Setelah menarik napas selama beberapa saat, Gea pada akhirnya memberanikan diri untuk melangkah mendekati pintu dan mempersiapkan dirinya. Ada perasaan takut dan berdebar dalam hatinya jika memang benar Rendra memberanikan diri untuk datang menemuinya selarut ini.
Pada akhirnya Gea membuka pintu apartemen tersebut setelah bunyi bel yang ditekan beberapa kali tidak kunjung berhenti. Hingga ketika dia membuka pintunya Gea masih dibuat terdiam mematung dan menatap sosok pria di depannya.
"Apa benar dengan Mbak Gea?"
"Iya, dengan saya sendiri."
"Saya mengantarkan pesanan makanan ke sini atas nama Anda."
Gea mengernyitkan keningnya heran dan tidak kunjung menerima plastik berisi makanan yang sudah disodorkan oleh seorang pengantar makanan padanya. "Tapi saya tidak memesan makanan sama sekali."
"Tapi makanan ini dipesan atas nama Anda, mohon diambil." Dengan ramah seseorang yang mengenakan jaket khusus dalivery order tersebut masih menunggu hingga Gea akhirnya menerima makanannya.
"Kalau begitu, ini berapa makanannya?"
"Makanan itu sudah dibayar saat memesannya melalui aplikasi kak, jadi saya mohon permisi dulu."
Setelah pengantar makanan tersebut pergi, Gea masih terdiam di ambang pintu apartemen dan belum melakukan apapun. Ada perasaan bingung dan tidak tahu harus berbuat apa, ia terus memandanginya makanan yang ada di tangannya selema beberapa saat. Hingga pada akhirnya begitu Angelia menyadari kondisi lorong yang sepi membuat gadis itu dengan segera kembali masuk ke dalam apartemen miliknya dan menguncinya kembali dari dalam.
Baru saja Gea memasuki apartemen dan duduk di sofa ruang tamu, ponsel miliknya tiba-tiba saja bergetar menandakan adanya panggilan masuk. Dia melihat nama yang tertera pada layar ponselnya dan membuat gadis itu dengan segera mengangkatnya tanpa menunggu lama.
'Gea maafkan aku karena tidak bisa datang menemanimu untuk berkemas sekarang. Aku hanya bisa mengirimkan makanan ke sana. Apa makanannya sudah sampai sekarang? Aku tahu kamu pasti merasa lapar karena kamu belum makan apapun sejak aku membawamu pergi.'
Dari sanalah Gea mengetahui bahwa yang telah mengiriminya makanan adalah Rendra. Entah mengapa saat ini ada seulas senyum yang muncul di sudut bibirnya. Gea merasa bahwa pria itu sepertinya tidak seburuk yang dia kira. Dia masih memikirkannya yang memang belum makan apapun karena terkahir kali makan hanya pada saat sarapan.
"Terima kasih."
Meski begitu Gea terpikirkan bagaimana bisa dia merasa agak kecewa saat membuka pintu apartemen dan mendapati bahwa bukan Rendra yang ada di depan pintunya. Mungkin otaknya sudah bergeser hingga membuatnya sampai bisa mengharapkan kehadiran pria itu pada larut malam seperti ini. Lagi pula sudah jelas bahwa Rendra pasti sibuk bersama dengan istrinya. Jadi mana mungkin pria itu ada waktu untuk datang menemuinya pada malam hari seperti ini.
Gea hanya bisa tersenyum masam saat menyadarinya. Ia juga merutuki pemikirannya yang bodoh dan sepertinya sangat sulit untuk bisa dia sembuhkan sekalipun dia tahu bagaimana konsekuensinya.
'Apa kamu sudah makan sekarang?'
"Ini aku baru akan memakan makanannya. Namun lain kali, kamu tidak perlu melakukannya seperti ini. Aku masih bisa memenuhi kebutuhanku sendiri."
'Tidak tidak, bagaimanapun aku yang membawamu ke sana. Kamu juga tidak membawa banyak barang dan tentu saja kamu adalah tanggung jawabku. Selama kamu baik-baik saja di sana. Aku akan melakukan segalanya untuk membuatmu nyaman tinggal di sana.'
Jika saja kondisinya masih sama seperti sebelumnya, tentu Gea akan merasa sangat tersanjung dan tidak berhenti tersenyum sepanjang malam ini. Tapi sekarang berbeda, ia hanya bisa tersenyum dengan paksa. Senyum yang bahkan tidak sampai pada matanya.
'Apakah yang dia lakukan ini salah?' pikirannya melayang kemana-mana.
"Aku ...,"
'Gea sudah dulu ya, aku ada sesuatu yang harus dilakukan. Besok aku akan menemuimu lagi.'
Belum sempat Gea berbicara, telepon telah ditutup dengan terburu-buru. Tentu saja gadis itu memiliki banyak pemikiran, mungkin salah satunya alasan mengapa telepon dimatikan dengan terburu-buru. Bisa dibayangkan jika sampai istri pria itu memergokinya dan membuat Rendra sampai terburu-buru mematikan panggilan teleponnya.
Gea menengadahkan kepalanya, perutnya sekarang kembali berbunyi. Meskipun dia merasa lapar dan perutnya agak perih. Tapi jauh di dalam dirinya justru hatinya yang terasa perih dan dia tahu dengan jelas apa penyebab rasa perih itu berasal. Hubungan mereka yang penuh dengan ketidakpastian ini membuat Gea merasa sakit dan banyak sekali memendam semuanya seorang diri.
Dia tidak memiliki banyak teman dekat, bisa dikatakan selama ini dia selalu sendiri. Sebelum Rendra akhirnya datang dan menjadi satu-satunya tumpuan dan harapan Gea selama ini. Tapi pada akhirnya gadis itu harus menyadari bahwa saat ini dia benar-benar sendiri. Tidak ada yang bisa dia harapkan, ia ingin bercerita tapi dia tidak memiliki teman yang bisa dia ajak bertukar pikiran ataupun hanya untuk sekedar mencurahkan isi hatinya. Dia hanya bisa memendamnya sendiri tanpa seorang pun yang mampu memberikan penopang agar dia tetap tegar dalam menghadapi semuanya.
***
"Mas, kamu ngapain di sini sendirian?"
Rendra dengan segera memasukkan ponsel miliknya ke dalam saku celana dan memandang istrinya dengan perasan gugup untuk sesaat. Sebelum ia berhasil merubah ekspresi dan gestur tubuhnya seperti biasa seolah-olah tidak pernah terjadi sesuatu sebelumnya.
"Tadi rekan kerjaku menanyakan beberapa hal terkait proyek yang akan dibahas besok lusa. Ayo kita kembali ke dalam dan segera pulang, malam sudah semakin larut juga."
Setelah itu Rendra langsung berjalan masuk ke dalam, sambil menggandeng lengan istrinya untuk masuk kembali ke dalam restoran. Ia berpamitan dengan teman-temannya untuk segera pulang.
Sejak ia pergi makan malam dengan istri dan teman-temannya tadi, jujur saja Rendra merasa gelisah dan tidak bisa tenang. Dia merasa bahwa pikirannya terus saja tidak bisa lepas memikirkan Gea. Apa lagi dia meninggalkan gadis itu tanpa persiapan apapun di apartemennya sendirian sejak siang hari tadi. Rendra juga kurang lebih telah memahami bagaimana kondisi keuangan Gea, gadis itu sangat berhemat dan jarang sekali membeli makanan di luar. Dia juga beberapa kali ingin memberikan uang pada Gea, tapi dia selalu menolak dan tidak ingin menyusahkannya sama sekali. Kecuali jika dia sudah memaksanya baru Gea mau menerima uang yang dia berikan padanya.
Alhasil karena pria itu tau bahwa dia tidak bisa melakukan apapun, apa lagi memenuhi janjinya untuk mengantar Gea pindahan hari ini membuatnya merasa bersalah. Yang bisa dilakukannya saat ini hanya memesankan makanan delivery order pada gadis itu agar tidak sampai kelaparan. Bagaimanapun dia menyayangi Gea dengan sepenuh hatinya. Tapi jika dia disuruh memilih antara Gea atau istrinya, jujur saja Rendra masih tidak tahu harus memilih siapa.
Katakanlah dia adalah pria yang plin-plan dan egois. Ia ingin memiliki keduanya dan tidak bisa melepaskan mereka dari dirinya sendiri. Tapi dia juga secara tidak langsung telah menjadi pria yang pengecut karena tidak berani mengungkapkan keinginannya dan malah bermain api di belakang istrinya. Bahkan setelah Gea mengetahui statusnya yang bukan lagi seorang pria lajang, gadis itu hampir saja pergi meninggalkannya. Lalu bagaimana jika sampai istrinya mengetahui apa yang dia lakukan saat ini. Hanya dengan memikirkannya saja sudah membuat kepala Rendra menjadi pusing.
"Kamu kenapa Mas?"
"Tidak apa-apa, hanya sedikit pusing. Mungkin karena ada banyak kerjaan sebelumnya jadi masih kepikiran." Rendra hanya memijit dahinya pelan sebelum mereka memasuki mobil dan menjalankan mobilnya kembali ke rumahnya.
Sementara itu Rana diam-diam melirik suaminya dari balik spion tengah mobil. Tentu saja sebagai wanita dia merasakan adanya beberapa perubahan atau perasaan kurang nyaman dengan sikap suaminya selama beberapa waktu terakhir ini.
Meski hubungannya dengan suaminya bisa dibilang tidak begitu harmonis seperti pasangan lainnya di luar sana. Namun tetap saja dia merasa ada yang tengah disembunyikan oleh pria itu darinya, entah apa. Instingnya mengatakan bahwa dia harus mulai mewaspadai hal ini dan mulai mencari tahu. Sekalipun dia tidak tahu harus mencari tahunya dari mana.
Beberapa kali Rana melirik pada ponsel milik suaminya yang ada di saku celana pria itu, ia ingin sekali mengetahui siapa yang baru saja ditelpon oleh pria itu. Karena Rana sangat yakin bahwa alasan mengapa suaminya sedari tadi tampak gelisah pasti karena seseorang yang telah ditelepon oleh pria itu tadi.