When you visit our website, if you give your consent, we will use cookies to allow us to collect data for aggregated statistics to improve our service and remember your choice for future visits. Cookie Policy & Privacy Policy
Dear Reader, we use the permissions associated with cookies to keep our website running smoothly and to provide you with personalized content that better meets your needs and ensure the best reading experience. At any time, you can change your permissions for the cookie settings below.
If you would like to learn more about our Cookie, you can click on Privacy Policy.
Fix, hari itu malamnya Asya tepar. Bobok lebih awal, lebih nyenyak, dan bangun lebih siang. Hitung-hitung balas dendam setelah malam kemarin diajak begadang, juga tak ada momen tidur siang. Asya capek, Lur! Pinggang oh pinggang ... turun sedikit hingga area terlarang, agak unceha gimana gitu rasanya. Asya tak berani menjelaskan. Singkat cerita, niat hati mau ngobrol sama orang tua perihal boyong ke kediaman suami, diundur hingga saat sarapan tiba. Yaitu detik ini. "Nanti Ibu ikut pas Asya pindahan, ya? Papa juga." Tampak senyum tercetak di wajah ibu. "Pasti, dong! Nanti Ibu ajak Pelita." "Oke. Tapi kalo Lita nggak diizinin sama suaminya, Ibu jangan maksa." Ibu mencibir saja. "Rencananya kapan, Nak?" tanya papa untuk Guntur di sebelah Asya. "Insya Allah lusa, Pa. Tadinya mau hari i