BAB 5

1233 Words
        Perpaduan hamparan padang savana yang membentang hijau, birunya Samudera Hindia yang tak terbatas, serta tebing karang yang berlapis-lapis berwarna keemasan membuat yang datang seolah-olah sedang berada di benua lain! Hal itu yang kini tengah di rasakan Vanya. Dava benar ia tidak menyesal datang kesini dan ia sangat menyukai tempat yang baru pertama kali dikunjunginya ini.         Walaupun untuk menuju ke sini Vanya harus melalui ladang jagung dan bebatuan terjal. Namun semua usaha tersebut langsung terbayar lunas begitu melihat kemegahan alam yang ada di baliknya. Bukan hanya itu saja tetapi untuk menuju ke sini saja ia harus menggunakan sepeda motor karena sulit dicapai, tempat ini masih belum banyak dikunjungi oleh wisatawan, sehingga kondisinya masih tergolong perawan.         Vanya benar-benar menikmatinya bahkan sampai berdiri di atas tebing dan ia berteriak di sana melepaskan beban yang di bawanya. Ia merasakan bahwa hidupnya kembali berwarna sudah lama rasanya ia tidak merasakan seperti ini, maka kali ini ia tidak menyianyiakan waktu yanga da. “Kamu senang?” Dava dari tadi memeprhatikan bagaimana tawa lepas Vanya dan kebahagiaan yang terus terpancar dari wajah indah milik Vanya dan entah mengapa Dava sangat menginginkan wanita itu terus tersenyum seperti itu. “Sangat senang, makasih ya.” Vanya memeluk Dava dengan erat sakin senangnya dan pria itu mencium kepala puncak Vanya dengan sayang. “Foto yuk, sini entar kamu aku fotoin juga.”         Vanya langsung memberikan Handphone miliknya pada Dava untuk di foto, Vanya yang merupakan seorang model tanpa di pandu dia tahu harus berpose seperti apa. Maka ia berpose dengan banyak gaya dan Dava siap mengambil banyak gambarnya. Dava melihat Vanya benar-benar lepas kali ini.         Tidak ketinggalan mereka juga berfoto bersama, saat ada orang lain di sana mereka meminta tolong untuk di fotokan selebihnya mereka juga melakukan selfie dengan beberapa gaya. Salah satunya adalah ketiga Dava mencuri untuk mencium Vanya dan membuat Vanya sangat terkejut, tetapi setelah itu Vanya terbiasa dengan Dava yang menciumnya. Vanya benar-benar merasa bahagia tanpa ia bisa ungkapkan bagaimana rasanya.         Pada hari yang ketiga mereka harus pindah ke hotel yang lain karena Dava ingin berselancar, untuk mendapat selancar yang enak maka mereka harus pindah ke hotel lain.         Gili Air terkenal karena letaknya yang terpencil sehingga belum banyak dieskplorasi oleh para peselancar. Oleh karena itu, bisa mendapatkan ketenangan berselancar saking sedikitnya wisatawan yang ke sini.         Tipe ombak di Gili Air adalah reef break. Pantainya yang bernama Are Guling merupakan tempat yang cocok untuk berjemur atau berfoto bagi yang tidak menyukai surfing. Tidak banyak turis yang akan di temui di sini, jadi itu sebuah nilai plus tempat ini. Karena Vanya sangat tidak suka keramaian sehingga ia setuju ketika Dava untuk mengajaknya kesini. Darimana Vanya tahu so pasti ia langsung melihat di internet tempat yang mereka tuju dan ia benar-benar menyukainya.         Selain surfing, di Gili Air juga bisa diving atau snorkeling. Ada juga Pasar Malam Gili Air, tempat menikmati masakan khas Indonesia dan musik. Ada juga berbagai jajanan dan bakmi. Sehingga malam nanti Vanya akan mengajak Dava untuk menikmati suasana malam di Gili Air ini ia tidak akan menyianyiakan kesempatan yang ada.         Vanya yang tidak suka dengan berselancar, maka ia memilih untuk duduk santai di tempat yang di sediakan sambil melihat betapa lihainya Dava berselancar, ia sangat suka melihat Dava yang kini tengah bertelanjang d**a itu. Dava bisa membuat Vanya bahagia saat ini sehingga ia enggan untuk mengakhirinya.         Handphone Vanya berbunyi dan ia melihat Adityalah yang menelvonnya, wajahnya seketika berubah ketika Aditya menelvonnya. “Hallo sayang.” Sapa Adit dari sebrang telvon. “Iya kenapa Dit?” “Kamu lagi di Lombok ya? Asisten kamu bilang kalau kamu sendiri.” “Iya aku lagi disini, lagi pengen me-time.” Vanya minum air kelapa muda yang berada di sampingnya. “Seharusnya kamu sama aku, kita udah lama ga pernah liburan bareng.” “Kayak iya kamu bisa aja. Punya waktu sama aku aja kamu belum tentu ada apalagi mau liburan.” Vanya membalas Aditya dengan sangat jutek. “Jangan ngambek gitu dong sayang, nanti deh ya aku coba atur.” “Hmmmm” Vanya melihat Dava tersenyum padanya dan Vanya melambaikan tangannya pada Dava. Pria itu berjalan untuk menghampirinya. “Kamu benar-benar sendiri?” Tanya Aditya lagi untuk memastikan. “Iya aku lagi kepengen me-time udah lama ga pernah gini.” “Kapan kamu pulang?” “Lusa.” Dava sudah semakin mendekat dan Vanya menyambutnya dengan senyuman. “Yaudah nanti kabarin aja biar aku jemput dibandara.” “Gausah aku bisa sendiri. Udah dulu ya. Bye” Dava mencium kening Vanya dengan lembut dengan itu Vanya juga mematikan telvonnya sepihak dengan Adit dan mematikan handphonenya. Ia tidak mau diganggu oleh telvon-telvon lainnya. “Ini kamu minum dulu, sekalian handuk kamu.” Vanya memberikan handuk dan minuman pada Dava dan pria itu menerimanya. “Dav nanti malam kita makan disini aja yuk sambil ditemani music gitu aku mau coba masakan Indonesia disini katanya enak.” “Besok malam aja. Kan besok malam terakhir kita disini, malam ini aku mau ngajak kamu ketempat lain.” “Yaudah kalau gitu, besok temani aku belanja ya buat oleh-oleh.” “Oke Sweetheart”         Mulai dari kemarin entah mengapa Dava memanggil Vanya dengan sebutan itu, awalnya Vanya merasa aneh karena tidak pernah dirinya mendapat panggilan sayang seperti itu. Aditya saja memanggilnya hanya sayang tidak ada yang lain, bahkan Vanya dulu menganggap itu terlalu lebay. Tetapi entah mengapa ketika seorang Madava Bagaswara memanggilnya sweetheart sangat manis menurutnya. Banyak hal yang akhirnya tanpa Vanya sadari ia sukai karena Davalah yang memberikannya padanya.         Hari terakhir sesuai dengan kesepakatan mereka, bahwa hari ini Dava menemani Vanya kemanapun untuk berbelanja. Bahkan Dava juga membelikan beberapa hal untuk Vanya, wanita itu sudah menolak tetapi Dava memaksa Vanya untuk menerimanya.         Bahkan Dava juga membelikan beberapa untuk orangtua Vanya, walaupun Dava tidak tahu bagaimana orangtua Vanya tetapi tetap saja ia memaksa Vanya untuk memilih untuk kedua orangtuanya. Dava juga meminta saran Vanya apa yang akan diberikannya kepada orangtuanya, maka Vanya juga membantu Dava.         Sampai sore mereka berkeliling untuk mencari oleh-oleh yang akan mereka bawa ke Jakarta. Tetapi mereka tidak sadar bahwa tak ada satupun yang mereka bawa untuk pasangan mereka masing-masing, mereka terlalu sibuk untuk mereka sendiri dan keluarga masing-masing.         Pada malam harinya sesuai dengan janji Dava, mereka akan malam di Gili Air untuk malam terakhir mereka. Besok siang mereka harus meninggalkan kota Lombok yang penuh dengan kenangan ini bagi mereka berdua. Enggan rasanya liburan singkat mereka ini harus berakhir tetapi mereka tidak bisa memaksakan kehendak. “Makasih udah nemenin aku disini dan ajak aku ketempat yang belum pernah aku kunjungi. Aku sangat suka.” Vanya mengucapkannya tulus pada Dava. “Apapun yang buat kamu bahagia aku akan lakuin sweetheart.” Dava menggenggam tangan Vanya. “Terimakasih.” Vanya tersenyum bahagia begitu juga dengan Dava.         Handphone Dava berbunyi dan ia melepaskan tangan Vanya dan wanita itu seperti merasakan kehilangan. Dava melihat bahwa yang menelvon dirinya adalah Shania, Dava langsung menolak panggilan itu, setelah itu ia mematikan handphonenya. Ia sedang tidak ingin diganggu pikirnya, karena ia yakin bahwa Shania akan terus menelvonnya. “Kenapa ga diangkat?” “Ga penting, lebih penting kamu sweetheart.” Entah mengapa mendengar gombalan receh Dava mampu membuat jantung Vanya tidak normal. “Sweetheart sini deh.”         Dava meminta Vanya untuk duduk di depannya. Mereka duduk di atas pasir yang dilapisi kain untuk menjadi alas mereka. Vanya berada di depan Dava dan pria itu memeluk Vanya dari belakang dan membiarkan Vanya bersandar padanya. Ia meletakkan kepalanya di atas bahu terbuka Vanya.         Karena saat ini Vanya menggunakan dress yang bertali satu sehingga bahunya putih miliknya terekspos, Dava mencium bahu itu dengan lembut dan sayang. “Banyak bintang aku suka.” Vanya memandang ke langit. “Tapi aku lebih suka kamu.” Perkataan Dava mampu membuat dirinya tersenyum dan pipinya merona padam ia malu sekaligus senang. Perkataan ini mengingatkan Vanya ketika mereka bertemu untuk kedua kalinya, Dava mengatakan hal yang sama. “Terimakasih Aleeta Vanya Pradipta sudah hadir dalam hidupku.” Setelah mengatakan itu Dava mencium bibir Vanya dari samping dan ia mendapatkan balasan yang sama dari Vanya. Mereka benar-benar menikmati malam terakhir yang indah bagi sepasang kekasih yang tanpa mereka sadari sudah mengisi hati mereka satu dengan yang lainnya.
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD