4. Ke Apartemen Milik Rendra

1436 Words
Gea langsung menghapus air matanya secara kasar begitu Rendra mengucapkan pertanyaan yang tidak bisa dia jawab. Jangankan untuk menatap pria itu, tanpa menatapnya saja sudah membuat perasaan gadis itu terasa sesak bukan main. Gea tanpa sadar bahkan telah meremat ujung baju yang dikenakannya saat mencoba untuk mengakhiri hubungan mereka tadi. "Coba katakan sekali lagi sambil menatap kedua mataku secara langsung kalau kamu memang menginginkan hubungan kita berakhir Gea!" Suara Rendra tampak rendah namun dalam yang mana membuat nyali Gea semakin menciut begitu mendengarnya. Ada rasa takut dalam dirinya, gadis itu hanya diam menundukkan kepalanya tidak berani melakukan apa yang dikatakan oleh Rendra saat ini. Air matanya juga terasa semakin sulit untuk bisa dia bendung, meski dia ingin mengakhiri semuanya. Tapi tetap saja ada rasa tidak rela dalam dirinya dan jika dia memaksakan diri untuk menatap kedua mata pria itu Gea takut bahwa pertahanan dirinya akan runtuh seketika. "Aku, aku ingin hubungan kita berakhir," Gea masih menundukkan kepalanya, setiap kali dia mengucapkan kalimat perpisahan itu hatinya seakan diremas-remas hingga membuat sesak di dadanya. Hingga pada akhirnya Gea dapat merasa tangan besar milik Rendra kini mengangkat dagunya agar Gea mau mendongakkan kepalanya menatap wajah pria itu. Gea ingin berpaling, tapi tekanan pada dagunya terlampau kuat hingga Gea mau tidak mau harus menatap kedua mata Rendra yang saat ini tampak keruh usai mendengar perkataan Gea yang hendak mengakhiri hubungan mereka. "Katakan sekali lagi agar aku percaya." "Aku, aku ingin hubungan kita berakh__" belum sempat Gea mencoba untuk mengatakan perkataannya, bibirnya terlebih dahulu telah dibungkam oleh pria di depannya hingga gadis itu langsung terbelalak kaget dan tidak bisa merespon apapun. Dia tahu dengan pasti apa yang saat ini tengah mereka lakukan salah, tapi Gea bahkan tidak bisa menggerakkan dirinya untuk lepas dari pria itu. Bahkan kini Gea tengah memejamkan kedua matanya, pasrah saja bagaimana sosok Rendra kini tengah menjamah bibirnya dengan ciumannya yang dalam dan agak brutal. Gea ingin menolak, tapi tubuhnya berkata lain, dia tidak bisa dan tidak memiliki tenaga untuk sekedar mendorong pria itu agar menjauh darinya. Tubuhnya seakan lemas hanya dengan sebuah ciuman intens yang mendalam dari pria itu. Hingga pada akhirnya ciuman keduanya harus terlepas ketika pasokan udara mulai menipis dan membuat Gea langsung mengambil napas dengan rakus untuk mengisi paru-parunya. Jantungnya berdegup kencang, mengingat tadi merupakan pertama kalinya Rendra menciumnya dengan seintens dan sebrutal itu. Karena selama ini pria itu selalu memperlakukannya dengan lembut, tidak pernah memaksa Gea untuk melakukan hal yang lebih sehingga membuat gadis itu merasa sangat dihargai sebagai seorang perempuan. "Itu adalah hukuman jika kamu berani mengulangi kata-kata yang tidak kusukai. Lain kali jangan sekali-kali mengatakan kalimat perpisahan semudah itu, perjuangan kita hingga sampai di titik ini tidak mudah Gea. Aku tidak ingin kehilangan kamu, kumohon jangan tinggalkan aku." Rendra menatap kedua mata Gea dengan lekat, berusaha meyakinkan gadis itu untuk tetap bertahan di sisinya dan melalui apapun masalah yang akan mereka berdua hadapi nantinya. "Tapi Mas, aku tidak ...," "Shhh ...," Rendra langsung menutup bibir Gea dengan ibu jarinya, mengingat kedua tangan pria itu yang masih merangkum wajah Gea agar tidak berpaling dari tatapannya atau kembali menundukkan kepalanya dari Rendra. "Aku tahu tidak mudah untuk kamu bisa menerima semua ini, aku hanya berharap kamu bisa sedikit lebih bersabar lagi. Aku secepatnya akan mencari solusi, tapi aku tidak ingin kehilangan kamu." Rendra lalu menarik tubuh Gea ke dalam pelukannya, menenggelamkan kepala gadis itu ke d**a bidangnya yang hangat. Membuat tangis Gea kembali pecah dan gadis itu tidak sanggup lagi menahan segala perasaan yang bercampur aduk di dalam dirinya. Rendra hanya menerima dengan pasrah bagaimana ketika Gea saat ini terus saja menangis dan memukuli dadanya dengan cukup keras, namun dia sama sekali tidak berniat untuk melepaskan Gea dari pelukannya. Karena Gea lebih baik memarahinya dan memukulnya seperti ini dari pada mendapati gadis itu hanya diam dan terus menghindar lalu memutuskan untuk mengakhiri hubungan mereka seperti tadi. "Kamu jahat Mas, aku selama ini berpikir kamu tulus sama aku. Aku sudah berpikir kalau kamu adalah pria yang tepat buat aku, aku bahkan sudah terlalu jauh berharap kalau kamu adalah pria yang akan menjadi pelabuhan terakhirku nantinya. Tapi, ta-pi ternyata kamu ...," Gea kembali menangis sesenggukan, tidak sanggup melanjutkan perkataannya. Ia melampiaskan segala rasa sesak, sakit hati, kecewa, amarah dan segala hal yang mengganjal di dalam hatinya kepada pria yang saat ini tampak diam saja menerima semua perlakuannya. Rendra tidak berniat untuk menyangga atau melakukan apapun, karena saat ini ia paham bahwa Gea hanya membutuhkan waktu untuk mengungkapkan semua rasa sakit hatinya. Selagi gadis itu masih ada dalam dekapannya, maka Rendra merasa jauh lebih tenang untuk saat ini. Yang dilakukannya hanya mengelus punggung dan puncak kepala gadis itu dengan gerakan yang lembut dan menenangkan. Mencoba untuk kembali meluluhkan perasaan Gea padanya. Beruntung mobil milik Rendra memiliki kaca yang gelap sehingga orang luar tidak akan menyadari apa yang tengah mereka lakukan sedari tadi. Juga area kosan tempat Gea ini tidak begitu ramai sehingga tidak ada orang yang mondar-mandir di sekitar mereka yang mungkin saja akan mendengar suara tangisan Gea dari dalam mobilnya. "Apa kamu sudah merasa lebih baik?" Setelah beberapa saat menangis dalam dekapan Rendra, akhirnya Gea kini sudah jauh lebih tenang. Karena dia telah mengungkapkan apa yang dia rasa perlu dia ungkapkan dari dasar lubuk hatinya yang terdalam. Semua pertanyaan dan rasa sakit hatinya, meski pria itu belum memberikan jawaban yang pasti akan semua pertanyaan yang dilontarkan oleh Gea baru saja. "Kalau begitu biarkan aku keluar. Aku ingin sendiri." "Tidak, Gea aku tahu kamu pasti merasa sakit hati setelah mengetahui kebenaran ini. Tapi jujur saja aku sama sekali tidak berniat untuk melakukannya. Aku murni memang menyukaimu, tapi di satu sisi aku masih belum bisa berpisah dengan istriku karena suatu alasan. Aku sudah lama merasa bahwa hubunganku dengan istriku tidak akan bertahan lama, lalu aku melihat kamu dan merasa bahwa kamu adalah wanita yang mungkin aku inginkan selama ini." Gea kembali menangis, namun dia menyekanya dengan cepat agar air matanya tidak sampai menetes di pipinya meski hasilnya gagal. "Lalu apakah itu menjadi alasan untuk kamu berselingkuh dari istrimu Mas? Apa dia mengetahui semua ini?" Rendra terdiam, dia tidak bisa menjawab pertanyaan Gea. Yang mana hal itu membuat Gea langsung mengerti apa arti dari diamnya pria itu. Gea hanya bisa menengadahkan kepalanya, menghalau air matanya yang semakin ingin meluruh tanpa bisa dia tahan. "Kamu tahu, rasanya sakit saat mengetahui pria yang kukira adalah orang yang sangat kutunggu-tunggu untuk menjadi pendamping hidupku ternyata sudah memiliki seorang istri. Pria yang kupikir adalah sosok laki-laki setia yang hanya mencintaiku seorang ternyata hanya menjadikanku sebagai seorang selingkuhan. Dan aku baru menyadari bahwa selama ini, aku tidak lebih rendah dari para pelakor di luar sana yang tanpa kusadari telah merebut kebahagiaan wanita lain dengan terus berada di sisi suami orang. Sebenarnya apa nilainya aku di matamu sedari dulu Mas?" "Aku tahu apa yang kulakukan ini salah, tapi aku juga tidak bisa memungkiri perasaanku. Apa salah jika aku mencintai wanita lain disaat aku telah beristri dan aku tidak begitu mencintai istriku sendiri? Apa kamu pikir aku juga mau mencintai kamu lebih dari pada aku mencintai istriku sendiri? Aku tidak bisa menentukan kemana hatiku memilih Gea, aku juga bukan pria munafik yang akan melepaskan wanita yang aku cintai begitu saja." Gea terdiam, enggan menatap pada sosok Rendra. Gadis itu lalu tertawa pelan, seolah tengah menertawakan dirinya sendiri yang selama ini telah dibodohi oleh perasaannya. Jika ingin bertanya apa yang dia rasakan saat ini, tentu saja Gea tidak bisa menjelaskannya. Namun yang pasti dan hal yang membuatnya membenci dirinya sendiri adalah dia mengakui bahwa ia merasa takut kehilangan sosok pria di sisinya saat ini. Terlepas dari apa yang mereka berdua lakukan benar-benar salah dari sisi manapun. Rendra kini menyalakan mobilnya, lalu mereka berdua pergi dari depan kosan Gea. Gea hanya diam saja, dia tidak tahu kemana pria itu akan membawanya saat ini, Gea masih enggan bertanya. Hanya ada keheningan sepanjang perjalanan mereka saat ini, meski rasa penasaran dalam diri Gea telah memuncak akan kemana tujuan Rendra membawanya kali ini tanpa mendiskusikannya dengan Gea terlebih dahulu. "Kenapa kita ada di sini?" "Ada sesuatu hal yang ingin kuungkapkan." Gea menggelengkan kepalanya, ada rasa takut dalam dirinya. "Antarkan aku pulang!" "Aku berjanji tidak akan melakukan hal yang tidak ingin kamu lakukan. Kita hanya akan berbicara di dalam dan menyelesaikan masalah kita dengan tenang, kamu bisa memegang janjiku." Gea merasa ragu, dia sekali lagi melihat gedung tinggi di depannya yang merupakan unit apartemen yang dia perkiraan mungkin Rendra menjadi salah satu pemilik apartemen di tempat ini. "Ayo turun!" Entah keputusannya kali ini benar atau tidak, Gea memberanikan diri untuk turun dari mobil Rendra dan mengikuti langkah kaki pria itu yang kini tengah menggenggam tangannya untuk memasuki apartemen milik pria itu.
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD