Gea masih mematung selama beberapa saat setelah memutuskan panggilan telepon dari ibunya. Dia tidak tahu harus bereaksi seperti apa pada saat ini. Pikirannya menjadi semakin runyam dan rumit. Disaat dia berpikir untuk mencoba pergi dari sisi Rendra secara perlahan tanpa pria itu sadari, justru malah pria itu menjerat keluarganya dengan kebaikannya yang membuat Gea merasa berada dalam posisi yang serba salah.
Gea lalu berjalan ke dapur, mengambil sebotol air minum dan menegaknya hingga tersisa setengah. Kepalanya terasa pening meskipun sekarang masih pagi hari. Beban yang ada di pundaknya terasa bertambah berat berkali-kali lipat.
'Istrinya sedang hamil Gea, jangan pernah berpikir gila untuk mengambil kesempatan menjadi simpanan!' sisi baik dirinya seakan terus menggemakan hal tersebut, membuat Gea merasa bahwa hidup ini benar-benar sedang mengajaknya bercanda.
"Apa yang kamu lakukan sampai melamun di dapur Sayang?"
Gea langsung tersentak saat dia mendapati sepasang lengan tengah memeluknya erat dari belakang. Dia spontan ingin melepaskan tautan tangan Rendra dari pinggangnya, namun apalah daya pelukan Rendra terlalu erat hingga membuat Gea tidak berdaya dan berakhir pasrah karena usahanya sia-sia.
"Lepasin aku Mas."
"Kamu marah?"
"Sejak kapan kamu membantu keluargaku?" Gea melirik pada Rendra yang masih memeluknya dari belakang. Ia mencoba untuk menekan segala macam emosi yang bergejolak dalam dirinya.
Ada rasa ingin marah, tidak ingin dikasihani oleh pria itu atas kondisi perekonomiannya. Namun di satu sisi tidak dipungkiri kalau bantuan pria itu sangat berarti untuk keluarganya. Tapi dia takut justru hal ini akan membuatnya semakin terjerat dan semakin masuk ke dalam jerat penuh duri yang bisa kapan saja menusuknya semakin dalam tanpa ada jalan keluar.
"Mas hanya memberikan sedikit bantuan, jangan terlalu memikirkannya. Juga jangan menganggap apa yang Mas lakukan akan membebani kamu, Mas hanya ingin mengurangi beban yang kamu tanggung Gea. Kalau ada apa-apa di masa depan, jangan sungkan untuk mengatakannya sama Mas. Jangan dipendam sendiri, sebisa mungkin Mas akan bantu kamu."
Gea tertawa, dia tidak tahu bagaimana harus merespon. Rasanya hidupnya benar-benar tidak memiliki prinsip sama sekali. Ketika pria itu menawarkan bantuan tanpa pamrih. Meski Rendra mengatakan bahwa bantuan itu dimaksudkan untuk mengurangi beban pikirannya, namun dia tahu jelas bahwa pria itu sengaja ingin semakin mengikatnya dalam rasa hutang budi secara perlahan agar tidak ada jalan baginya untuk pergi meninggalkan pria itu.
"Kamu baik Mas, apa yang kamu lakukan bukannya malah meringankan beban yang sekarang sedang aku rasakan. Tapi malah membuatku semakin merasa berhutang budi. Menurut Mas, apa yang harus kulakukan untuk menebus hutang budi ini?"
Pelukan Rendra di pinggang Gea agak mengendur, dia membalik tubuh Gea hingga menghadap ke arahnya. Pria itu lalu mengusap air mata yang menggenang di pelupuk mata Gea secara perlahan.
"Jangan menangis. Yang Mas minta dari kamu hanya satu, jangan pergi meninggalkan Mas. Apapun syarat dan keinginan yang kamu mau akan Mas turuti selama kamu berjanji tidak akan pernah meninggalkan Mas di sini."
Gea semakin tertawa yang disertai dengan tangis. Seolah tengah mentertawakan dirinya sendiri.
"Mas ingin aku jadi simpanan Mas kan? Apa itu yang kamu maksud jangan pergi dari kehidupan kamu?" Gea mengusap air matanya dengan kasar. Memandang rendah dirinya sendiri.
"Ya, benar. Memang aku bukan orang yang memiliki status sosial yang tinggi. Aku hanya seorang pekerja SPG di mall yang sedang mencoba memenuhi kebutuhan hidup dan kuliahku. Aku bukan anak orang kaya, aku berasal dari keluarga yang tidak mampu dan tidak berpendidikan tinggi. Jadi tidak heran kalau di mata kamu nilaiku hanya sebatas untuk menjadi seorang wanita simpanan." Gea tersenyum, mengabaikan air matanya yang tidak henti-hentinya mengalir membasahi pipinya.
Rendra yang mendengar perkataan Gea terdiam selama beberapa saat. Dia tidak menyukai mendengar apa yang keluar dari bibir gadis di depannya. Dia sama sekali tidak pernah memandang Gea sebagai seorang wanita simpanan, apa lagi sampai memandang rendah status sosial maupun keluarganya. Dia hanya ingin Gea tetap bertahan di sisinya dan bisa menunggu sedikit lebih lama lagi sampai akhirnya dia bisa memutuskan bagaimana ke depannya dia akan menjalani hubungan ini.
"Apa menurut kamu aku adalah pria b******n seperti itu? Mas memang terlihat seperti pria yang b******k karena telah menjadikan kamu simpanan Mas secara tidak langsung selama ini. Tapi Mas jujur saja kalau Mas memang sangat mencintai kamu Gea. Mas tidak ingin hanya sekedar bermain-main sama kamu. Kalau memang sejak awal tujuan Mas hanya ingin bermain-main dan mengambil keuntungan dari kamu, sudah sejak lama Mas akan menidurimu." d**a Rendra bergemuruh, dia bukan pria yang memiliki kesabaran ekstra. Apa lagi kondisi Gea saat ini jelas sedang tidak stabil. Gadis itu sedang marah padanya karena telah melakukan sesuatu tanpa persetujuannya terlebih dahulu, apa lagi hal ini menyangkut keluarganya.
"Memang Mas tidak pernah melakukan hal-hal di luar batas selama ini. Tapi akhir-akhir ini, apa Mas tidak merasa bahwa Mas mulai melewati batas-batas yang sudah Mas tetapkan sejak awal?"
"Gea, kalau kamu memang tidak ingin menjadi simpanan, maka Mas siap menikahi kamu saat ini juga. Ayo kita menikah secara agama." Rendra memegang kedua pundak Gea dan meremasnya dengan lembut, memberikan tatapan penuh tekadnya dan kesungguhannya akan kata-kata yang dia ucapkan.
"Menikah? Lalu bagaimana dengan istrimu?"
Gea menggelengkan kepalanya, dia berpikir bahwa baik dia maupun Rendra sudah benar-benar gila jika pernikahan yang disebutkan oleh pria itu benar-benar terjadi. Nuraninya sebagai perempuan dan juga harga dirinya akan benar-benar dipertaruhkan. Menikah dengan pria yang jelas-jelas sudah beristri. Bahkan istrinya tengah mengandung anaknya.
"Apa kamu sedikitpun tidak pernah memikirkan bagaimana perasaan istrimu Mas? Dia sedang hamil anak kamu saat ini, kamu tidak ingin ada di sisinya dan menemaninya sebagai sosok suami yang baik? Kenapa kamu malah berselingkuh dan berniat untuk menikahi wanita simpananmu? Apa kamu sudah gila?" Gea tidak habis pikir, dia mendorong dan memukuli d**a Rendra sebisa yang mampu dia lakukan.
Hatinya benar-benar sakit. Tekanan batin ini terasa menyesakkan dadanya. Meski dia berada dalam posisi sebagai simpanan, namun dia juga manusia yang bisa merasa sakit hati. Tidak terbayangkan bagaimana rasa sakit hatinya istri Rendra jika sampai mengetahui keberadaannya di sini. Bagaimana pria itu pagi-pagi sekali bisa datang ke sini dan memeluknya di pagi hari.
"Mas tahu Mas bukan pria yang baik Gea, tapi Mas tidak ingin kehilangan kamu. Mas cinta sama kamu, Mas tidak mencintai istri Mas. Apa menurut kamu Mas akan bahagia bersama dengan seseorang yang tidak Mas cintai?"
Di sisi lain, Rana tengah memegangi mulutnya saat gejolak rasa mual dirasakannya di pagi hari. Dia melihat kasur di samping tempat tidurnya sudah dingin. Dia buru-buru berlari ke kamar mandi. Memuntahkan isi perutnya yang hanya berupa cairan saja.
"Nak, maafkan Mama. Mama bahkan tidak yakin tentang apa yang terjadi malam itu. Mama harap kamu bukanlah sebuah kesalahan yang Mama buat. Apapun yang terjadi, Mama akan tetap mempertahankan kamu." Rana tampak menengadahkan kepalanya saat air mata menetes membasahi pipinya.