Bab 4 |• Bertemu Vampire

2023 Words
"Veizy ingin menemuimu." Daniel mengernyit. Baru saja Danzel menghubunginya melalui pikiran. Dan apa katanya? Veizy? Ck! Pasti Danzel akan ikutan kemari. Daniel berpikir sejenak, Kakaknya itu memecat Anna kemarin lusa. Dan sekarang Danzel akan kemari, dan tidak menutup kemungkinan kan jika mereka akan bertemu? Daniel mengambil ponselnya dan menghubungi Alex. Untungnya di dering pertama pria itu sudah mengangkat telefonnya. "Ada apa Mr. Daniel?" "Alex, bisakah kau menyuruh nona Annastasia agar pulang lebih awal hari ini?" Daniel menatap jam yang sudah menunjukkan pukul 16.02. "Ah tidak, sekarang saja," sambung Daniel. Alex merasa bingung dengan perintah Daniel yang aneh. Tapi mau tak mau ia tetap menuruti perintah dari atasannya itu. "Baik, Mr. Daniel." Daniel menghela nafas lega. Ck! Ini benar-benar aneh, tapi entah kenapa Daniel merasa jika Danzel dan Anna jangan dipertemukan untuk hari ini. Padahal ia tidak tahu percakapan Danzel dan Anna hari itu. Daniel hanya mengikuti firasatnya saja. *** Sore ini di Restoran RND tampak ramai dan berisik. Kedatangan seorang pria dengan fisik yang seolah sempurna, sungguh menghebohkan para pekerja di Restoran tersebut. Kedatangan Danzel sore ini bersama seorang gadis cantik yang penuh daya tarik, mengundang decakan kagum, iri, memuja, dan penuh ketertarikan terhadap keduanya. Para pekerja di sana tidak ada yang tau siapa dua orang itu, tapi jika melihat dengan jelas, wajah si pria sangat mirip dengan Daniel yang merupakan pemilik tempat mereka bekerja. Sama seperti yang Anna pikirkan, jika bedanya Daniel lebih lembut dan ramah sedangkan Danzel lebih hot dan terlihat dingin. Apa yang kedua insan itu miliki sangat sempurna. Si Gadis bermanik emerlad itu berjalan berdampingan di samping Danzel dengan senyum yang merekah di wajahnya. "Berhenti melemparkan senyum mu, Vee!" Si empunya nama menoleh ke arah Danzel. Tak lupa juga memutar bola matanya malas. Baru saja pria itu berbicara dengan nada penuh perintah. Ck! Ya, seperti biasa. "Oh ayolah. Apa salahnya melemparkan senyum ramah?" gerutu Veizy membuang muka. Tapi tidak ada tanggapan dari Danzel. Hanya decakan pelan yang tertangkap indera pendengaran Veizy. Gadis itu terkekeh. Dasar labil! Mereka berdua memasuki lift untuk menuju ruangan Daniel. Sebenarnya bisa saja jika mereka langsung ke ruangan Daniel menggunakan portal, tapi Veizy menolaknya. Dia ingin melihat-lihat Restoran sepupunya itu dari luar dan masuk lewat pintu yang seharusnya. Ting! Suara dentingan lift, membuat keduanya langsung berjalan keluar. Sekarang mereka sudah di lantai lima jadi di sana sangatlah sepi. Langkah Veizy ikut terhenti saat melihat Danzel yang lebih dulu menghentikan langkahnya. Veizy menatap heran sepupunya itu dengan kening yang mengerut samar. "Ada apa?" tanya Veizy. Tiba-tiba saja Danzel menoleh ke arah luar. Tatapannya menajam, tak lupa rahangnya pun yang ikut mengeras. "Kau pergilah." Veizy semakin bingung akan tingkah Danzel. Padahal tadinya pria itu baik-baik saja. Dan sekarang, sepertinya mood nya tengah berantakan. Karena sudah mengenal Danzel sejak lama, Veizy menurut saja dengan ucapan tak terbantahkan dari pria itu. Sedetik setelah Veizy menghilang dari pandangannya, Danzel membuka portal dan meninggalkan Restoran tersebut. Untungnya tidak ada yang melihat. Di sisi lain, Anna berjalan dengan langkah santai. Oh ya, hari ini Anna sudah kembali bekerja di Restoran RND milik Daniel. Dan yang mengherankannya, tiba-tiba saja Pak Alex mengiriminya pesan agar pulang lebih awal atas perintah Mr. Daniel. Awalnya Anna takut dan berpikir jika ia melakukan kesalahan, tapi Pak Alex meyakinkannya jika itu tidak ada sangkut pautnya dengan pekerjaan. Anna pun akhirnya menurut saja. Lagipula ia perlu waktu untuk memikirkan tentang Mr. Daniel dan kakak misteriusnya itu. Karena terlalu senang, Anna jadi tidak memerhatikan keadaan. Di mana kini, ia tengah melewati gang sempit yang biasanya selalu ia hindari. Bagaimana tidak? Gang sempit yang ia lewati sangat menyeramkan menurutnya. Saat sore, akan sangat jarang orang yang melewatinya. Terlebih setelah mendengar desas-desus beberapa warga yang tinggal di daerah dekat gang, saat sore hari hingga malam, suasana gang tersebut terasa aneh dengan aura mencekam. Gang tersebut memang bisa membawa Anna ke arah rumah minimalisnya lebih cepat. Tapi selama ini, Anna tidak pernah melewatinya saat sore hingga malam hari. Anna memang sangat mudah terpengaruh saat mendengar desas-desus mengenai gang itu. Tak! Langkah gadis itu terhenti kala mendengar suara seperti ranting pohon yang diinjak. Anna mengernyit. Seolah tersadar, gadis itu berjengit kaget. "Astaga!" pekik Anna tertahan saat menyadari dirinya yang berdiri di tengah-tengah gang yang selalu ia hindari selama ini. Sontak, Anna langsung merasa tidak memiliki keberanian meskipun untuk menoleh melihat sumber suara yang menyadarkannya tadi. Anna menelan salivanya dengan susah payah. Ia mengusap tengkuknya yang terasa sangat aneh. "Wangi." Tubuh Anna tersentak kala mendengar sebuah suara di samping telinganya. Ia semakin ketakutan karena suara bisikan itu sangat dekat di belakang tubuhnya. Akhrinya Anna berusaha mengumpulkan keberanian dan mencoba menoleh. Di detik itu juga, Anna merasa terlempar ke dasar jurang tapi tak mampu berteriak. Dengan matanya yang terbelalak, Anna mencoba berlari saat melihat hal cukup mengerikan--menurutnya--tengah berdiri dengan menatap dirinya seolah ia adalah makanan lezat. Namun, kakinya seakan membeku di tempat, begitupun dengan suaranya yang tak bisa ia keluarkan. Di hadapannya, beberapa orang dengan mata berwarna merah dan juga gigi taring yang mencuat keluar membuat Anna sesak napas. Ia panik, makhluk mitos menurut manusia yang sering ia dengar ataupun ia tonton di tv. namun tidak dengan Anna yang memercayai keberadaan makhluk tersebut. Bahkan ia mengaguminya. Katakanlah Anna gadis gila. Tapi dia memang sungguh menyukai mahluk-mahluk supernatural seperti itu. "Vampire?!!" pekik Anna tanpa sadar. Ada empat orang yang menatap Anna dengan mata merah menyala dan juga senyum seringaian di wajah mereka. Sungguh, keadaan ini membuat Anna merasa senang tapi perasaan takutnya lebih mendominasi. Salah satu dari ke empat orang tersebut semakin berseringai lebar. "Tidak salah kami menjadikanmu mangsa selanjutnya. Kau cukup berani, untuk ukuran seorang manusia biasa," sahutnya yang langsung disetujui para rekannya. Anna menelan salivanya paksa. "A-apa yang kalian inginkan?" tanya Anna mencoba tenang. Namun suaranya yang gemetar membuat para makhluk berdarah dingin itu tertawa. "Kau sangat cocok dijadikan makanan. Aroma mu sangat menusuk dan wangi," ujar salah satu dari mereka. 'Mereka benar-benar nyata! Aku berhasil menemukan salah satu bagian dari mereka, bu. Sedikit lagi aku bisa bertemu wanita itu,' batin Anna bahagia. Namun, kesenangannya hanyalah sesaat. Bertepatan dengan para makhluk menyeramkan di depannya itu semakin mendekati posisinya. "Berhenti!!" sentak Anna mencoba menghilangkan ketakutan yang menyerangnya. "Kau pikir kami akan melepaskan makanan selezat ini?" "Hahahahahaha!!" Anna tak bisa lagi menyembunyikan rasa takutnya. Tubuhnya pun gemetar tanpa bisa ia kontrol. Gadis itu memundurkan langkahnya dengan pikiran yang berkecamuk. Pemikiran negatif terus singgah di otaknya. Bagaimana jika para mahluk di depannya ini memakan tubuhnya? Oh tidak! Anna tidak mau mati mengenaskan di tangan para mahluk mengerikan di depannya. 'Meskipun aku sangat senang melihat mahluk immortal secara langsung seperti ini. Tapi tetap saja aku tidak mau mati saat ini juga!' pekik Anna dalam hati. "T-tunggu!" Para mahluk bermata merah itu menghentikan tawa mereka kala mendengar Anna bersuara. Salah satu dari mereka sedikit melangkah ke depan dengan sebelah alis terangkat. "Ada apa? Apa kau ingin mengatakan pesan terakhir sebelum menjadi makanan kami? Hahaha!" ujarnya disertai tawa yang disusul dengan teman-temannya. "A-aku hanya ingin bilang. Tubuhku tidak enak begitupun dengan darahku," ujar Anna asal. Para Vampire tersebut saling berpandangan dan menatap Anna dengan tajam. "Kau pikir kami akan percaya?!" sentak pria tadi dengan mata merah dan taringnya yang mencuat keluar. Anna menelan ludahnya susah payah. 'Setidaknya aku bisa sedikit mengulur waktu.' "Aroma mu saja sudah sangat menggoda. Kau tidak bisa membohongi kami. Dasar manusia bodoh!" desis salah satu Vampire lain. Gadis itu menggigit bibir bawahnya pelan. Ia tidak tahu bagaimana caranya untuk berlari dari para mahluk mengerikan di depannya itu. Saat keempat Vampire itu melangkah berniat mendekati posisi Anna. Gadis itu langsung membalikkan tubuhnya dan berusaha berlari. Namun sayangnya, pergerakan Anna terhenti kala dua orang Vampire melesat dengan cepat hingga berdiri tepat di hadapannya, membuat gadis itu menubruk tubuh depan salah satu dari Vampire tersebut. "Akhh!" ringis Anna memegang jidatnya yang sedikit nyeri. Gadis itu bisa mendengar suara geraman tertahan dari sang vampire yang ia tubruk tadi. "M-maaf," ujar Anna dengan polosnya. "Dasar manusia bodoh! Kau memang pantas dijadikan santapan," tutur salah satu dari mereka, yang saat ini berdiri di belakang Anna. Gadis itu tak berniat sama sekali menoleh. Karena tanpa melihatpun ia tau, jika seseorang yang baru saja berbicara itu adalah salah satu Vampire yang tadi. Anna menghembuskan napasnya pelan. Ia bahkan tidak sadar saat kedua tangannya telah dipegang oleh dua orang Vampire yang menghalanginya tadi. Hal itu membuatnya memekik ketika tersadar. "Hei!! Lepaskan aku!! Dasar mahluk sialan! Kalian pikir aku selemah itu?!!" pekik Anna terus berusaha memberontak. "Ck!" decak salah satu vampire saat melihat tingkah Anna yang merepotkan. Plak!! Rontaan gadis itu terhenti saat sebuah tangan dari salah satu pria di depannya melayangkan sebuah tamparan kuat di pipi mulusnya. Wajahnya bahkan sampai tertoleh ke samping dengan telinga yang sedikit berdengung. 'S-sakit sekali,' rintihnya dalam hati. Anna mati-matian menahan air matanya yang ingin menerobos keluar. Namun, ia menahannya, tak mau terlihat semakin lemah di hadapan para pria jahat di depannya yang kini tengah tertawa dengan bahagianya. 'Aku berakhir di sini? Tidak! Aku bahkan belum bertemu dengan wanita yang ibu maksud.' "Kekuatan kalian tidak sekuat yang aku pikirkan. Bukankah mahluk seperti kalian memiliki tenaga yang beberapa kali lipat di atas manusia?" Anna tidak peduli dengan perkataannya yang pasti membuat keempat Vampire gila itu semakin berapi-api. Entah apa yang ia pikirkan hingga perkataan barusan keluar dengan mulus dari mulutnya. "Sudah cukup! Aku kesal dengan gadis ini. Lebih baik kita nikmati tubuhnya terlebih dahulu sebelum menjadikannya santapan," seru salah satu Vampire yang mendapati anggukan setuju dari teman-temannya. "Kau benar. Mungkin... tubuhnya sangat nikmat," ujar rekannya yang kini menjilat bibir bawahnya sensual. Berbeda dengan Anna yang membelalakkan matanya terkejut sekaligus merasa jijik. Tidak! ia tidak mau kejadian seperti yang Vampire itu barusan katakan terjadi padanya. 'Bantu aku ibu... aku tidak mau hal itu terjadi padaku!!!' Salah satu tangan pria yang memegang lengan kiri Anna, mulai merambat memegang pinggul gadis itu yang kini tubuhnya tampak gemetar. "J-jangan l-lakukan itu.. k-kumohon," cicit Anna pelan dengan mata yang terpejam dan tubuhnya yang tak kunjung berhenti gemetar. Anna bisa mendengar kekehan dari pria di depannya. "Kemana sikap pemberanimu tadi? Apa kau sudah sadar?" ujarnya dengan nada mengejek. "Sudahlah. Kau terlalu lama, Varo," lanjut pria itu dan berniat menyentuh baju Anna dan melepaskan kain itu dari tubuh sang gadis. Namun, belum juga tangannya menyentuh baju yang Anna kenakan. Sebuah tendangan kuat dari samping tubuhnya membuatnya menghantam dinding. Brak! Ketiga Vampire yang melihat tubuh rekan mereka terhempas dengan cepat, sontak terkejut. Begitupun dengan Anna yang langsung membuka kedua matanya. Ketiga Vampire tadi berniat menoleh ke arah siapa yang telah membuat teman mereka terhempas hingga menghantam dinding dan terjatuh dengan posisi meringkuk kesakitan. Tapi belum juga melihat wajah pria yang melakukan aksi tersebut, ketiga Vampire itu sudah hangus terbakar hanya dalam sedetik. Sedangkan tubuh Anna tiba-tiba tertarik paksa menjauhi ketiga Vampire yang kini berteriak merintih kepanasan. Anna menatap shock ke arah tubuh tiga Vampire yang terbakar habis itu. Ia bahkan tidak menyadari jika ada sebuah lengan kekar yang kini tengah melingkari pinggangnya. Bibirnya gemetar memikirkan apa yang baru saja terjadi di depan matanya. Gadis itu menggelengkan kepalanya tak percaya. "s**t!! Dasar manusia lemah!" Mendengar suara umpatan dari samping tubuhnya, membuat gadis itu tersadar dari rasa terkejutnya. Namun, baru sedetik tersadar, ia kembali dikejutkan dengan keberadaan pria yang terus menghantui pikirannya beberapa hari terakhir itu dengan mata yang melotot. "Kau?!" pekik Anna tak percaya. Ia bahkan tak menyadari saat pria itu melepaskan rangkulannya dari pinggang Ana. Pria itu hanya menatap Anna sekilas sebelum ia berjalan mendekati salah satu Vampire yang masih meringkuk kesakitan. "Apa yang kau lakukan padanya?" tanya Danzel datar. Vampire tersebut tak bisa menyembunyikan keterkejutannya. Matanya membelalak dengan mulut menganga. Dan ekspresi Vampire itu tertangkap oleh indera penglihatan Anna. Gadis itu mengernyit bingung menatap ekspresi sang Vampire. Sangat berbeda dengan ekspresi Vampire itu saat menyadari siapa yang menghempas tubuhnya dan juga membakar tubuh ketiga temannya tanpa sisa itu. Tapi bukan itu yang menjadi fokus Anna kali ini. Ia yakin tidak salah lihat, jika mata Danzel berwarna merah dengan terdapat pola kristal di tengahnya. Padahal kemarin warna mata Danzel berwarna abu-abu gelap. Apa yang terjadi? Hingga tiba-tiba saja, pria Vampire tadi menggumamkan sebuah kata yang sialnya terdengar samar di telinga Anna. Jadinya gadis itu tidak mengerti dan tidak terlalu mendengar apa yang pria itu katakan. "L-lord?" .
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD