Sebuah kota kecil di Brazil, Tridande, pukul 01.15 dini hari
“Semua anggota tim bersiap! Target sudah terlihat,” perintah suara dibalik alat komunikasi yang terpasang di telinga mereka.
“Yes sir!” tiga orang agen Interpol Inggris, bersiap dengan senjata di tangan. Mata mereka memindai sekeliling. Malam yang dingin tidak menyurutkan mereka untuk menangkap salah satu gembong narkoba kelas kakap yang telah lama mereka incar. Operasi yang bersifat rahasia ini, tidak membutuhkan banyak orang. Agen S, T dan K adalah orang yang sangat terlatih dan juga paling handal di satuan tugas mereka.
“Agen K, lihat arah jam tiga,” ucap Agen S, menyadari bahwa sudah ada pergerakan dari target yang diintai.
“Iya saya melihat itu,” jawab Agen K.
“Iya saya juga,” jawab Agen T.
Robert Bailey, gembong narkoba sekaligus mafia kelas kakap, berangkat ke Brazil untuk menyelundupkan narkoba dan diedarkan ke Inggris bahkan ke seluruh penjuru dunia. Identitasnya sudah diketahui bahkan menjadi buronan setiap negara. Walaupun begitu, dia begitu lihai kabur saat akan ditangkap.
Agen Interpol Inggris bahkan harus mengejarnya hingga ke Brazil. Tetapi, operasi penangkapan ini bersifat rahasia, dikarenakan Negara Inggris dan Negara Brazil tidak melakukan perjanjian MLA (Mutual Legal Assistance) atau bantuan timbal balik dalam masalah pidana. Sedangkan MLA memungkinkan Aparat Penegak Hukum (APH) antar-negara bekerja sama dalam rangka permintaan bantuan berkenaan dengan kejahatan lintas negara.
Hal inilah yang membuat Robert Bailey, sangat gampang meloloskan diri jika berada di luar wilayah kewenangan Inggris. Dia yang sering berpindah ke negara mana saja semakin membuatnya lebih leluasa untuk menjalankan bisnis haramnya itu.
“Boss, apa kita bergerak sekarang?” tanya Agen T.
“Lihat situasi,” balas atasan mereka.
Anak buah Robert telah memasukkan beberapa barang yang diduga narkoba ke dalam bagasi mobil. Entah mengapa Robert hanya membawa dua anak buah untuk menjaganya, berbeda dengan kebiasaannya yang sering dikelilingi oleh banyak anak buah dengan memakai senjata lengkap. Hal inilah yang menjadi salah satu keuntungan dari agen Interpol untuk menangkapnya, kali ini.
Robert terlihat menyerahkan koper yang mungkin berisi uang untuk pembelian narkoba kepada salah satu pemasok narkoba terbesar asal Brazil yang bernama Marco de Santos, mereka bersalaman, berbincang-bincang hingga sesekali tertawa. Terlihat mereka sangat senang dan puas dengan kerja sama mereka.
“Boss, mereka telah selesai bertransaksi. Apa kita bergerak sekarang? Mereka tampak lengah, apa yang harus kami lakukan?” tanya Agen S kepada atasannya.
Dor!
Sebuah tembakan dilepaskan, ke arah Robert dan pria yang bertransaksi dengannya. Naas, tembakan itu hanya terdengar menggelegar tetapi tidak mengenai Robert ataupun anak buahnya.
“Siapa suruh kamu menembak!?” tatap kesal Agen S ke arah Agen K yang menembak target tanpa arahan dari atasan mereka.
“Mereka sudah lengah!” balasnya tidak mau kalah.
“Iya tapi kamu lupa pakai peredam suara, kamu mengacaukan semuanya!” perdebatan Agen S dan K ini membuat mereka tidak menyadari bahwa Robert telah masuk ke dalam mobil bersiap untuk kabur.
“Hei! Hentikan perdebatan kalian, target sudah pergi,” Agen T mengingatkan. Mereka keluar dari persembunyian, dan hendak menyusul Robert dan anak buahnya.
“s**t!!!” umpat ketiganya, saat kepolisian Brazil sudah tiba di lokasi. Mereka harus kembali bersembunyi, agar penyamaran mereka tidak terbongkar.
“Boss, kita gagal,” lapor Agen T.
“Kembali ke markas segera!”
“Yes sir!”
***
Di Markas rahasia Interpol, Tridande, Brazil
“Ada yang bisa jelaskan apa yang terjadi tadi,” suara berat dan penuh ketegasan menyapa ketiga agen yang tadi gagal menjalankan misi. Boss M, inisial dari atasan ketiganya. Seorang pria paruh baya dengan beberapa uban di helai rambutnya. Wajahnya dipenuh jambang tipis. Pakaiannya terlihat sederhana, tetapi ketiga agen itu terlihat sangat hormat. Boss M, adalah jenderal bintang tiga. Dia adalah pemimpin agen internasional Inggris, khususnya dalam pemberantasan peredaran narkoba.
Kelompok khusus ini berada langsung di bawah kewenangan perdana menteri Inggris, memiliki banyak agen rahasia yang terbesar di seluruh penjuru dunia. Mereka tidak saling mengenal, demi misi penyamaran. Terlebih lagi, semua agen menggunakan nama samaran agar tidak tercium oleh masyarakat umum. Saat mereka bergabung, barulah mereka saling mengetahui wajah satu sama lain.
Berbeda dengan agen S, T dan K, ketiganya sejak awal dibentuk sebagai tim khusus yang tidak terpisahkan sejak dua tahun lalu, sehingga mereka sudah saling mengenal karakter masing-masing.
“Yes sir! Kami salah, sir!” ucap ketiganya bersamaan.
“Siapa yang berinisiatif menembak?” tanya Boss M.
“Agen K, Sir!” lapor Agen S dan T.
“Maaf saya salah Sir!” ucap Agen K dengan wajah tertunduk menyesal.
“Saya tidak menyangka kalian bisa seceroboh ini. Kalian adalah orang-orang terpilih, pasukan khusus yang ditugaskan untuk menjalankan misi rahasia juga berbahaya,”
“Kalian tahu bagaimana sulitnya saya menjelaskan kepada atasan dan juga pihak berwenang Brazil atas kekacauan yang kalian buat tadi!” langkah kakinya yang berjalan mondar mandir dalam ruangan yang kosong, terdengar menggema menambah aura ketegasan.
“Sekarang kalian kembali ke markas pusat, hilangkan jejak. Tunggu perintah selanjutnya,” ucapnya lagi.
“Yes sir!!!”
Setelah kepergian Boss M, ketiganya kembali duduk dan menyadari kesalahan mereka.
“Ini karena kamu,” ketus Agen S.
“Apa maksudmu?” balas Agen K tidak terima.
“Iya kamu bergerak sendiri tanpa diperintahkan, padahal kita sudah hampir menangkap Robert tadi,”
“Hei dasar perempuan, banyak bicara!” ucapan ketus ini memantik amarah Agen S.
“Apa kamu bilang?” Agen S menarik kerah baju Agen K, namun dia hanya menatap remeh. “Jangan bawa persoalan gender di sini, sejak dulu kamu memang bermasalah denganku, apa kamu merasa tersaingi karena aku perempuan?” lanjutnya lagi.
“Hei bisakah kalian akur setidaknya hingga misi kita ini selesai,” lerai Agen T, yang bosan melihat pertengkaran kecil kedua rekannya. Setidaknya Agen T paling senior diantara keduanya sehingga ucapannya membuat keduanya bisa menurunkan egonya masing-masing.
Entah mengapa sejak disatukan dalam tim dua tahun lalu, Agen K kelihatan tidak senang dengan kehadiran Agen S. Tetapi atas perintah atasan, mau tidak mau dia harus menjalankan tugas bersama dengan Agen S.
***
Seminggu setelah pengintaian di Brazil
Ketiga agen telah berkumpul di ruangan, tidak ada yang tahu apakah perintah yang akan mereka terima hari itu.
“Selamat siang!” sapa boss M, yang baru saja masuk ke dalam ruangan.
“Yes sir!!!” ketiganya bangkit dan berpose hormat kepada pimpinan mereka.
“Hari ini saya membawa kabar baik untuk kalian. Ini” ucap Boss M. Ketiganya, diberikan sebuah map berisi data seseorang tetap bukan Robert Bailey. Setelah itu layar menunjukkan beberapa foto seorang pria muda, yang dikelilingi oleh banyak bodyguard. Tampilan pria metropolitan, dengan gaya hidup mewah dan berfoya-foya.
“Sekilas, kalian mungkin sudah melihat profile pria itu di map,” ketiganya mengangguk.
“Dia adalah Kevin Bailey. Anak angkat Robert Bailey. Mulai saat ini kita akan merubah target kita, dimulai dari Kevin Bailey. Kita harus menangkapnya agar bisa memancing Robert Bailey keluar dari tempat persembunyiannya,” ucap Boss M.
“Kevin Bailey, ternyata orang Indonesia asli. Entah alasan apa Robert mengambilnya sebagai anak angkat, ini yang masih belum terungkap”
“Karena itu, saya akan menugaskan Agen S untuk menangkap Kevin. Alasannya karena Agen S, ternyata memiliki darah asli Indonesia, setidaknya dia sudah paham mengenai kultur dan budaya orang di sana. Sedangkan untuk Agen T dan K, kalian tetap mencari tahu keberadaan Robert, hingga Agen S membutuhkan bantuan kalian. Paham!”
“Yes sir!!!” seru ketiganya.
Sepeninggal atasannya, Agen S terlihat merenung mendengar perintah penugasannya. Selama ini dia sengaja ke luar negeri dan menjadi agen rahasia semata-mata untuk menghindar dari keluarganya. Bukan tanpa alasan, dia sangat mencintai ibu dan abangnya, tetapi sejak dirinya memutuskan untuk menjadi agen rahasia, dia harus menyembunyikan identitas keluarganya demi keamanan dan keselamatan mereka.
Indonesia, hmm…, batin Agen S.