Bab 2 |• Berupaya Membenci

2028 Words
Anna menatap pantulan dirinya di cermin. Ia baru selesai menaburkan bedak tipis di wajahnya, tak lupa memoleskan lip balm agar bibirnya tidak kering. Gadis itu tersenyum. "Ah! Kau memang sangat cantik Anna. Tunggu saja jodohmu akan segera datang," ujarnya berbicara pada dirinya sendiri. Dengan cepat Gadis itu mengambil ponselnya dan segera keluar dari rumah sederhananya. Ini rumah peninggalan ibunya yang meninggal beberapa tahun yang lalu, saat usianya baru menginjak 10 tahun. Anna tersenyum menyemangati dirinya sendiri. Saat di halte, Gadis itu mengernyit heran saat melihat tidak ada orang di sana. Biasanya kan jam segini akan ramai. Anna menatap jam tangan yang melingkar di pergelangan tangan kirinya. "Ini baru jam setengah 7, Kenapa sudah sepi?" Anna mengedarkan pandangannya ke sekitar jalanan yang nampak ramai. Kemudian tatapannya mengarah ke atas. Matahari sudah terlihat lumayan tinggi, padahal ini terbilang masih sangat pagi, pikir Anna. Saat sibuk mempertanyakan keberadaan orang-orang yang biasanya menunggu Bis di halte. Tiba-tiba ia teringat sesuatu. "ASTAGA KENAPA BISA LUPA?! JAM KU TELAT SATU JAM!!" pekik Anna yang langsung berlari tanpa pikir panjang. Mengingat jika jamnya yang telat sejam, dan di jamnya pukul 06.30. itu tandanya Anna suda telat 30 menit. Anna semakin mempercepat larinya, hingga tiba-tiba ia berhenti. "Bodoh! Sekencang apapun aku lari. Aku tidak akan sampai cepat," gerutu Anna menghentikan langkahnya. Gadis itu melihat taksi dari kejauhan dengan nafas yang terengah-engah. 'Tidak apa-apa hari ini naik taksi dulu. Daripada dipecat Mr. Daniel!' pekik Anna dalam hati. Saat taksi yang dilihatnya sudah mendekat. Cepat-cepat Gadis itu melambaikan tangannya agar taksi tersebut berhenti. Dan seperti yang ia pikirkan, taksi tersebut berhenti. Dengan cepat Gadis itu masuk ke dalam dan menyebutkan alamat yang ia tuju. "Restoran RND. Cepat, Pak! Saya udah telat," desak Anna dengan nafas terengah. "Iya Nona sabar!" balas supir taksi itu segera melajukan mobilnya menuju tempat yang baru saja penumpangnya katakan. Drtt.. Ponsel Anna bergetar, sebuah pesan masuk mengejutkannya. Pesan itu dari Pristin, teman barunya. _____ Pristin | Kau di mana, An? Mr. Daniel bahkan sudah datang dari tadi. Bisa-bisanya kau telat dihari pertama Mr. Daniel kembali masuk! _____ Anna cemberut menatap pesan dari Pristin. Gadis itu kembali menatap pria paruh baya yang menjadi supir taksi. "Saya sudah sangat terlambat, Pak," adu Anna dengan suara sedihnya, membuat pak supir itu iba. "Iya Nona, saya sudah berusaha lebih cepat." "M-makasih ya, Pak." Sementara itu di tempat lain, Daniel terkejut saat tiba-tiba sebuah portal berwarna hitam terbuka di depan mejanya. Danzel muncul dengan ekspresi datarnya. "Ada apa?" tanya Daniel bingung. Danzel menggeleng. Pria itu langsung duduk di kursi sofa yang tak jauh darinya dengan santai. Pria itu mengedarkan pandangannya ke sekitar ruangan adiknya itu. Ini adalah kali pertama Danzel datang kemari. Tepat jam 7 pagi, Daniel sudah ada di Restorannya. Ia ingin mengecek siapa pekerja yang telat. Karena itulah ia sempat memerintahkan Alex agar menyuruh pekerja yang telat ke ruangannya. "Kau---" "Daniel. Bisakah kau ke Mansionmu sekarang? Elyza ada di sana." Danzel mengangkat sebelah alisnya tinggi saat Daniel tak melanjutkan ucapannya. Meskipun penasaran, Danzel tetap enggan untuk bertanya. Ia malas mengeluarkan suaranya saat ini. "Emm. Bisakah kau menggantikanku saat ini?" tanya Daniel penuh harap pada kakaknya. Danzel merespon dengan tatapan bertanya. "Elyza ada di Mansion. Aku tidak tau, Ibu tiba-tiba menyuruhku ke sana. Kau hanya perlu menanyakan alasan kenapa para pekerja yang terlambat." Danzel kembali mengangkat sebelah alisnya seraya menatap Daniel tajam. "Kau tau aku tidak suka bertemu orang asing bukan?" tanya nya dengan suara dingin khasnya. Daniel memutar bola matanya malas. "Oh ayolah Kakak. Kau hanya perlu menyakan hal itu pada 1 orang gadis lagi. Alex bilang tinggal satu orang yang masih di jalan," ujar Daniel seraya beranjak dari duduknya. "Cih! Merepotkan," gumam Danzel membuang tatapannya ke arah lain. Daniel terkekeh seraya berjalan keluar dari ruangannya. Danzel hanya menghembuskan nafasnya kasar dan berjalan menuju kursi Daniel yang di belakangnya terdapat kaca transparan memperlihatkan pemandangan kota di dunia manusia. Bukan tanpa alasan Danzel sangat tidak menyukai bertemu orang asing. Apalagi makhluk yang berjenis perempuan, para manusia itu pasti akan memandangnya memuja. Ia yakin itu. ... Anna yang baru sampai, segera memasuki Restoran dengan langkahnya yang sedikit ia percepat. Tapi tiba-tiba Gadis itu langsung berlari ke ruang belakang untuk mengganti seragamnya. Pristin menghampiri Anna. "Cepatlah ke ruangan Mr. Daniel! Yang terlambat hari ini harus menghadapnya langsung," seru Pristin mengagetkan Anna yang baru selesai berganti seragam dan juga mengikat rambutnya. Anna hanya bisa mengangguk. "Ya terimakasih. Aku akan segera ke lantai atas." RND Restaurant, yang dikelola Daniel selama bertahun-tahun ini memilik 5 lantai. Di lantai 4 merupakan ruangan VVIP sedangkan lantai 3 merupakan ruangan VIP. Sementara untuk lantai 1 dan 2 untuk pelanggan biasa. Berbeda dengan lantai 5 yang merupakan lantai khusus pemilik Restoran, termasuk Alex yang juga memiliki ruangan sendiri di lantai tersebut. Anna segera memasuki lift dan menekan angka nomor 5. Dalam diam ia menerka-nerka apa yang akan Mr. Daniel katakan padanya nanti? Takutnya ia dicap sebagai pekerja yang pemalas. Ting!! Suara lift yang berdenting menyadarkan Anna dari lamunan singkatnya. "Ekhem!" dehem gadis itu yang tiba-tiba saja merasa tenggorokannya kering. Anna berjalan keluar, tak lupa juga sedikit membenahi rambutnya yang tengah diikat. "Nona Annastasia?" Si empunya nama menoleh saat seorang pria berperawakan cukup tinggi menghampirinya. "Eh Iya pak Alex?" balas Anna berusaha menetralkan suaranya. Pria itu tersenyum. "Sebelah sini, Nona," ujarnya terlihat semangat sambil mengarahkan Anna untuk mengikuti dirinya. "Silahkan masuk Nona Annastasia, Mr. Daniel ada di dalam," beritahu Pak Alex masih dengan senyum semangatnya. Anna tersenyum kikuk. "A-ah hahaha. Ya, aku bisa sendiri. Pak Alex bisa pergi," gumam Anna kikuk, bermaksud mengusir. Untungnya Pak Alex menurutinya. Pak Alex meninggalkan Anna sendirian saat gadis itu kini tengah berdiri di depan pintu yang terlihat berbeda dibandingkan yang lain. Sekali lagi, ia merapikan seragam ataupun rambutnya. Anna menghembuskan nafasnya pelan dan memantapkan pikirannya agar segera membuka pintu di depannya itu. Ceklek! Begitu suara pintu ruangan terdengar terbuka, Danzel yang tadinya menunduk langsung mendongak. Anna langsung melihat seorang pria yang memiliki ketampanan tidak manusiawi itu membelalak dengan mulut terbuka lebar. 'Astaga apa dia jodohku?!' pekik Anna dalam hati. Karena terlalu terpesona, Anna sampai tidak memperhatikan langkahnya. Kaki kanannya yang tersangkut di kaki kirinya membuat Anna tidak bisa menjaga keseimbangan tubuhnya, dan membuat ia terjatuh dengan tidak elitnya. Bruk! "Akhs!" Anna meringis saat tubuh bagian depannya menghantam kerasnya lantai. Untung saja kedua tangannya refleks ke depan d**a. Jadi hal berharganya itu tidak lecet. Astaga! Anna benar-benar malu. Sudah datang terlambat, sekarang malah jatuh dengan tidak elitnya karena terpesona akan ketampanan pria di depannya itu. Sementara Danzel tengah duduk memerhatikan tingkah gadis di depannya dengan mata tajamnya. Danzel menatap intens tubuh juga wajah Anna bergantian. dan di detik itu juga, kernyitan yang tadinya tercetak jelas di wajahnya langsung memudar hanya dalam sekali kedip. Danzel menatap Anna dengan datar. Sedangkan yang ditatap tak kunjung bangun dari posisinya. Sedari tadi, Anna merutuki kecerobohannya dalam hati. Dia sudah membuat dirinya sendiri mendapatkan cap buruk di hadapan pria yang entah siapa ini. Dan parahnya ia tengah dalam masalah terlambat sebelumnya. Mungkin dia tidak perlu terlalu berharap untuk bekerja lagi di tempat ini mulai sekarang. "Ck!" Mendengar suara decakan yang terdengar jengkel dari arah depan, Anna cepat-cepat bangkit dari posisi konyolnya itu. "M-maaf kan saya M-mr." ujar Anna dengan gugup sesekali meremas tangannya sendiri yang sudah basah karna keringat. Bukannya menjawab, Danzel justru memilih mengacuhkan permintaan maaf gadis itu. Sedangkan Anna yang sedari tadi menunduk tak kunjung bergerak. "Ck. Bisakah kau duduk?!" sentak Danzel kesal dan menatap Anna dengan tajam. Tanpa menjawab Anna segera duduk dihadapan Danzel setelah menelan salivanya paksa. Anna sedari tadi terus menundukkan kepalanya. Ia bahkan tidak tau siapakah pria di hadapannya ini. Karena melihat banyaknya perbedaan di antara mereka pria ini dan juga Mr. Daniel. Mereka hanya mempunya sedikit kemiripan di wajah. Tapi Mr. Daniel lebih terlihat ramah, sedangkan pria di depannya ini sangat-sangat menyeramkan. Danzel semakin jengkel karena Anna tak kunjung mengangkat pandangannya. "Saya di depanmu, bukan di bawah!" desisnya seraya mendengus. "M-maaf Mr. Saya tidak akan mengulangi---" "Terserah!" Anna berusaha menahan tangannya yang ingin mengelus dadanya sendiri karena sikap menjengkelkan yang pria ini miliki. Anna memutuskan untuk mendongak, dari pada ia dicerca lagi oleh pria arogan itu. Namun, di detik itu juga ia seolah merasakan pasokan udaranya menipis. Ia seakan terhipnotis oleh mata abu-abu yang pria itu miliki. Tatapan tajam, dengan rahang kokoh dan juga hidung yang mancung, alis tebalnya sungguh membuat Anna tak bisa mendeskripsikan makhluk kelewat tampan di depannya ini. "Ekhem!!" Gadis berambut coklat itu tersentak saat mendengar deheman dari sosok pria di hadapannya. Berbeda dengan Anna yang terkejut, Danzel justru menatap Anna dengan tajam serta rahang yang mengeras. Dan hanya pria itulah yang tahu penyebab dirinya bersikap seperti itu. *** Setelah pintu di belakangnya tertutup, Anna menatap kedepan dengan tatapan kosong. Gadis itu menggelengkan kepalanya mencoba mengenyahkan pikirannya yang sedari tadi terasa was-was saat berbicara dengan pria tadi. "Jadi.... dia kakak dari Mr. Daniel, yang berarti juga pemilik Restoran ini?" gumamnya sendirian. "Ck!" decaknya seraya berjalan meninggalkan ruangan itu. Ia mengernyit sedikit kesal karena selalu memikirkan pria tembok tadi. Ingatannya berputar pada perkataan Danzel beberapa saat lalu. Ia rasanya ingin menangis, tapi sekuat tenaga ia tahan. "Kau tidak pantas menjadi bagian dari tempat ini!" "M-maaf. Anda siapa Mr? "Saya kakak dari pemilik tempat ini. Dia memintaku untuk mengurus pekerja pemalas sepertimu." Tes! Anna mengusap pipinya saat merasakan setetes air matanya yang turun. "Jangan pernah muncul di depan saya lagi. Setelah melihatmu, saya rasa..... Saya membencimu." 'Bagaimana bisa dia membenciku hanya dalam sekali pertemuan? Dasar aneh!' pekik Anna dalam hati. Bruk! "Akhh!!" ringis Anna saat bokongnya mendarat di atas lantai yang keras itu. Karena memikirkan perkataan pria tadi, sungguh membuatnya tak fokus dan pada akhirnya ia kembali jatuh. Dasar ceroboh! "Oh maafkan aku, Nona. Aku tidak melihatmu karena mengangkat telfon dari seseorang." Anna menatap pria yang menjulurkan tangannya padanya, tanpa ragu ia meraih tangan itu agar bisa berdiri. "Tak apa... dan terimakasih," seru Ana memaksakan senyumnya. Anna tidak memerhatikannya dengan jelas. Sosok pria di depannya itu adalah sosok idaman para wanita tapi Anna sedang tidak mood untuk banyak bicara. Ia memaksakan senyumnya dan berjalan pergi meninggalkan sang pria yang terus menatap punggungnya dengan kening mengernyit. "Siapa dia?" tanya Daniel pada Alex yang berada di belakangnya. "Dia Nona Annastasia Mr." 'Padahal baru semalam Mr. Daniel menanyakan nama Annastasia. Tapi sekarang dia sudah lupa.' Daniel menganggukkan kepalanya seraya berjalan menuju ruangannya, meninggalkan Alex yang kembali ke ruangannya. Baru saja membuka pintu dan menutupnya kembali, ia melihat Danzel yang telah membuka portal. "Kau mau pulang?" Pertanyaan Daniel menghentikan Danzel. Sekembalinya Daniel dari Mansion, pria itu tidak membuka portal di ruangannya. Tapi ia sengaja lewat lift setelah berteleport di lantai 4 tadi. Karena saat keluar meninggalkan Danzel, ia memang keluar dari ruangannya dan dilihat Alex. Jadi ia membuka portal untuk menuju Mansion nya itu di lantai 4. "Ya. Di sini sangat membosankan," jawab danzel dengan raut wajah datar. "Oh ayolah. Dunia manusia ini sangat menyenangkan, Kau saja yang membosankan dan kaku." Danzel tidak marah oleh ucapan blak-blakan dari Daniel. Sudah terbiasa ia diejek atau disindir oleh adik pertamanya itu. "Oh! Bagaimana dengan tadi?" tanya Daniel saat mengingat pertemuan tak wajarnya bersama Anna. "Tidak ada yang spesial. Dia ku usir," gumam Danzel santai dan langsung memasuki portalnya tanpa menunggu respon yang akan Daniel berikan. Sedangkan Daniel membelalakkan matanya terkejut. Kakaknya itu memang seenaknya dalam bersikap. Ck! Sepertinya dia juga bodoh karena membiarkan kakaknya menangani seorang perempuan, terlebih manusia? Yang benar saja! Danzel pasti akan mengusirnya tanpa pikir panjang. Daniel menghembuskan napasnya. "Kenapa dia sangat membenci manusia?" gumamnya jengkel. Di lain tempat, Danzel langsung menuju kamarnya yang dipenuhi warna gelap tanpa ada tambahan warna sedikitpun didalamnya. Ia merebahkan tubuhnya di atas ranjang nyamannya itu. Ranjang yang memang nyaman namun tak cukup kuat untuk bisa membuatnya tertidur dengan nyenyak. Ia memandang langit-langit kamar dengan pandangan menerawang. Memikirkan sesuatu yang telah ia tanamkan dipikirannya sejak ia masih sangat muda. "Maafkan saya karena mengganggu anda My Lord. Princess Veizy ingin bertemu secara pribadi dengan anda." Danzel mengernyit saat mendengar suara salah satu prajuritnya dari luar kamarnya. "Hm!" gumam Danzel singkat. Danzel menghembuskan napasnya seraya bangkit dari posisi berbaringnya. Tatapannya selalu saja datar atau menajam. "Aku harus selalu membencinya." . .
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD