Emerald merebahkan tubuh Edward ke ranjang. Pria itu melenguh lega kala tubuhnya berbaring di tempat yang empuk. Sudah lama dia tidak berbaring di ranjang yang selembut ini. Di apartemen dia hanya beralaskan karpet sangat keras dan seadanya. Para penagih itu membawa semua yang bisa mereka ambil begitu saja.
Edward yang menikmati kelembutan ranjang tidak memperhatikan gerak gerik Emerald sebelum sensasi dingin menyapanya. Emerald mulai membersihkan luka luka lebih dahulu kemudian dikasih obat. Gerakan yang teratur dan lembut dari Emerald menarik perhatian Edward.
"Aku tahu kau masih mencintaiku, " ucap Edward.
"Tapi kau tidak mencintaiku."
"Aku tidak yakin jika perasaanku masih seperti itu. Mendapatkan hukuman atas sikap kejamku padamu, menghilangnya Karen menyadarkanku jika hanya kau yang tulus padaku. Semua itu ikut mengubah perasaanku."
"Sudahlah Edward jangan memberikan harapan palsu lagi. Sudah cukup."
Edward menatap Emerald dalam - dalam dan tanpa terpikirkan oleh Emerald, pria itu menciumnya.
Edward mencium Emerald dengan penuh semangat. Meski Emerald menolak dan mencoba memukulnya tapi Edward tidak menyerah. Pada akhirnya Emerald tunduk pada ciuman Edward. Tubuhnya bergetar karena memang inilah yang ia inginkan sejak dahulu. Rupanya sikap kejam Edward padanya tidak mengubah cintanya sama sekali.
Emerald menangis dalam ciuman yang Edward berikan. Entah bagaimana ia menjabarkan perasaannya sekarang. Padahal ia ingin memendam perasaannya tapi tindakan Edward justru membuatnya perasaan itu bergejolak.
Edward melepaskan ciumannya, dan langsung meminta permohonan pada Emerald.
"Kumohon terimalah aku kembali, " pinta Edward.
Emerald sebenarnya masih takut untuk kembali sakit hati. Namun ada harapan besar di hatinya merasakan perasaan cinta. Dia ingin mencicipi rasa cinta itu meski sedikit saja.
"Aku tidak bisa memberi jawaban sekarang Edward. Ada banyak hal yang terjadi pada kita, sekarang aku sudah sangat tenang."
"Aku akan berusaha menyakinkanmu. Hanya saja tolong jangan tutup kesempatanku untuk bertemu denganmu," pinta Edward yang nampak meyakinkan.
Emerald terdiam sesaat sebelum akhir nya dia mengangguk. Yah, dia ingin tahu apakah Edward memang serius dengannya ataukah hanya sebuah emosi sesaat karena ia ingin mendapatkan statusnya kembali.
"Tapi itu takkan mudah Edward."
Edward yang mendapatkan kesempatan tersenyum senang. Kini ia bisa melihat masa depan yang cerah di depannya. Entah mengapa ia sampai melupakan semua kebaikan yang ia dapatkan ketika menikah dengan Emerald. Edward kini sadar jika ia bukanlah siapa - siapa tanpa Emerald. Pekerjaannya dulu bahkan hanya perawat semata, yang bahkan gajinya hanya cukup untuk makan dan menyewa rumah. Mana mungkin bisa mendirikan sebuah klinik tanpa ada sokongan. Membayangkan hal ini ia menjadi sangat malu sendiri.
"Terima kasih. Jangan khawatir, aku akan berusaha agar kau percaya. "
Edward kembali memberikan ciuman di bibir Emerald. Dia tidak bisa menahan diri dari kebahagiaan sehingga terus melakukan skin ship. Beruntung Emerald tidak menolak nya atau dia akan merasa sangat malu.
"Sudahlah. Mau istirahat saja. Lukamu masih belum sembuh," ucap Emerald. Dia melihat jam dinding dan agak sangsi menanyakan hal ini. Akan tetapi ia lapar. 'Masa bodoh, jika dia tidak mau makan di sini terserah. Yang penting aku tidak kelaparan,' batin Emerald.
"Apa kau sudah makan?" tanya Emerald. Dia tidak lagi perduli jika Edward menolak masakannya.
Edward menggeleng lemah. Bagaimana ia bisa makan sedangkan dompetnya dirampas oleh penagih hutang.
Emerald mendesah panjang sebelum menawarkan makanan pada Edward.
"Aku akan masak. Jika kau mau, silakan bergabung."
Tanpa menunggu jawaban dari Edward, Emerald memasuki dapur. Tak lama kemudian tercium aroma lezat yang menggugah selera dari arah Emerald keluar.
Mata Edward berkaca - kaca kala mengingat penolakannya terhadap makanan yang Asa tawarkan dulu. Sekarang ia tahu jika makanan tidak mudah didapatkan dan dirinya sudah memandang rendah makanan hanya karena membenci orang yang membuatnya.
Dia pun tertatih menuju ke dapur dan melihat jika Emerald sudah menata beberapa hidangan di atas meja. Borito lengkap dengan isian tersaji mewah. Lalu sebotol wine berkualitas tinggi yang pernah menemani hari - harinya.
Emerald terkejut melihat Edward yang mendatanginya. Sungguh merupakan pemandangan tak biasa baginya melihat Edward berjalan ke dapur yang mana dia dulu terlihat sangat membenci dapur. Apalagi saat itu dia hanya memakai jasa asisten rumah tangga yang hanya datang untuk membersihkan rumah dan mengurus baju tiap dua hari sekali. Bukan pelayan yang tinggal di rumah.
"Edward? Aku baru akan memanggilmu, " ucap Emerald.
Edward tersemyum lebar pada Emerald, dan mendudukkan dirinya di kursi. Seolah sangat tidak sabar menanti makan malam dimulai.
"Aku tak sabar menunggu memakan masakanmu," jawab Edward.
Emerald mengangguk namun ada luapan emosi di dadanya. "Aku akan mengambil makanan pembuka."
Emerald segera pamit masuk ke dalam dapur agar air matanya tak terlihat oleh Edward. Dia yang teringat akan penolakan Edward setiap kali mengundangnya makan tidak sanggup menahan air matanya. Rupanya rasa sakit itu masih membekas di hatinya.
Edward tahu wajah Emerald memerah dan nampak emosional. Orang bodoh pun bisa menebak jika Emerald ingin menangis, dan Edward tahu jika semua air mata itu berasal dari rasa sakit dari masa lalu yang sudah ia lakukan.
Edward mendatangi Emerald di dapur dan memberikan pelukan dari punggung Emerald yang berusaha menghapus air matanya. Dia tahu benar rasa sakit yang mantan istrinya ini alami.
"Maafkan semua perbuatanku di masa lalu. Aku benar- benar mendapatkan hukuman atas sikap arogan yang aku lakukan. Seharusnya aku tahu jika tanpa dirimu aku bukanlah siapa siapa." Edward mengatakan dengan wajah yang sungguh sungguh sampai membuat hati Emerald sakit.
Emerald menghapus air matanya. Karena ia memang ingin memberi kesempatan pada Edward maka ia tidak ingin lagi mengungkit masa lalu. Dia pun berharap ia bisa mencintainya dengan tulus dan berpura - pura seperti ini.
"Sudahlah. Ayo makan malam, nanti makanannya keburu dingin," ajak Emerald. Tak ia sangka Edward tahu jika dirinya sedang menangis akibat teringat masa lalu. Pria yang sangat memahami wanita seperti ini pasti sangat romantis pada wanita. Karen sangat beruntung dicintai oleh Edward tanpa berusaha sedikitpun karena ia adalah cinta pertama Edward. Tidak seperti dirinya yang harus mengalami sakit hati dan juga penolakan sebelum pria ini bersikap baik. Dan lagi Emerald tahu kembalinya Edward padanya bukan karena murni mencintainya tapi ke arah ingin mendapatkan kembali statusnya di dalam masyarakat. Dan Emerald yang haus cinta tidak perduli hal itu. Dia ingin Edward ada di sisinya, memberikan sedikit cinta yang ia inginkan selama bertahun - tahun yang lalu.
Tbc