BAB 6

1130 Words
        Liburan sudah berakhir dan tinggallah kenangan yang tersisa akan di kenang bagi kedua insan yang sedang bahagia karena waktu yang singkat mereka yang begitu bermakna. Ketika mereka meninggalkan fase liburan itu, maka kini kesibukkanlah yang akan menggrogoti mereka. Pekerjaan yang tidak bisa ditinggalkan setidaknya melupakan rindu yang sedang dirasakan.         Tetapi tidak lupa bahwa hari-hari itu akan mereka pakaikan untuk menanyakan kegiatan mereka, nah saat weekend seperti ini ingin rasanya mereka kembali bertemu tetapi tidak bisa karena semenjak kepulangan mereka dari Lombok, Dava sedang disibukkan dengan proyek yang baru. “Kamu mau ke kantor lagi weekend kayak gini?” Vanya baru saja selesai mandi ketika Dava menelvonnya. “Iya nih Sweetheart, lagi ga bisa ditinggal kerjaannya. Padahal aku rindu banget sama kamu.” “Yudah kamu siap-siap gih, jangan kecapekan ya.” Vanya sudah berani memberikan perhatian pada Dava. “Kalau disemangatin sama kamu ga akan kecapekan kok sweetheart.” Vanya tersenyum mendengar jawaban Dava. “Oke semangat Bapak Madava Bagaswara.” Dava tersenyum ia suka ketika Vanya menyebutkan namanya dengan lengkap terkesan seksi menurutnya. “Kamu udah mandi belum Sweetheart?” “Udah dong ini baru selesai kamu telvon, kenapa mau bilang aku bau lagi?” Dava tertawa mendengar jawaban Vanya, ia sering mengatakan kalau Vanya belum mandi dan ia menelvon bahwa dirinya bau sampai tercium pada Dava. “Kamu mau wangi ataupun bau aku tetap suka kok. Jadi kamu jangan khawatir ya Sweetheart.” Lagi dan lagi Dava mampu membuat kupu-kupu berterbangan di perut Vanya. “Vanyaa, Adit datang tuh udah di bawah buruan kamu keluar.” Mamanya Sarah memanggil Vanya dari luar kamarnya memberitahu hal itu. Membuat Vanya berdecak tanpa disadarinya di dengar oleh Dava. “Sweetheart kamu kenapa?” Tanya Dava penasaran. “Gapapa, diganggu aja ada yang datang soalnya.” “Hahaha kamu kesal ya karena digangguin telvonan sama aku.” Dava tertawa mengejak Vanya. “Apaan sih kamu, udah dulu ya nanti dilanjut lagi.” “Oke sweetheart. Have a nice day.” “Okey kamu juga ya.” Setelah mengatakan itu Vanya turun ke bawah untuk menemui Aditya yang katanya datang. “Kamu ngapain datang?” Masih di tangga paling dasar Vanya sudah bertanya kedatangan Aditya. “Kok kayak ga senang gitu Aditya datang?” Mamanya yang saat itu masih menemani Aditya bertanya. “Kan aku udah bilang kalau aku lagi ga mood buat kemana-mana.” Vanya duduk di sebrang Aditya dan melipat kedua tangannya di d**a. “Aku mau kasih surprise Sayang. Kayaknya kamu lagi PMS ya. Aku suruh ke apartment kamunya nolak, jadi aku yang datang.” “Ngapain toh nanti kamu juga sibuk dengan kerjaan kamu. Mending aku di rumah banyak yang bisa aku kerjain.” Niatnya memang hari ini Vanya ingin di rumah saja untuk mereview barang-barang yang masuk padanya untuk di endorse. “Aku lagi ga ada kerjaan nih, entar sore kerjaannya. Keluar yuk.” “Enggak ahh sama aja entar kamu bakalan sibuk sama kerjaan kamu. Mending aku juga kerja. Udah ahh aku mau naik, kamu pulang aja. Ma kalau Gracia datang suruh naik aja ya.” Setelah mengatatakan itu Vanya kembali ke kamarnya dan meninggalkan Aidtya begitu saja. “Kayaknya Vanya emang lagi PMS deh Dit, maafin Vanya ya.” “Gapapa kok Tante, salah Aditya juga karena emang jarang ada waktu buat Vanya makanya dia lagi ngambek kayaknya.” Sarah Mama Vanya tersenyum mengerti. “Kamu mau makan ga Dit?” “Adit udah makan tante, kalau gitu Adit permisi dulu ya Tante.” “Oke kamu hati-hati ya.” Setelah itu Mama Vanya mengantarkan Adit sampai kedepan. “Vanya-vanya kamu ada-ada saja.”   ***** “Dava aku bisa bantu kamu.” “Aku ga perlu bantuan kamu.” “Tapi gara-gara ini kamu sibuk terus dan ga ada waktu buat aku. Kapan kamu ada waktunya buat aku kalau kamu kerja kayak gini terus. Kalau kamu mau ikutin kata aku, kamu ga akan capek-capke kayak gini.”         Shania saat ini berada di ruangan Dava, ia datang dan marah karena Dava terlalu sibuk dengan pekerjaannya. Ia ingin meminta waktu Dava karena ingin berjalan-jalan katanya karena sudah lama mereka tidak menghabiskan waktu bersama.         Bahkan Shania juga meminta Dava untuk mengikuti semua perkataannya dan berjanji akan membantunya untuk bisa mempercepat proses penaikan jabatannya. Hal itu sangat enggan Dava inginkan, karena ia mau ketika dirinya naik jabatan itu bukan karena orang lain tetapi karena ia memang layak untuk mendapatkannya karena kemampuannya.         Shania terlalu banyak untuk ikut campur dalam hidupnya, bahkan ia juga harus ikut campur dengan pekerjaan Dava tanpa perlu menanyakan pendapat pria itu. Ia terlalu sibuk dengan pikiran-pikiran dan keinginannya sendiri dengan beralasan bahwa semua yang dilakukannya demi Dava. “Kamu bisa keluar ga? Aku lagi banyak pekerjaan dan ga mau diganggu.” “Sayang, aku tuh maunya kamu..” “Shania boleh ga sekali aja kamu ngertiin aku kali ini? Bisa ga?” “Tapi…” “Kali ini aja Shania, aku minta tolong sama kamu.” Dava menunjukkan wajah memohon pada Shania untuk di mengerti. “Yaudah kali ini aja ya, selebihnya aku gamau.” Setelah mengatakan itu Shania pergi dan membuat Dava menghela nafas dengan kasar. Ia sedang kesal dengan sikap Shania yang tidak pernah mengerti dirinya selama mereka berhubungan. Shania terus menuntut padanya tanpa ditanya apakah kemauan pria itu.   ***** “Kamu udah mau tidur?” “Iya kenapa Dav?” “Yahh padahal aku udah di depan rumah kamu.” “Hah?” Vanya langsung bangkit berdiri ketika mendengar itu, ia berjalan kea rah jendela dan melihat bahwa ada mobil Dava disana. Ia langsung mematikan ponselnya dan segera turun kebawah untuk menemui Dava. Bahkan tanpa disadarinya ia berlari dengan sangat cepat, setelah itu ia masuk ke dalam mobil Dava dan memeluknya. “Kamu berlari untuk nemui aku?” terdengar dari deru nafas Vanya yang tidak beraturan, ia menganggukkan kepalanya. “Wah ternyata bukan aku saja yang rindu, tapi kamu juga.” Dava membalas memeluk Vanya dan mengelus rambut Vanya dengan sayang. Setelah merasa cukup mereka melepaskan diri. “Kenapa kamu datang jam segini?” Pada saat ini emang sudah pukul dua belas malam sehingga ia benar-benar tidak menyangka bahwa Dava datang menemuinya. “Aku kangen kamu, makanya aku mau lihat kamu.” Dava menangkup wajah Vanya di tangannya dan wanita itu tersenyum. “Aku gabisa lama, jam segini Papa belum tidur.” “Aku temuin orangtua kamu ya?” “Eh jangan, mau ngapai. Jangan ahh udah malam.” Mana mungkin seorang Vanya membiarkan  Dava menemui Papanya, pasti Papanya akan bertanya siapa pria yang malam-malam kini mendatangi anak perempuannya. “Yaudah mungkin lain kali.” Dava membawa Vanya kembali ke dalam pelukannya. Lima menit merasa cukup Dava kembali melepaskannya. “Yaudah kamu balik gih, biar aku pulang.”         Vanya menganggukkan kepalanya dan tersenyum. Dava mencium kening Vanya begitu dalam setelah itu Vanya membuka pintu mobilnya untuk keluar kemudian ia kembali ditarik Dava dan pria itu mencium bibirnya dengan lembut dan ia tidak siap dengan sikap tiba-tiba Dava tetapi Vanya menikmatinya. “Good night Sweetheart.”         Setelah mengatakan itu Dava benar-benar melepas Vanya untuk kembali ke rumahnya, ia tersenyum dengan apa yang dilakukannya. Ini hal gila menurutnya yang pernah dilakukannya dalam hidupnya. Sedangkan Vanya memegang jantungnya yang berdegub sangat cepat dan senyuman terus terukir dibibirnya. “Vanya kamu habis darimana?” “Eh?” Vanya begitu kaget dengan kehadiran Alfredo Pradipta Papanya di hadapannya. “Habis dari luar Pa cari angin, Vanya gabisa tidur soalnya.” Vanya menggaruk lehernya yang ga gatal. “Ga baik angin malam buat kamu, buruan naik.” “Oke Pa.” Vanya mencium pipi Papanya dan kemudian naik ke atas dengan senyuman tercetak jelas di wajahnya. Edo memperhatikan tingkah aneh anaknya yang tersenyum ia merasa ada yang aneh dengan Vanya karena tidak biasanya ia tersenyum seperti itu. Tetapi ia tidak terlalu menanggapi pusing, maka ia juga kembali ke kamarnya dengan gelas yang dibawanya.
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD