Adrian merasa bahwa waktu terlalu cepat berganti. Padahal dia menghabiskan waktu seminggu di Kota London tetapi nyatanya itu tidak cukup. Bersama Sheila membuatnya lupa waktu bahwa dia hanya mengajukan cuti seminggu saja. Namun, saat mengingat wajah Gea yang akan memarahinya habis-habisan, niatnya untuk tinggal segera diurungkannya.
"Aku berangkat ya sayang," pamit Adrian tetapi masih menggenggam tangan Sheila.
"Iya. Selamat sampai tujuan. Salam sama Mama dan Om Abimanyu," balas Sheila tersenyum.
Adrian sontak menarik Sheila ke dalam pelukannya.
"Aku bakalan kangen kamu," ucap Adrian sembari mengelus-elus punggung Sheila.
"Sama aku juga."
Adrian kemudian melepaskan pelukannya, "Kalau gitu ikut aku kembali ke Indonesia," pinta Adrian.
"Gak semudah itu. Aku punya pekerjaan di sini," tolak Sheila.
Adrian menghembuskan napas panjang ditambah raut wajah kecewa.
"Kalau kamu keberatan dengan LDR gak masalah. Kita boleh berhenti di sini."
"Enak aja. Siapa yang keberatan. Aku pasti sanggup," bantah Adrian.
"Kalau gitu jangan cemberut dong. Setelah aku beresin semuanya. Aku akan kembali ke Indonesia," yakinkan Sheila.
"Aku akan menunggumu."
"Iya."
Adrian kemudian melirik arlojinya, sudah saatnya dia naik ke pesawat.
"I'm gonna miss you," Adrian mencium kening Sheila, dalam dan penuh perasaan.
"Me too."
Adrian dan Sheila kemudian saling melambaikan tangan, hingga Adrian perlahan-lahan menghilang.
Rasa sesak seketika menyeruak di d**a Sheila saat Adrian sudah tidak adalagi di hadapannya. Dia hanya mencoba tegar saat Adrian harus kembali ke Indonesia. Dia juga terbiasa dengan kehadiran Adrian yang selama seminggu ini mengisi hari-harinya. Namun, kehidupan harus terus berjalan.
Ponsel Sheila berbunyi di dalam tasnya segera saja dia merogohnya. Ternyata sebuah pesan dari 'My Superman' nama yang disematkan Sheila di kontak ponselnya untuk Adrian. Menurutnya itu adalah panggilan yang sangat cocok untuk Adrian karena dia menjadi pria yang berani mengorbankan nyawanya untuk menolongnya.
"Aku udah di pesawat sayang," tulis Adrian di pesan disertai gambar.
"Iya, safe flight babes," balas Sheila.
"Astaga, aku turun dari pesawat sekarang!" balas Adrian.
Sheila mengernyitkan alisnya, "Emang kenapa?"
"Soalnya kamu udah punya panggilan kesayangan buatku, aku kan jadi gemes," balas Adrian dengan tambahan emoticon love.
Sheila menggeleng geli. Adrian selalu saja ada celah untuk menggombalnya.
"Kamu ya. Udah jangan ngomong aneh-aneh. Kabarin kalau udah sampai."
"Iya sayang."
Sheila segera menaruh ponselnya kembali dan menuju mobilnya yang terparkir.
***
Sheila telah menemui atasannya untuk menyampaikan niatnya kembali ke Indonesia dan menjalankan misi yang sempat tertunda.
Atasannya tentu saja menyetujui keputusan Sheila karena memang sejak awal tugas ini telah dibebankan kepadanya. Dia yang sangat paham akan kultur orang Indonesia pasti akan lebih mudah berbaur. Buktinya Agen K yang diperintahkan untuk mengambil alih tugas Sheila tidak mendapatkan informasi apa-apa dan hanya berjalan di tempat.
Selain misi menangkap Robert Bailey, Sheila juga merasakan kerinduan kepada Adrian-kekasihnya. Adrian yang tak melewatkan satu hari pun untuk menghubunginya, sekadar bertanya kabar atau Sheila harus menemani Adrian yang bekerja membuat rasa rindunya semakin membuncah.
Hari ini Sheila akan bertolak ke Indonesia. Dia sengaja tidak memberitahukan kabar ini kepada Adrian karena ingin memberikannya kejutan.
Tiba dini hari di Indonesia, Sheila menuju apartemennya yang kini dihuni Agen K. Untung saja Agen K menjadi pria pembersih. Keadaan apartemen tampak sama saat dia pergi.
"Mau ke mana?" tanya Agen K yang menikmati sarapan. Sheila baru saja keluar dari kamarnya dan telah selesai berdandan.
"Menemui kekasihku," jawab tanpa malu-malu lagi.
"Ini kemajuan Agen S. Kamu akhirnya mempunyai kekasih. Pantas saja wajah kamu tampak berseri-seri," ucap Agen K.
"Ya begitulah kira-kira," balas Sheila dan berjalan ke pintu keluar.
Pagi ini Sheila akan mendatangi kantor Adrian. Kantor yang selalu terlihat di layar ponselnya saat Adrian melakukan panggilan video. Sheila tidak sabar melihat ekspresi Adrian saat dia tiba-tiba datang ke sana.
"Selamat pagi apakah saya bisa bertemu Bapak Adrian?" tanya Sheila kepada resepsionis.
"Oh silakan naik ke lantai 6 Mba. Nanti di sana, anda akan bertemu sekertarisnya, silakan tanya apakah bapak Adrian bisa ditemui apa tidak," jelaskan resepsionis.
"Baik. Terima kasih."
"Sama-sama."
Sheila kemudian memasuki lift dan memencet tombol 6 menuju lantai tempat di mana ruangan Adrian berada.
Sesampainya di lantai 6, Sheila berjalan kembali menuju meja sekretaris Adrian.
"Selamat pagi, apakah saya bisa menemui Bapak Adrian?" tanya Sheila.
Gea menatap ramah Sheila, mencuri pandang sesekali untuk melihat penampilan Sheila. Jika Gea tidak salah tebak, mungkinkah wanita ini yang selalu diajak berkomunikasi di telepon dengan Adrian setiap harinya.
"Apakah anda sudah membuat janji lebih dulu?" tanya balik Gea.
"Belum."
"Apakah anda yang sering berbicara dengan bos saya di telepon?" tanya Gea lagi.
"Sepertinya begitu," jawab Sheila tersenyum sembari mengangguk.
"Kalau begitu anda bisa masuk tanpa perlu membuat janji. Jika saya menahan anda, bos saya bisa ngamuk-ngamuk ke saya," ucap Gea panjang lebar.
"Adrian suka marah-marah?" tanya Sheila heran.
"Gak sering sih tapi tiap hari," jawab Gea berkelakar.
Keduanya kini tertawa terbahak-bahak.
"Kalau gitu saya langsung masuk aja ya?" tanya Sheila memastikan.
"Iya Mba. Silakan."
Sheila kemudian mengetuk pintu dengan sebuah plang bertuliskan Direktur Utama.
"Masuk!" suara teriakan Adrian terdengar, kini jantung Sheila yang berdebar kencang.
"Gea, tumben banget kamu pake ngetok pintu segala. Oh iya hanya ini berkasnya. Biasanya kamu ngasih kerjaan lebih banyak dari ini tapi baguslah aku bisa bebas menelpon kekasihku. Makasih telah berbaik hati pagi ini," Adrian terus berbicara tanpa tahu siapa yang kini berdiri di depan mejanya. Dia yang sibuk menatap berkasnya terus saja menundukkan wajahnya.
"Ehem," dehem Sheila agar Adrian mengangkat wajahnya.
"Sa-sayang," Adrian membelalakkan matanya tak percaya. Segera dia berdiri dari kursinya dan berjalan cepat ke arah Sheila.
"Ini beneran kamu?" tanya Adrian dan memperbaiki tatanan rambut Sheila.
"Entahlah, mungkin hanya mimpi," jawab Sheila mengangkat kedua bahunya.
"Adriaaan!" teriak Sheila karena kini Adrian menggendongnya dan mengangkatnya tinggi-tinggi. Setelah itu mengajaknya berputar-putar.
"Aku seneng banget. Kejutan yang sangat indah," ucap Adrian setelah Sheila kembali bisa menjejakkan kakinya di lantai.
Kini Adrian menyatukan keningnya dengan kening Sheila kemudian menutup mata. Perlahan-lahan punggung tangan Adrian mengelus pipi Sheila.
"Hmpph!" sebuah ciuman kini diberikan Adrian untuk Sheila. Keduanya saling melumat, menghisap, sedikit menggebu-gebu terdengar dari deru napas mereka.
Adrian mengarahkan Sheila agar duduk di sofa tanpa melepaskan ciuman mereka. Di sofa kembali keduanya berciuman untuk melepaskan kerinduan diantara mereka.
Keduanya terengah-engah karena ciuman mereka, mengambil napas sejenak kemudian kembali berciuman.
"Maaf pak ini minuman untuk tam-" Gea berdiri salah tingkah sembari memegang cangkir teh untuk disajikan kepada Sheila.
Sheila yang terkejut dan malu segera mendorong tubuh Adrian.
"Inilah kenapa saya selalu bilang untuk mengetuk pintu Gea," ucap Adrian kesal.
"M-maaf pak. Saya gak tahu bapak akan bercium-" lagi-lagi Gea tidak melanjutkan ucapannya karena kini mendapatkan pelototan mata dari Adrian.
"Aduh maaf pak. Saya salah ucap," Gea memukul mulutnya sendiri yang terlalu sering keceplosan.
"Kalau gitu saya permisi pak," ijin Gea.
"Maaf ya Mba, silakan dilanjutkan," ucap Gea ke Sheila tanpa maksud mengejek tetapi Sheila terlanjur malu dan salah tingkah.
"Kamu sih!" Sheila memukul pelan d**a Adrian, kesal dan malu.
"Santai aja. Gea pasti paham kalau orang saling rindu pasti seperti itu. Dia dan suaminya pasti begitu juga."
"Oh Mba Gea udah nikah?"
"Iya udah, udah punya anak juga. Jangan sampai kamu mikir aneh-aneh kalau aku ada affair dengan sekretarisku ya. Gea tuh bukan seperti sekertaris tetapi ibu tiri, bawel dan juga kejam," ungkap Adrian.
"Kamu ngarang ih."
"Ya udah. Diminum sayang. Kamu pasti lelah kan setelah melakukan perjalanan panjang."
"Iya."
Sheila kemudian meneguk teh buatan Gea, Adrian terus menatapnya tanpa berusaha berkedip.
"Kamu kenapa?" tanya Sheila yang risih sembari menaruh cangkir tehnya.
"Kamu cantik banget hari ini. Kamu dandan ya?" tebak Adrian. Make up Sheila hanya sederhana, tidak tebal dan menor tetapi membuat wajahnya tampak bersinar.
"Ng-nggak!" bantah Sheila.
Adrian mengangguk, "Oh berarti kamu emang cantik alami," gombal Adrian.
"Terus aja gombal aku seperti itu," ucap Sheila dengan wajah memerah.
Tidak lama terdengar ponsel Adrian berbunyi.
"Bentar ya!" ucap Adrian dan kembali ke mejanya.
"Iya."
"Halo iya Ma," sebuah panggilan dari Selma. Adrian juga berkata tanpa suara ke Sheila bahwa Selma yang menghubunginya.
"Ah yang bener Ma? Terus Papa dirawat di mana?" tanya Adrian dengan wajah panik.
"Oh iya Adrian segera ke sana."
"Kenapa?" tanya Sheila setelah Adrian menutup panggilannya.
"Papa jatuh pingsan di kamar mandi dan sekarang di rumah sakit."
"Astaga. Kalau gitu kita ke sana sekarang," usul Sheila.
"Iya ayo," Adrian mengulurkan tangannya kepada Sheila. Keduanya kini berjalan tergesa-gesa menuju rumah sakit.