rencananya dia akan menjemput Vino di bandara masih cukup lama tetapi dia akan bersiap lebih awal agar nanti tak terlambat apalagi di jalan pasti macet mengingat menjelang weekend.  Belum sempat Riana menelepon balik nomor Helena, sahabatnya itu sudah kembali menghubunginya dan dengan segera Riana pun mengangkat teleponnya. “Iya kenapa Len, tadi aku mandi jadi gak angkat telepon kamu,” ucap Riana. “Na, kamu udah lihat berita belum?” “Berita apa? Kok kamu kayanya panik gitu, Len." “Aku lihat berita kecelakaan pesawat penerbangan dari Bali QZ 7324, katanya ada masalah sama mesin pesawat. Banyak korban dan salah satunya Vino, Na,” ucap Helena membuat Riana mematung. Riana bergegas keluar dari kamar bahkan sebelum Riana menyalakan televisi dia sudah melihat Maya  menatapnya dengan mata yang berkaca-kaca.  Tidak, Riana tak ingin mempercayai semuanya dia ingin memastikannya sendiri sampai pembaca berita menyebutkan nama-nama korban yang meninggal dalam kecelakaan tersebut dan Riana mendengar dengan jelas nama Ravino Helion, kekasihnya yang hari ini seharusnya pulang dan bertemu dengannya.  Riana masih tak ingin percaya tetapi tubuhnya tak bisa lagi berdiri dengan tegak, handphone yang sedari tadi dia pegang jatuh dari genggamannya.  Dan Riana tahu dunianya tak lagi sama, Vino meninggalkan dirinya untuk selamanya bahkan di saat mereka sebentar lagi akan melangsungkan pernikahan.
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD