12

1720 Words
Geri sudah sampai di rumah Malik lebih dulu, ia pun langsung mengabari Malik bahwa ia sudah sampai. Rumah Malik kali ini sangat sepi, ternyata memang keluarganya sedang pergi ke rumah neneknya karena ada saudaranya yang akan menikah jadinya sekarang ini rumah Malik sepi. "Weh udah kesini aja Lo Ger, sini masuk Ger. Anggap aja rumah sendiri ya walaupun jelas ga sebesar rumah Lo." ujar Malik kepada Geri tersebut. "Bukan rumah gua Lik, rumahnya bokap nyokap." ujar Geri menjawab. "Hahah sama aja itu tetep jadi rumah Lo lah." ujar Malik menimpali lagi. Ga tahu juga deh gua Lik, karena gua ga yakin apakah gua akan tetap menjadi bagian dari keluarga Bramasta apa ga karena gua kayaknya ga bakalan bisa memenuhi keinginan mereka untuk bisa masuk ke SMA Garuda, SMA yang mau dimasuki sama Gale. Batin Geri yang kini ia sudah duduk. "Beneran ga nyangka ga sih Lo? Kita ketemu buat bahas soal-soal coba. Kapan lagi kan kita kayak gini, seumur-umur kenal baru kali ini kita ketemu tujuannya buat belajar hahah. Semoga dengan belajar ini kita bisa capai target kita buat bisa ke sekolah yang kita mau." ujar Malik kepada Geri tersebut. Kalo gua, bukan sekolah yang gua mau Lik. Tapi sekolah yang keluarga gua mau. Padahal berat baget buat gua bisa masuk kesana. Batin Geri. "Agus belum datang ya Lik? Iya sih masih setengah jam lagi." ujar Geri ketika ia melihat ke jamnya. Malik mengangguk, tak lama bibi membawakan makanan dan minuman untuk mereka. Mereka juga sudah mengeluarkan buku. Besok adalah mata pelajaran matematika jadi mereka harus bekerja keras malam ini agar besok mereka bisa mengerjakan soal-soal yang diberi. Saat ini mereka belum memulai pembelajaran karena mereka berdua sepakat akan memulai pembelajaran nanti saja saat sudah ada Agus. Sekarang mereka hanya mengobrol sembari memakan camilan yang ada. Karena mengorbol seperti ini Malik jadi teringat dengan Anin kemarin. "Eh iya Ger, si Anin ga nyariin Lo lagi? Belum denger apa-apa lagi tentang dia gua. Padahal kemarin kan Lo tinggalin dia tanpa kontak juga lagi." ujar Malik pada Geri, perkataan Malik itu membuat Geri menjadi teringat dengan Anin. Ya, Anin atau dia sebenarnya lebih suka memanggilnya dengan nama Binar. Baginya nama Binar lebih bagus daripada nama Anin. Namun ya kemarin ia memanggil Anin karena semua orang memanggilnya seperti itu. Nanti jika dirinya sendiri yang hanya memanggil Anin dengan panggilan Binar bisa-bisa banyak yang salah paham dan menganggap bahwa itu panggilan sayang. Padahal nama Anin memang ada nama Binar juga dibelakangnya. "Ga tahu sih gua, ga mikirin juga. Sampai sekarang sih gua masih aman-aman aja. Dia belum nyariin gua lagi, lagi pula ini juga yang gua mau. Gua ga mau kalo dia dekat-dekat sama gua." ujar Geri menjawab Malik tersebut. "Kenapa Ger? Jujur ya ni, Lo berdua tuh cocok banget loh. Serius deh. Kenapa Lo ga suka sama dia? Seingat gua malah pas kemarin dia maju buat nyanyi Lo support banget meksipun ga support secara langsung." ujar Malik bingung, karena memang saat lomba kemarin itu Geri sangat bahagia dan bangga ketika melihat Anin sedang bernyanyi, ia seperti memperlihatkan ini loh perempuan yang tadi mereka pikir tidak bisa apa-apa karena cempreng. "Ada hal yang buat gua ga mau dia ada di hidup gua Lik. It's complicated, intinya gua mau Binar, sorry itu nama panggilan gua ke Anin. Gua ga mau dia itu cari cowok lain selain gua." ujar Geri kepada Malik dan sekarang ini Malik pun terdiam, ia mengangguk saja kepada Geri karena itu keputusan Geri. "Apa pun keputusan Lo gua selalu dukung Lo Ger. Inget, kalo dunia ga lagi dukung Lo, Lo bisa cari gua. Karena gua pasti akan dukung Lo apa pun itu selagi Lo masih waras memutuskannya." ujar Malik kepada Geri tersebut. "Thanks ya Lik." jawab Geri, setelahnya mereka mengecek handphone masing-masing hingga Agus akhirnya datang. Ia terkejut karena Geri sudah ada disana. Pasalnya ini belum pukul tiga sore. Namun sepertinya memang Geri sudah lama disini, pikir Agus. Ia juga hanya bertanya kapan datang Geri dan tidak membahas lebih lama lagi karena ia takut menyinggung nantinya. "Ayo guys, kita belajar sampai mabok." ujar Agus membuat mereka tertawa, dan sekarang mereka pun sudah mempelajari bilangan-bilangan yang sangat sulit dipahami karena bilangan-bilangan ini benar-benar susah dijawab. "Ini apaan sih, yang luas siku-siku itu?" tanya Agus kepada mereka. Lalu Malik menjawabnya dan ia pun menjelaskan kepada Agus, Geri juga ikut menyimaknya. Memang diantara mereka bertiga yang paling bisa di bidang akademik memang Malik. Namun Malik juga tidak pintar-pintar sekali sampai bisa langsung memasuki SMA Garuda tanpa belajar. Makanya sekarang ia mengajak dua temannya ini untuk belajar bersama dengan harapan mereka nantinya bisa satu sekolah bareng dan tentunya juga di SMA Garuda ini. Mereka bertiga sedang berhenti karena sekarang mereka sedang menunggu makan malam mereka datang. Memang ini sudah malam dan mereka bertiga sampai tak sadar jika ini sudah malam karena tadi sangat sibuk belajar. Mereka tadi memutuskan untuk membeli makan di luar saja dan kini mereka sedang menunggu makanan sembari merilekskan diri mereka. "Ga nyangka ya kita udah hampir empat jam woy belajar. Ternyata kalo bareng-bareng ga kerasa ya." ujar Malik kepada dua temannya tersebut. "Iya, bener sih gila banget sih ini. Ga nyangka ternyata gua bisa belajar juga woy kali terpaksa hahahha." ujar Agus yang bangga dengan dirinya sendiri karena ia seumur-umur ia hidup sama sekali belum pernah belajar. Geri sendiri hanya mengangguk karena ia juga senang, tadi ia bisa mengerjakan beberapa soal yang dulu sama sekali tidak bisa ia kerjakan. Saat ini mereka akhirnya mendapatkan makanan mereka. Kini mereka makan. "Btw guys, gua yakin sih kalo di SMA Garuda ada jalur khusus Prestasi Non akademik Lo berdua bakalan bisa masuk langsung sih. Secara medali, terus prestasi Lo dibidanh musik beuh banyak parah. Apalagi Lo Ger, ga musik ga olahraga prestasinya ga ada lawan." ujar Agus kepada mereka berdua. "Iya anjir, gua juga sering ngerasa kalo ga adil Yayasan Garuda tuh. Gila aja yang prestasi akademik di dukung banget tapi yang non akademik di kucilin woy. Bener-bener ga adil dah." ujar Malik setuju dengan Agus tersebut. "Besok cari sekolah yang nampung anak berbakat kayak kita aja, buktiin sama Yayasan Garuda kalo tanpa kita mereka ga akan bisa punya banyak piala non akademik." ujar Geri kepada dua temannya tersebut, mereka menatap Geri. Mereka kira Geri masih ingin melanjutkan sekolah di SMA Garuda tapi mendengar jawaban dari Geri mereka pun menjadi tidak yakin. "Ger, Lo udah ga niat sekolah di SMA Garuda lagi? Bukannya Lo harus satu sekolah lagi ya sama Gale?" tanya Malik untuk memastikan pada Geri. "Ya emang gua harus satu sekolah sama dia, tapi kalo gua udah ga mampu gimana lagi kan? Gua ga akan bisa masuk ke SMA Garuda sih. Meski gua sekarang juga udah belajar kayak gini tapi tetap aja." ujar Geri tersebut. "Bener sih, ya udah yang penting kita semangat aja ya guys. Jangan sampai kita nyerah disini aja karena kalo kita nyerah sekarang ga bakalan ada gunanya. Nanti apa yang kita pelajari cuma sia-sia aja kan guys." ujar Malik kepada mereka dan mereka pun mengangguk. Mereka masih saja makan. Sepuluh menit kemudian mereka melanjutkan pembelajaran lagi, ini sudah pukul sembilan malam tapi mereka masih bergulat dengan berbagai macam soal matematika yang membuat kepala mereka ingin meledak juga. Sementara di rumahnya, Gale sekarang bingung dan sebenarnya ia juga khawatir kemana perginya Geri karena seharusnya Geri tidak pergi saja. Seharusnya sekarang ini Geri di rumah saja karena jika ia di luar itu bahaya. Apalagi mereka akan ujian, bagaimana jika nanti Geri akan kecelakaan atau apa gitu. Bukannya ia ingin mendoakan seperti itu, tidak. Gale hanya khawatir saja kepada Geri karena Geri sangat susah untuk dihubungi juga sekarang. Ia juga tak mau jika Mama dan Papanya terlalu sibuk memikirkan tentang Geri yang tidak pernah menurut dengannya. Namun untung saja sekarang ini Papanya sedang pergi dengan Mamanya, tapi ia tidak tahu apakah Mama dan Papanya akan pulang malam ini juga atau tidak. Jika mereka pulang tapi Geri belum ada di rumah pasti mereka akan pusing memikirkan dimana keberadaan dari Geri. Gale hanya tidak mau itu terjadi. "Ck, kenapa sih Lo ga pernah jawab telfon gua Ger. Gua kembara Lo tapi kenapa berasa kalo gua sama Lo itu jauh banget Ger. Sebenarnya kenapa sama Lo, kenapa Lo ga bisa dekat sama gua." ujar Gale melihat foto antara dirinya dengan Geri saat mereka dulu masih kecil. Rasanya sangat lucu melihatnya karena dulu mereka masih dekat dan masih sering bersama. "Apa Lo ga pernah kangen masa-masa kita dulu Ger? Kalo gua, jujur aja gua kangen Her. Apalagi dulu kita bener-bener dekat like a twins. But why sekarang kita ga bisa kayak gitu? Padahal kita juga masih kembar." ujar Gale. Kini Gale masih sibuk menelfon Geri, sementara Geri sendiri sama sekali tidak tahu jika ada telfon dari Gale. Ia sedang tidak memegang handphone karena handphonenya ia taruh di tasnya dan ia silent. Jadi ia tidak mendengar jika ada telfon masuk, ia ingin fokus belajar malam ini meski ia tidak tahu bagaimana besok ia akan mengerjakan soal-soal yang diberikan ujian itu. Saat ini sudah pukul sebelas malam, rasanya mereka sudah lelah belajar. Maka dari itu sekarang Geri dan Agus pamit pulang dari rumah Malik. Geri langsung pulang karena ia juga tidak memiliki kegiatan apa-apa sekarang. Kini Geri sudah sampai di rumahnya dan ia pun masuk ke dalam. Saat masuk bukan Mama dan Papanya lagi yang menyambutnya dengan pandangan kesal. Namun kali ini ada Gale yang menggantikan peran mereka berdua disini. “Lo habis darimana? Kenapa baru balik?” tanya Gale pada Geri seperti mengintrogasi. “Peduli amat lo, bukan urusan lo.” jawah Geri yang sudah akan pergi dari sana menuju kamarnya tapi Gale menghentikan dirinya. “Ger, lo ga pernah mikirin Mama sama Papa ya yang selalu pusing mikirin ulah lo? Lo ga kasihan sama mereka?” tanya Gale. “Buat apa? Ga ada gunanya juga gua mikirin mereka sama kasihan ke mereka.” jawab Gale. Karena bahkan mereka pun ga pernah mikirin gua. Mereka juga ga pernah kasihan sama gua. Mereka semua selalu semau mereka sendiri ke gua. Batin Geri yang tidak bisa ia bicarakan kepada Gale. “Lo bener-bener ya, harusnya lo tuh bersyukur karena udah lahir di Keluarga Bramasta.” ujar Gale lagi. “Bersyukur itu cuma buat lo Gal, buat gua ga. Minggir, mending lo belajar deh buat ujian.” ujar Geri yang kini sudah benar-benar masuk ke dalam kamarnya. Ia meninggalkan Gale yang masih sibuk menatap dirinya dan memikirkan kata-kata dari Geri.
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD