"Jadi bagaimana? Sudah ada keputusannya Freya?" tanya Zyan sambil membuka beberapa lembar kertas terkait dengan kontrak kerja yang di tujukan untuk Freya.
Dahi Zyan berkerut setelah berhasil membaca nama seseorang yang tertulis di dalamnya. Lalu mengulang pertanyaannya pada Freya. "Biar saya tebak. Kamu keberatan untuk menandatangani kontrak ini kan?" Menatap Freya dengan sudut alis yang terangkat.
Freya masih hening, entah apa yang ada di pikirannya saat ini. Menatap iris pekat milik sang suami sepertinya lebih menarik bagi perempuan itu, dari pada menjawab pertanyaan Zyan.
"Begini, pak. Freya sebenarnya memang berat untuk menerima tawaran kerja ini. Ada beberapa hal yang menjadi bahan pertimbangannya," sahut Gista mewakilkan Zyan. Mau bagaimana lagi, jika tidak di jawab langsung, bisa saja mood Zyan akan berubah menjadi jelek. Seperti yang di ketahui jika Zyan tidak suka di abaikan begitu saja, apa lagi saat dirinya bertanya.
Seutas senyum tipis menghiasi wajah Zyan, senyum yang di artikan Freya sebagai penghinaan untuknya. Zyan mengetahui betul jika istrinya tidak terlalu menggilai popularitas, ia juga yakin jika nama seorang aktor yang sempat terbaca olehnya yang menjadi penyebabnya.
'Sudah ku duga Freya, kamu enggak akan terima tawaran ini. Meski pun bintang berkilau tengah menanti untuk menyambutmu,' batinnya percaya diri.
Tapi Zyan tidak menunjukkan ekspresi bangganya di hadapan orang orang yang ada di dalam ruangan itu. Zyan tetap tampil santai seperti biasanya saat berada di perusahaan.
"Karena Axel?" tebak Zyan lagi.
Tidak bisa di pungkiri, jika Axel yang menjadi salah satu penyebab Freya tidak ingin menandatangani kontrak kerja itu. Axel merupakan aktor berdarah Tiongkok-Prancis yang lahir di Indonesia dan memulai karir di Negara China yang menjadi tempat tinggalnya selama ini. Freya sudah dua kali terlibat kontrak kerja bersama Axel. Pertama saat menjadi bintang iklan produk shampo ternama dan terakhir saat membintangi sebuah film pendek yang melibatkan beberapa artis tersohor dari berbagai negara. Dari sanalah Freya tidak menyukai kepribadian Axel yang di anggapnya 'genit'.
Gista dan Sasa menatap Freya bersamaan, sepertinya mereka ingin memberi kode pada Freya, namun tak berhasil karena Freya terlebih dahulu menganggukkan kepalanya sambil menatap Zyan.
"That's true," sahutnya santai.
Bibir Zyan terangkat ke atas, lalu menyandarkan tubuhnya ke kepala kursi. "Baik. Tidak masalah, ki-"
"Tapi sepertinya Axel enggak akan jadi penghalang buat saya." Freya menyela ucapan Zyan.
"Maksud kamu?"
"Sebagai artis yang telah di perhitungkan namanya di tingkat internasional, sudah seharusnya saya bersikap profesional kan? Jadi ..." Menjeda ucapannya menatap Zyan dengan mata yang berbinar, seakan dirinya baik baik saja.
Baik Zyan, Gista dan Sasa kini memfokuskan mata pada Freya. Menunggu kelanjutan kata kata yang akan keluar dari mulut perempuan yang memiliki iris hazel itu.
"Saya akan terima kontrak kerja ini." Keputusan Freya berubah total. Tidak ada keraguan di hatinya lagi. Padahal sebelumnya Freya sangat bersikeras untuk menolaknya.
"Haah... Akhirnya, Freya." Sasa menepuk nepuk tangannya sendiri karena terlalu girang.
Terlebih Gista yang langsung menghela napas lega di iringi dengan kedua tangan yang saling bertautan.
Sementara Zyan? Laki laki itu langsung mengetatkan rahangnya dengan tatapan yang tak terbaca mengarah pada sang istri. Kedua tangannya yang terlipat di depan d**a tampak mengepal sempurna.
"Mana yang harus aku tanda tangani, mbak?" tanyanya pada Sasa.
Gista langsung menerima beberapa dokumen penting dari Sasa yang telah di pelajarinya beberapa hari yang lalu, dan menyodorkan pada Freya.
"Kalau enggak ada halangan, pembacaan naskah pertama akan di langsungkan tiga bulan mendatang, aku sudah bertanya dengan Gista, sudah di pastikan kamu enggak ada jadwal syuting apa pun saat itu. Dan untuk proses syutingnya sendiri memakan waktu dua sampai empat bulan di dua negara. Jadi kondisi kamu benar benar harus fit ya, Frey." Sasa memberi peringatan kembali selama Freya membaca ulang poin poin penting dalam dokumen yang akan di tanda tanganinya itu.
Freya berdehem tanpa melepaskan fokusnya. "Paham mbak. Lagi pula ini bukan yang bertama untuk aku kerja dengan perusahaan luar kan?" Menyombongkan dirinya di hadapan Zyan yang saat ini masih setia duduk mengamati pergerakan Freya tanpa suara.
'Argh sial ni mulut. Kenapa juga harus setuju sih. Freya, Freya... Sepertinya kamu mulai cemburu dengan hubungan gelap suamimu itu. Argh...' batin Freya bertentangan dengan apa yang telah di ucapkannya.
Tangan Freya sudah meraih pulpen yang tergeletak di sebelah kertas tersebut, bersiap untuk membubuhi tanda tangan di atas materai yang telah tertempel di atasnya.
"Kamu yakin?" Suara Zyan berhasil membuat Freya mengurungkan pergerakan tangannya di iringi dengan helaan napas darinya.
Sebelum menjawab, Freya sempat kembali ragu dengan keputusannya itu. Ia pun tak tahu apakah benar keputusan yang di ambilnya saat ini. Tapi, setelah bayangan beberapa hari lalu saat dirinya melihat dengan mata kepala sendiri kehadiran Mitha di dalam kamar apartemen milik Zyan, hatinya kembali tercabik. Terlebih bagaimana Zyan bersikap manis dan lembut pada Mitha--perempuan yang tidak memiliki ikatan sakral dengannya di mata tuhan. Sementara dirinya yang jelas jelas berstatuskan istri sah Zyan justru mendapat siksaan batin. Di tambah dengan kehadiran Mitha beberapa saat lalu di perusahaan itu, semakin membuat Freya memantapkan hatinya untuk menyetujui kontrak kerja tersebut.
"Sangat yakin," sahutnya mantap dengan bibir yang melengkung ke atas sempurna, yang semakin membuat Zyan geram.
Tanpa ingin menjawab, Zyan menganggukkan kepalanya sambil mengacungkan jempol tangannya dan langsung pergi begitu saja meninggalkan ruang kerjanya dengan ekspresi yang tak bisa di tebak.
Sesak d**a Freya melihat ekspresi yang di tampilkan oleh Zyan. Jika saja Zyan melakukannya dengan hati yang lembut, sedikit saja, Freya tidak akan bertindak seperti ini. Jauh di lubuk hati Freya, ia hanya ingin menjadi istri yang patuh pada sang suami, dan mengabdikan dirinya hanya untuk mendapat keberkahan dari sang pencipta. Bahkan, Freya siap jika di minta untuk meninggalkan panggung hiburan yang telah membesarkan namanya itu. Tapi, sepertinya itu hanyalah sebuah mimpi yang tak akan pernah menjadi kenyataan untuk Freya. Jangankan menjadi nyata, mampir saja mungkin enggan. Miris sekali.
Sementara, di tempat yang berbeda.
Zyan berjalan dengan langkah gusar. Dadanya tak kalah sesak dengan yang di rasakan oleh Freya. Ia memasuki ruang kerjanya dengan amarah yang menggelayuti benaknya.
Kepalan tangan yang sejak tadi tidak terbuka itu pun langsung menghantam dinding tepat di samping pintu ruang kerjanya.
"s**t!!!" umpatnya setelah beberapa kali menghantam tembok yang tidak bersalah itu.
Karena suaranya yang berteriak, sampai sampai membuat Samuel yang baru saja masuk ke dalam ruang kerja sang bos mundur beberapa langkah dan nyaris membentur pintu.
"Tuan, a-"
"KELUAR!" teriak Zyan.