Reuni Ajang Adu Mekanik

1015 Words
Celyn menatap wajahnya di depan cermin, sudah tujuh tahun lamanya ia tidak bertemu dengan teman-teman sekolahnya. Ini akan menjadi pertemuan pertama bersama pasangan masing-masing. Celyn menatap layar ponselnya ketika notif pesan masuk. Deril : "Aku menunggumu di luar," pesannya. Celyn mengambil tas serta ponselnya kemudian mengunci pintu rumah serta pagar sebelum masuk ke dalam mobil Deril. "Apa semuanya sudah dikunci?" tanya Deril. "Pintu sudah dikunci, kompor mati, keran juga sudah di tutup," jawabnya sembari menyunggingkan senyum. "Baiklah, ayo kita berangkat!" serunya. Mobil yang dikemudikan Deril memecah jalan ibu kota. Tak terasa dua puluh menit perjalanan akhirnya mobil mereka sampai di depan restoran. Seina keluar dari mobil di susul Deril yang juga keluar dari dalam mobil setelah merapihkan pakaiannya. "Apa kau gugup?" tanya Celyn. "Hm, aku sangat gugup. Apa penampilanku norak?" Celyn melihat dari ujung rambut hingga ujung kaki kemudian berkata, "Kau sangat tampan." Deril seolah mendapat kekuatan, ia lalu menggenggam jemari Celyn berjalan masuk ke dalam restoran. Semua mata tertuju pada Celyn dan juga Deril, beberapa orang menyapa Celyn sedangkan yang lainnya saling berbisik membicarakannya. "Selamat datang Celyn," sapa Dina. "Hai, Dina. Oh iya, ini pacarku Deril dan Deril ini Dina teman sekolahku," ucap Celyn memperkenalkan mereka. Keduanya berjabat tangan dan memperkenalkan diri. "Silahkan duduk," ujar Dina. "Hai, Arvan . Kemari," teriak Dina. Seketika senyum di bibir Celyn memudar, ia tak mau menoleh ke belakang lalu mengajak Deril duduk di tempat yang sudah di sediakan. Celyn menyapa semua teman-temannya yang dulu akrab dengannya. "Wah, pacarmu sangat tampan," puji teman Celyn bernama Nina "Terima kasih," sahut Celyn. Hampir wanita yang ada di sana memuji ketampanan wajah Deril. Namun, semua berubah ketika Arvan datang dan duduk bersama Dina. "Bukankan itu Arvan? Wah, dia terlihat begitu berbeda," bisik para wanita yang ada di sana. Celyn mencoba untuk tidak menghiraukan Arvan. Ia mengambil makanan untuk Deril, menunjukkan perhatiannya seperti sepasang kekasih. Arvan yang duduk di seberang kursi sesekali melirik ke arah Celyn dan juga Deril. "Kamu tidak bawa Mita?" tanya Dina. "Tidak, dia sedang sibuk," jawabnya santai. "Oh iya, Celyn kamu sekarang bekerja di mana?" ujar Nina. Celyn menghentikan makannya lalu berkata, "Aku bekerja di wedding organizer." "Oh ya, bisa diskon dong," goda Nina. "Gaji jadi Wo berapa si? Pasti dikit ya, soalnya mereka dibayar kalau ada yang nyewa jasa mereka aja," cibir Monica. Gadis licik yang saat masih sekolah pun memang tidak berhubungan baik dengan Celyn. "Memang tidak besar seperti kalian yang kerjanya kantoran. Apa lagi punya usaha, jelas jauh. Tapi setidaknya dia tidak pernah mengemis uang ortu dan hidup mandiri," tukas Dina membela Celyn. Celyn hanya menyunggingkan senyum tak berniat menimpali ocehan Monica. Monica menyeringai lalu meminum air putih yang ada dihadapannya. Nina mencoba mencairkan suasana dengan menanyai Monica. "Mana pasanganmu Monica, yang lain bawa pasangan hanya kamu yang tidak membawa pasangan?" "Pacarku sedang bertugas, dia bekerja sebagai Polisi," pujinya. "Ah, Polisi. Aku pikir kamu bisa dapetin seorang pengusaha," cibir Nina lalu melakukan high five dengan Dina. "Emangnya pacar kamu kerja apa Celyn?" tanya Monica dengan pongahnya. "Di--" "Aku hanya pengangguran banyak acara," sela Deril memotong ucapan Celyn. "Tapi karena orang tuaku memiliki Restoran dan bisnis lainnya jadi aku mengabdi pada ayahku," sambungnya. "Wah, ternyata dia seorang pengusaha," bisik wanita lain. Semua yang ada di sana saling berbisik membicarakan sosok ayah Deril. Arvan yang sedari tadi mendengarkan percakapan mereka pun mulai jengah dan beranjak dari kursinya. "Mau kemana?" tanya Dina. "Toilet," jawabnya. Celyn mulai tidak nyaman ketika semua teman-temannya mulai membicarakan pencapaian masing-masing. Deril yang tahu jika Celyn tidak nyaman, pun mengajaknya untuk pulang. "Aku bosan," bisiknya. Celyn menyunggingkan senyum, lalu berpamitan kepada teman-temannya. "Maaf semua, terima kasih atas makanannya. Aku pamit pulang lebih dulu." "Ah, Celyn. Kita kan baru ketemu, belum curhat," lirih Nina. "Maaf teman-teman, lain kali aku akan mentraktir kalian sebagai ucapan permintaan maafku," sambung Deril. Ia membantu membawa tas Celyn, para wanita yang ada di sana begitu iri kepada Celyn kerena mendapatkan pria yang begitu perhatian kepadanya. Celyn dan Deril keluar dari restoran setelah berpamitan. Celyn begitu lega bisa keluar dari teman-teman toxic. "Mereka benar teman-temanmu?" tanya Deril sembari mengemudikan mobilnya. "Teman dekatku hanya Dina dan Nina, yang lainnya kita hanya satu sekolah tapi jarang berinteraksi," jelas Celyn. "Oh iya, pria yang memakai kemeja hitam itu, sepertinya aku pernah melihatnya," tutur Deril. "Ah, maksudmu Arvan. Jelas kamu pernah melihatnya, orang dia menggunakan jasa Wo kita," ucap Celyn. "Benarkah, tapi dia terlihat berbeda dari foto. Tampan dan gagah," imbuhnya. Celyn memicingkan matanya mendengar ucapan Deril. Seketika otaknya memancarkan sinyal waspada. "Kamu masih normalkan." "Tunggu, apa kau mencurigaiku gay?" Tawa renyah keluar dari mulut Deril, ia benar-benar tak menyangka jika Celyn berpikiran yang tidak-tidak tentang dirinya. Celyn menepuk pundak Deril, agar ia tidak terus menertawakan dirinya. Deril menghentikan mobilnya di sebuah mini market, ia mengajak Celyn keluar untuk membeli makanan untuknya. "Kau tidak perlu melakukan ini, aku bisa beli sendiri," ucap Celyn. "Iya-iya, aku hanya tidak mau kau hanya menyuguhkan secangkir kopi tanpa cemilan," sindirnya. Dengan kesal Celyn memasukan beberapa snack, kue kering rasa coklat dan keju. Deril memasukkan coklat ke keranjang yang sedang ia bawa. "Mengapa kamu memasukan banyak coklat, kamu mau ngeliat aku gemuk?" "Coklat tidak akan membuatmu gemuk, coklat bisa menenangkan pikiranmu ketika kamu sedang banyak pikiran," jelasnya. "Benarkan. Kata siapa?" Deril mencubit pipi Celyn dengan gemas, lalu menarik tangannya agar segera mengikutinya ke meja kasir. Deril membayar semua barang belanjaan yang ia bawa. Bukan kali pertama Deril membelanjakan Celyn snack dan minuman, Ia juga kadang tiba-tiba mengirimkan makanan melalui aplikasi online. Tak lama, mobil yang di kemudikan Deril sampai di depan rumah Celyn. Ia lalu keluar dari mobil membantu Celyn membawa barang belanjaan yang mereka beli. "Apa kamu mau kopi?" "Boleh," jawabnya. Deril menurunkan bokongnya di atas sofa. Mata Deril menangkap sebuah album perpisahan sekolah. Deril membuka satu persatu foto murid disekolah Celyn. Deril penasaran, ia mencari foto Celyn dan berniat memotretnya. "Kamu sedang apa?" tanya Celyn sembari menyimpan secangkir kopi di hadapannya. "Dari banyaknya siswa disini, apa ada foto seseorang yang kamu suka disini?" tunjuk Deril pada album yang ia bawa. Celyn berfikir mencari cara untuk membohongi Deril. Tidak mungkin ia mengatakan jika orang yang dulu ia sukai adalah Arvan.
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD