9. Pertemuan Pilu

1040 Words
Benar saja, beberapa detik kemudian para serigala itu datang menghampiri Raja Arta dan Putri Akira. "Mundur Putri! Jangan terlalu dekat dengan mereka!" seru Raja Arta panik, jumlah serigala yang sekitar 7 ekor itu menatapnya lapar bersama gigi taringnya yang terlihat. Raja Arta langsung mengambil keris tersemat di bekakang jubahnya. Ia menodongkan keris itu di hadapan para serigala. "Maju! Mendekatlah kalian!" tidak ada rasa takut sedikitpun Raja Arta terhadap serigala kelaparan itu. "Raja, turunkan kerismu. Mereka semakin merasa terancam," Putri Akira menahan tangan Raja Arta, ia berusaha mencegahnya untuk tidak menghabisi seluruh serigala di hadapannya saat ini. "Putri! Mereka itu ingin memangsa-" ucapan Raja Arta disela oleh salah satu serigala yang kemudian berbicara layaknya manusia. "Kami tidak akan memakanmu. Karena sebelumnya kami sudah sarapan satu ekor rusa. Turunkan kerismu," ucap sang serigala. Raja Arta dan Putri Akira dibuat terkejut, bagaimana bisa serigala berbicara bahasa manusia? Apakah mereka siluman? "Tujuan kalian pasti ingin bermeditasi bukan?" "Kau tau?" Putri Akira memberanikan diri untuk bertanya, menjalin komunikasi antar serigala. "Masuklah, kami akan menjaga kalian dari luar," sahut serigala yang lain. "Aku ingin meminta bantuanmu," Akira tidak mungkin sanggup menghadapi bangsa Vampir sendirian, ia membutuhkan dari pihak lain sekalipun itu serigala tapi harapannya agar istana Dream Island tidak akan di kuasai oleh Vampir. "Bantuan apa? Jumlah kami pasti akan cukup membantumu," serigala itu meyakinkan Putri Akira. "Kau harus membantuku saat bangsa Vampir mulai menyerang istana Dream Island. Sanggupkah?" Akira tidak tau harus bagaimana lagi mencari bantuan lain, melawan Vampir seorang diri bersama para prajuritnya di istana pasti akan memudahkan makhluk mitologi urban itu leluasa menyerangnya tanpa henti. Seluruh serigala yang hadir dalam gua itu mengangguk. "Sanggup," seru para serigala kompak. Tapi sisi kemanusiaan Akira yang tidak tega sekaligus tidak rela ketika serigala di hadapannya ini menjadi korbannya. "Kami mengenalimu Putri Akira. Karena dulu orang tua Putri menitipkan sebuah pesan kepada kami agar suatu saat jika bertemu dengan Putri Akira haruslah di jaga baik-baik. Begitu amanah dari orang tua Putri," salah satu serigala menjawabnya. "Mari, silahkan jika Putri dan Tuan ingin bermeditasi. Kalian pasti di berikan kekuatan pada sang Dewa," sang serigala mempersilahkan masuk. Kesan pertama saat berada di dalam gua adalah dingin, sepi dan sedikit gelap meskipun seberkas cahaya matahari memasuki dari celah bebatuan kecil. "Putri duduk disitu saja," Raja Arta menunjuk sebuah batu besar di sebelah timur. "Berkosentrasilah, jangan memikirkan hal lain. Tetap fokus," ujar Putri Akira pada Raja Arta, ia mengetahui banyak tentang ilmu bermeditasi saat dulunya pergi menemani sang ibunda Ratu. Mata indah seperti kelopak mawar itu tertutup, Putri Akira mulai menitik pusatkan pikirannya agar kosong. Sedangkan Raja Arta memandangi wajah rupawan Putri Akira beberapa detik. "Dia sangat cantik sekali. Sayangnya, aku tak memiliki keberanian untuk mengungkapkan rasa sukaku pada Putri," gumam Raja Arta suaranya mengecil setengah berbisik. Raja Arta pun memejamkan matanya, ia mulai berkosentrasi untuk mendapatkan kekuatan yang tidak tertandingi demi membantu Putri Akira melawan bangsa Vampir. *** Selama Putri Akira bermeditasi, ia di bawa ke sebuah tempat indah dengan bunga-bunga segar berkmekaran. Tempatnya sangat bersih, udaranya pun terasa sejuk seperti hasil dari perkembangan fotosintesis dedaunan hijau. "Akira anakku?" tiba-tiba sebuah tangan menyentuh perlahan bahunya. Akira seketika menoleh, terkejut saat menyadari kehadiran sang ibunda Ratu. Bagaimana bisa? Bukankah ini? "Ibunda? Apakah ini ibu? Aku tidak sedang berada di alam mimpi?" Akira beranjak dari duduknya, kursi coklat muda seperti di taman itu semakin menambah kesan melow. Ibunda Ratu mengangguk. Kedua tangannya terbuka seolah memberikan kode agar Akira memeluknya. "Ibu," suara Akira mengecil menahan getaran isak tangisnya. Karena pertahanannya goyah, akhirnya air mata itu tumpah membasahi kedua pipinya. "Akira sayang, anakku yang cantik. Kau harus bersabar apapun masalahnya. Ibunda selalu melihatmu darisini bersama ayah baginda Raja," tangan ibunda Ratu mengusap punggung Akira yang terlalu, pasti sudah banyak beban dan masalah bertubi-tubi menguji sang anak. "Ibunda jangan pernah buat aku merasa kesepian dan sendiri," rasanya Akira lelah untuk hidup, awalnya ia mengira kehidupan istana Dream Island akan menjadi tentram dan selalu damai di setiap periode waktu, nyatanya tiba-tiba pesan burung hantu serta rusaknya perkebunan gandum sebagai pertanda peringatan akan datangnya bangsa Vampir dalam waktu dekat. "Ayah baginda Raja disini. Apakah Akira anakku tidak ingin memeluknya juga?" suara yang selama ini Akira rindukan dan datang di setiap mimpinya. Inikah bermeditasi sesungguhnya? Bertemu orang-orang tersayang setelah meninggak bertahun-tahun lalu? Akira berlari memeluk tubuh sang ayah penuh cinta dan kerinduan. "Ayah! Aku ingin kita bertemu lagi. Jangan hanya melalui perantara dunia mimpi saja ayah!" dan keluh kesah Akira selama ini terpendam pun akhirnya terungkap, sisi hatinya yang sensitif merasa lega, tenang. "Ayah tidak mungkin datang di dunia mimpi. Jika saat dirimu sedang bermeditasi, kami akan selalu hadir," senyuman tulus kelembutan damai melebihi hanyutnya air daripada kerasnya ombak, ayah baginda Raja merasa bangga dengan Akira yang sudah semakin dewasa menjadi Putri Ratu kerajaan dengan kesan berwibawanya. Akira menatap kedua mata berbinar seindah cahaya matahari di tengah padang pasir yang tandus. "Ayah tidak membohongiku kan? Ayah janji?" Ayah baginda Raja mengangguk. "Sesuai janji, para serigala itu pasti akan menyambutmu kapanpun di gua ini anakku." "Ibunda, ayah. Doakan Akira sanggup melawan bangsa Vampir bersama Raja Arta juga Sherard," Akira meminta doa penuh harapan pada kedua orang tuanya. Kapan lagi ia bisa menemui keduanya lebih lama di bandingkan alam mimpi yang teelalu singkat dan sekejap. "Raja Arta?" ayah baginda Raja merasa tidak asing dengan nama itu. Raja baik hati membantu pemerintahan, keuangan, juga persenjataan perang seperti keris dan tombak jika persediaan di istana tidak ada. "Dia datang disini, juga bermeditasi di gua bersamaku. Dan Sherard yang menjaga istanaku. Ricko ada disana juga menemani Sherard," jawaban antusias Akira seakan ia benar-benar berkomunikasi dengan kedua orang tuanya yang telah lama meninggal karena gugur dalam peperangan melawan bangsa Vampir. "Pakailah ini. Jimat kalung leluhur istana. Kau tidak akan kalah saat melawan Vampir nanti," ibunda Ratu memberikan kalungnya pada Akira. "Kalung? Tapi aku sudah memakai kalung kehormatan Ratu istana. Pasti akan-" ucapan Akira tersela oleh ayah baginda Raja. "Anakku, menurutlah. Ini demi kebaikan istana dan para rakyat Rembulan. Mereka sangat membutuhkanmu," ucap ayah baginda Raja meyakinkan hati Akira yang gengsi. Akira menghela nafasnya, baiklah. "Terima kasih ibunda Ratu dan-" belum usai Akira menatap kedua orang tuanya untuk terakhir kali di situasi meditasi begini, tiba-tiba menghilang. "IBU? AYAH? JANGAN LAGI. JANGAN PERGI!" lutut Akira melemas, bersimpuh di tanah. Menangisi kepergian kedua orang tuanya, lagi. ***
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD