When you visit our website, if you give your consent, we will use cookies to allow us to collect data for aggregated statistics to improve our service and remember your choice for future visits. Cookie Policy & Privacy Policy
Dear Reader, we use the permissions associated with cookies to keep our website running smoothly and to provide you with personalized content that better meets your needs and ensure the best reading experience. At any time, you can change your permissions for the cookie settings below.
If you would like to learn more about our Cookie, you can click on Privacy Policy.
"Cerai?" Iya, cerai. Satu kata yang Guntur dengar, dan satu kata yang Asya bawa dalam kalimatnya. Begitu yakin, Asya mengangguk. "Sya--" "Mas bau. Tolong mandi dulu," sergah Asya, sengaja bilang begitu ketika langkah Guntur kembali mendekatinya. Asya bahkan sampai menjapit hidung dengan ibu jari beserta telunjuknya. Namun, bagaimana bisa Guntur mandi, sedang di sini, tadi, baru saja dia mendengar sebuah kata dalam bahasan yang rasanya tak bisa ditunda. "Mas nggak mau cerai." Asya kira nggak mau mandi. Yang dia tatap sosok Guntur dari sini, lalu Asya melengos. Dia pun memilih abai. Fokus pada ponsel. Sungguh, melihat Guntur rasanya Asya muak, lelaki itu sudah melampaui batas toleransinya dalam sebuah hubungan. Dan di sini, sebisa mungkin Asya mengendalikan emosi. Yang mati-matian di