Alasan Mengapa

1008 Words
"Aku nggak mau, Buk!" Elleanor menangis sesenggukan di atas kasur dalam posisi tengkurap. Ia menenggelamkan wajah pada bantal untuk meredam isak. "Nduk, Ibuk sudah telanjur bikin kesepakatan sama dia. Semua nggak bisa dibatalin!" "Terus kenapa Ibuk nggak ngomong dulu sama aku dari awal? Aku masih kecil, Buk. Masih 17 tahun." Araya menghampiri putri semata wayangnya, duduk di pinggiran ranjang. "Nduk, maafin Ibuk karena sudah mengambil keputusan sepihak. Tapi ini semua demi kebaikan kamu sendiri. Jordiaz sudah mapan. Hidupnya nyaris sempurna, hanya kurang seorang pendamping. Ibuk yakin kamu bakal bahagia sama dia." "Tapi, Buk ... a-aku ... aku belum siap!" "Ayolah, Nduk! Lagian kamu mau ngapain setiap hari di rumah? Nonton gosip, unting, main. Ibuk nggak mau hidup kamu monoton seperti itu terus! Jika kamu dan Jordiaz menikah, kamu bisa melihat bagaimana indahnya dunia luar. Ibuk hanya pengen kamu bahagia. Itu aja!" Isak tangis Elleanor memudar. Ia sudah mulai tenang karena kata-kata tulus sang Ibu. Gadis itu akhirnya mau mengangkat wajah, menatap Araya. Elleanor tertegun menatap raut wajah wanita itu. Wajah ibunya terlihat penuh beban, seperti menyembunyikan sesuatu. Elleanor yakin, alasan sebenarnya di balik rencana pernikahan mendadak ini bukan semata-mata Araya menginginkannya untuk bahagia. Tidak sesederhana itu. "Buk, apakah aku harus menikah dulu untuk bisa melihat dunia?" tanya Elleanor kemudian. Araya tercenung mendengar pertanyaan putrinya. Ia tahu Elleanor akan mengajukan banyak pertanyaan seperti ini. Mengingat anak ini memiliki otak encer yang diwarisi dari Taylor. Bahkan saat masih sekolah dulu, Elleanor selalu mendapat peringkat pertama secara paralel. "Ibuk pasti punya alasan lain, kan?" imbuh Elleanor. Detak jantung Araya terpacu. "Alasan apa? Nggak ada, Nduk! Ibuk bener-bener cuman pengen kamu bahagia." "Ibuk jangan bohong! Pasti ada yang Ibuk sembunyiin, kan? Apa itu, Buk? Jika alasan itu cukup kuat, dan solusi satu-satunya adalah aku harus menikah, maka aku nggak akan nolak lagi." Elleanor mengatakannya dengan penuh keberanian dan keyakinan. "Asal Ibuk mau ngomong alasan yang sebenernya dulu ke aku." Araya tak menjawab dan justru mulai terisak. Elleanor mendekat dan memeluknya. "Maafin, Ibuk, Nduk,” kata Araya di sela isakan. “Ibuk bener-bener minta maaf." *** Pernikahan itu berlangsung sakral dan khidmat. Dilanjutkan prosesi resepsi yang meriah. Perayaan pernikahan yang bisa dikatakan paling fenomenal di sepanjang sejarah desa Rembang. Elleanor si Bule yang cantik jelita akhirnya menikah dengan Jordiaz, seorang PNS berusia 36 tahun. Dengan kata lain, Jordiaz 20 tahun lebih tua dari Elleanor. Beberapa tetangga menyayangkan keputusan Araya untuk menikahkan putrinya. Apalagi dengan perjaka tua seperti Jordiaz. Ya, di desa memang banyak gadis muda yang menikah muda. Tapi setidaknya mereka telah lulus SMA. Umur rata-rata sudah 18 tahun. Sedangkan Elleanor? Ia masih terlalu muda. Jordiaz telah mengatur segala hal tentang pernikahan ini dengan sangat apik. Termasuk mengurus izin, karena si Calon Istri masih di bawah umur. Satu hal yang membuat orang bertanya-tanya. Dalam pernikahan sebesar dan semewah ini, Jordiaz sama sekali tak membawa anggota keluarga. Satu minggu setelah menikah, Elleanor pasrah dibawa pulang oleh Jordiaz. Sedih rasanya hati Elleanor ketika mengingat saat berpamitan dengan Araya tadi. Semua orang menangis, Araya, Elleanor, dan tetangga-tetangga yang menyaksikan, ikut menghantarkan kepergiannya. Elleanor sadar betul, semuanya tak akan sama lagi. Dalam perjalanan, Jordiaz berhenti di depan sebuah salon. Jordiaz meminta lelaki kemayu yang mengelola salon untuk melakukan make-over pada Elleanor. *** Elleanor tersenyum menatap pantulan dirinya dalam kaca spion. Ia benar-benar puas dengan hasil pekerjaan lelaki kemayu itu. Ia melakukan sentuhan di sana-sini hingga penampilan Elleanor berubah drastis. Dari seorang gadis desa yang lugu, menjadi seorang gadis kota yang elegan. Satu hal yang Elleanor tak suka, ia jadi kelihatan jauh lebih tua dari usianya. Mobil Fortuner warna putih ini akhirnya memasuki pelataran salah satu rumah. Elleanor tak bisa menutupi keterkejutannya begitu melihat betapa besar dan megah rumah yang ada di hadapannya. Pantas saja pagar yang mengelilingi rumah ini begitu tinggi dan kokoh. Seorang lelaki berseragam serba hitam menghampiri mereka. Jordiaz memintanya untuk membawa semua barang Elleanor ke dalam. Jordiaz kemudian berjalan mendahului Elleanor. Gadis itu segera menyusul, mengekor di belakangnya. Entah apa yang dipikirkan Elleanor, hingga ia tak menyadari bahwa Jordiaz sudah berhenti berjalan untuk membuka pintu. Alhasil, keningnya baru saja menabrak punggung kokoh sang Suami. Elleanor mengusap keningnya cepat. Elleanor juga heran, kira - kira apa makanan Jordiaz sampai lelaki itu bisa tumbuh setinggi sekarang? Jauh di atas rata - rata tinggi orang Indonesia pada umumnya. Ia saja yang keturunan bule, tidak bisa tumbuh tinggi. Itu karena ia mewarisi gen Araya yang terbilang cebol. Karena Jordiaz tak berkomentar apapun tentang kecerobohannya, Elleanor pun hanya diam. Menunggu apa yang akan dilakukan oleh lelaki itu selanjutnya. Pintu besar berwana putih tulang itu kini terbuka lebar. Lagi - lagi Jordiaz mendahuluinya berjalan. Seperti tadi, gadis itu kembali membuntut suaminya. Uhm, sebenarnya lebih mirip anak ayam yang mengekor induknya. Dan Elleanor baru saja menyadari satu hal. Ternyata Jordiaz bukan tipe orang yang banyak bicara. Sepertinya hidup Elleanor akan sangat membosankan mulai sekarang. Rumah ini seisinya benar - benar terlihat mewah dan megah. Elleanor tak pernah tahu bahwa di Kediri ada orang yang memiliki rumah sebesar ini. Atau memang dirinya saja yang katrok, karena tak pernah keluar dari desa. Jangan-jangan semua rumah di kota memang megah dan mewah begini. Langkah Jordiaz terhenti di salah satu ruang. Ruang makan lebih tepatnya. Karena memang sudah jamnya, orang - orang di rumah ini sedang menikmati jamuan makan siang. Ada seorang lelaki berambut putih, wanita yang sudah cukup berumur namun cantik, dan juga laki - laki yang berwajah mirip dengan Jordiaz tapi tanpa kumis tipis. Menyadari kedatangan Jordiaz dan Elleanor, mereka semua menoleh. "Sayang!” sapa si Wanita. "Ma, Pa, Zaldi, ini Elleanor . . . istri aku." Ketiga orang itu tak bisa menutupi keterkejutan mereka. Mereka seketika berhenti makan sejenak. Laki-laki yang berwajah mirip Jordiaz malah sudah berdiri. Elleanor bisa melihat kemarahan yang tersirat di wajahnya. Lelaki itu kemudian bergegas pergi dari sana tanpa berniat menyapa kedatangan Jordiaz dan Elleanor sama sekali. "Zaldi!" seru si Wanita. "Zaldi!" Kali ini si Lelaki berambut putih. Sayang sekali, panggilan mereka sama sekali tak diindahkan. Zaldi terus berlari menuju area pribadinya yang tak pernah disentuh siapa pun di rumah ini.
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD