10

1700 Words
Malam ini Geri tiba-tiba saja memikirkan bagaimana saat ujian terjadi, apakah ia bisa melakukanya lagu atau tidak. Ia benar-benar tidak mengetahui hal itu. Yang pasti sekarang ini Geri sedang overthingking untuk masa depannya yang masih abu-abu atau mungkin selamanya akan abu-abu juga. "Mah, Pah, kalo Geri ga masuk ke sekolah yang sama dengan Gale apa Mama sama Papa akan marah sama Geri? Apa Mama sama Papa akan coret Geri dari KK? Hahahaha Kartu Keluarga, dari dulu kan Geri juga udah bukan keluarga ini ya. Geri cuma numpang aja disini." ujar Geri lirih, kini Geri sedang ada di taman dekat dengan sekolahnya. Ia sudah ada disini sejak tadi siang sepulang ia sekolah. Bahkan ia belum makan dan minum lagi sekarang. Hari ini memang Geri berangkat sekolah, ini hari Senin dan Gale masih di Bali karena besok juga hari libur. Geri tadi berangkat ke sekolah yang mana menbuat teman-teman dekatnya kaget karena mereka mengira bahwa Geri tidak akan berangkat sekolah karena Geri pergi ke Bali, tapi ternyata tidak. Geri ada disini, sepertinya ia tidak ikut Mama dan Gale pergi liburan kali ini. Geri masih diam saja di kursi taman yang sedari tadi ia duduki mulai dari taman yang ramai hingga menjadi sepi seperti ini. Taman ini sesepi dirinya tiap hari, tak ada yang perduli meskipun ia kesepian setiap saat juga. Saat ini ia mendapat telfon dari Mamanya, entah kenapa Mamanya menelfonnya tapi ia tak menjawab. Ia hanya lelah saja setiap telfon berujung pada rasa sakit. Sementara itu, Shita sendiri sedang dinner bersama dengan Gale dan Mama serta Papanya alias Nenek dan Kakek dari Gale dan Geri. Ya, ternyata Mama dan Papanya juga ada di Bali untuk perjalanan bisnis jadi mereka pergi dinner bersama-sama. Saat dinner ini Mama dan Papanya menanyakan tentang cucu mereka yang satunya yaitu tentang Geri, kenapa Geri tak ikut. "Gimana Geri udah bisa kamu hubungi atau belum Shita, Mama kangen loh sama dia. Dia jarang banget ikut kumpul keluarga." ujar Mama Shita itu. "Iya Papa juga kangen sama Geri. Sebentar lagi kan Geri sama Gale udah mau SMA juga. Papa udah enam bulan lebih ga ketemu cucu Papa itu.kamu ga bisa telfon Shita?" tanya Papa Shita dan Shita masih mencoba untuk menghubungi Geri tapi tetap saja Geri tidak mengangkat panggilannya itu. Memang Mama dan Papanya ini lebih menyayangi Geri, Gale pun salu merasa seperti itu karena memang terlihat begitu. Jika ada pertemuan yang sering dihadiri oleh seluruh keluarga Geri, kecuali dia yang jarang hadir. Saat itu lah Kakek dan Neneknya selalu mencari Geri. Geri memang sangat disayang mereka, dimana pun mereka yang ditanyakan selalu saja Geri. Jujur itu membuat Gale sedikit kesal, Gale juga cucu Nenek dan Kakek tapi mereka seperti tidak memperdulikannya, padahal bukan itu maksudnya mereka. Kakek dan Nenek Geri dan Gale sering mencari Geri karena memang Geri yang sering tidak terlihat dan mereka tahu bahwa Geri sangat kurang kasih sayang dari anak mereka. Padahal mereka selama ini tidak pernah mengajarkan kepada mereka semua untuk pilih kasih kepada anak mereka. Mereka yakin jika setiap anak itu berbeda dan setiap anak itu memiliki keunikan masing-masing yang selalu membuat mereka berbeda dari yang lain. Jadi sebagai orang tua seharusnya mereka tidak membandingkan anak yang satu dengan yang lainnya. Apalagi kali ini Geri dan Gale juga merupakan anak kembar, meskipun sifat mereka berbeda. Namun mereka tetap lahir dari rahim yang sama, jika mereka di bedakan satu dengan yang lainnya akan sangat menyakitkan bagi salah satunya. Merasa dianaktirikan, itu lah yang dirasakan oleh mereka yang sering dibandingkan dengan saudaranya sendiri. "Biar Gale yang nyoba buat telfon Mah." ujar Gale dan Mamanya mengangguk. Kini giliran Gale yang menelfonnya dan saat itu juga Gale bernasib sama dengan Mamanya. Geri tidak mengangkat panggilannya. Gale mencoba lagi tapi hasilnya tetap saja sama, Geri tak mengangkat panggilan. "Sama aja Nek, Kek. Geri ga angkat telfon. Mungkin Geri lagi sibuk jadinya ga bisa angkat panggilannya." ujar Gale mencoba meyakinkan mereka tapi mereka berdua tetap tidak yakin hingga saat ini mereka menelfon sendiri. "Biar Nenek telfon sendiri coba ya." ujar Nenek yang kini sudah menelfon Geri. Ajaibnya tak butuh waktu lama Geri langsung mengangkat panggilan itu. "Hallo sayang, kamu kok tadi di telfon Mama sama Gale ga angkat sih. Lagi sibuk ya?" tanya Neneknya itu yang biasa dipanggil Geri dengan Oma. "Iya Oma, Geri lagi sibuk. Oma lagi di Bali juga?" tanya Geri berbohong. "Iya, ini Oma sama Opa terus Mama kamu dan Gale lagi dinner. Kamu kok ga ikut ke Bali sih sayang padahal Oma sama Opa kangen banget loh sama kamu. Udah lama ga ketemu." ujar Omanya tersebut membuat Geri terdiam. Ia terdiam cukup lama sampai akhirnya ia mulai berbicara lagi. "Iya Oma, Geri soalnya sibuk kemarin habis ikut kontes nyanyi juga." jawab Geri kepada Omanya dan Omanya terlihat sangat excited sekarang ini. "Wah bagus dong, pasti juara kan? Cucu Oma kan emang pinter banget nyanyinya." ujar Omanya, Geri pun senang akhirnya ada yang memujinya. Ia bukan haus akan pujian tapi masalahnya ia tak pernah di puji keluarganya. "Mah, mana Papa mau denger suara Geri juga." ujar Opa Geri tersebut. "Hallo cucu Opa, selamat ya udah menang lomba. Udah berapa nih pialanya? Pasti udah tambah banyak ya boy. Kapan-kapan main ya ke rumah Oma sama Opa, kami rindu sama kamu." ujar Opanya dan Geri senang lagi. "Iya Opa, makasih Opa. Opa, Geri ada urusan lagi. Geri pamit dulu ya. Pamitin ke Oma juga." ujar Geri dan panggilan itu pun sudah berhenti. Sebenarnya Geri tidak ada urusan apa-apa karena ia masih ada di taman. Namun Geri tak lagi bisa membendung tangisannya, ia menangis haru karena setidaknya Opa dan Omanya masih menyayangi dirinya. Bahkan jika ia ditanya ia ingin tinggal bersama dengan siapa, ia pasti memilih bersama Opa dan Oma. Karena mereka bisa menghargai keberadaan dari Geri di dunia ini. Bahkan Opa dan Omanya yang sudah berumur itu tahu bahwa setiap anak memiliki sifatnya masing-masing dan tidak bisa disamakan satu dengan yang lainnya. Mereka tahu tapi kenapa Mama dan Papanya yang lebih mudah dari mereka masih berpikir kolot? Kenapa mereka tetap membandingkan? "Cengeng banget sih Lo Geri." ujar Geri kepada dirinya sendiri sekarang. Sehabis mengobrol dengan Oma dan Opanya tadi Geri merasa masih diinginkan di dunia ini, karenanya sekarang ini Geri pergi dari sana. Ia membawa motornya untuk mencari Caffe terdekat karena ia sangat lapar. Malam ini ia akan makan dengan lahap seperti apa yang disampaikan Opanya tadi sebelum memutuskan panggilan. Opanya mengatakan bahwa ia tidak boleh terlambat makan apa pun alasannya. Kini Geri sudah berada di warung pecel lele. Ya, tadinya ia ingin ke Caffe tapi tak jadi karena ia melihat ada Gama dan teman-temannya. Ini pertemuannya dengan mereka setelah kemarin mereka sempat hilang. Makanya Geri langsung akan mentraktir mereka makan pecel lele malam ini. Mereka juga sudah di warung pecel lele. "Gam, kemarin pada kemana sih? Kok gua cari-cari ga ada?" tanya Geri. "Iya Ger, kemarin kita pergi ke beberapa tempat. Ya biasa lah kita pindah-pindah. Tapi tempat yang ini belum Lo tahu, di bawah jembatan Ger." ujar Gama dan Geri mengangguk, ia meminta Gama untuk membawanya juga kesana karena ia ingin tahu tempat berteduh teman-temannya yang baru. "Bang Geri kemarin nyariin kita ya? Bang Gama nih pasti lupa ngasih tahu lagi kalo kita udah pindah." ujar Okan, anak jalanan yang berusia sepuluh tahun itu kepada Geri. Geri mengangguk, ia selalu lucu ketika melihat Okan. "Iya nih ya Kak Gama nih kenapa kok ga ngasih tahu ya. Kan aneh tuh, dasar emang ya." ujar Geri kepada Okan dan Okan pun kini mengangguk. "Heh jangan gitu dong Lo." ujar Gama pada Geri dan Geri tertawa. Sekarang mereka sudah mendapatkan makan mereka, tampak mereka semua makan dengan lahap. Sepertinya mereka sama-sama belum makan dari tadi tapi alasan mereka belum makan berbeda. Jika Geri karena ia memang tidak mau makan, berbeda dengan Gama dan anak jalan lainnya yang mungkin saja mereka tidak makan karena mereka memang tak memiliki uang untuk beli. "Gimana enak ga?" tanya Geri kepada Okan dan Okan tentu mengangguk. Ia tampak bahagia dengan lele yang sekarang sudah ia malam dengan lahap. "Enak banget Bang Ger, udah lama ga makan pecel lele hehehe." ujar Okan yang membuat Geri lagi-lagi bersyukur karena ia lebih baik hidupnya dari mereka. Mereka masih makan bersama-sama disana. Ya, Geri lebih memilih makan bersama dengan mereka semua daripada makan dengan keluarganya karena ia tidak pernah dianggap saat makan bersama dengan keluarganya. Sementara itu sekarang ini Anin sedang pergi bersama dengan Aksara dan Felly. Mereka pergi ke Mall karena tadi mereka ingin membeli sepatu. Anin sendiri sudah memilih sepatu, ia memiliki beberapa pilihan dan masih membuatnya bingung. Ia pun akhirnya bertanya kepada Felly dan Aksara. Namun ia melihat Felly juga sedang bingung mencari sepatu yang cocok. "Aksara, tolong dong pilihin mana yang cocok buat gua." ujar Anin. "Oh okay, yang mana aja Min?" tanya Aksara yang sangat semangat karena Anin meminta tolong dirinya itu untuk memilihkan sepatu untuk Anin. Ia melihat beberapa sepatu yang dipilih oleh Anin dan ia tertarik pada dua dari yang lain. Ia menunjuk dua sepatu itu dan sekarang pilihan tinggal dua saja. Anin dan Aksara duduk di sana sembari melihat dua sepatu itu hingga akhirnya mereka memiliki pilihan yang sama yaitu sepatu berwarna biru langit. Kini Anin sudah memilih itu dan mereka langsung mendekati Felly yang ternyata masih memilih dengan bingung. Aksara sendiri sudah mendapatkan sepatu keinginannya sedari tadi karena ia memang ingin sepatu itu dari dulu. “Emangnya kalo cewek sama cowok itu beda. Gua udah dapat pilihan gua dari tadi gua datang karena udah dari dulu ngincer itu. Lah lo berdua tadinya ngincer apa eh disini malah nyari lagi. Dasar emang ya lo berdua.” ujar Aksara kepada Felly dan Anin yang membiat mereka berdua melotot ke arahnya. “Ya kan ini karena kita pingin yang lain Aksara. Ini tuh banyak banget loh pilihannya dan lucu-lucu semua, siapa yang ga pengen coba.” ujar Anin. “Nah bener, gua juga setuju sama lo Nin.” ujar Felly tersebut. Kini mereka masih ada disana menunggu Felly yang sangat lama memilihnya. Entah lah kenapa Felly bisa selama ini memilihnya juga. Namun pada akhirnya mereka pun sudah selesai mendapatkan sepatu yang mereka ingingkan. Felly sendiri sedang antri membayar sepatu yang akhienya ia pilih setelah satu jam lamanya ia memilih. Akhirnya mereka bertiga sudah selesai membeli sepatu dan kini mereka pergi juga.
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD