4

1159 Words
Aleya terbangun dari tidurnya, sinar matahari yang menembus jendela mambuat gadis itu mengerjapkan matanya pelan. Netranya menelusuri ruang yang sedang ia tempati, detik itu juga Aleya bangun dari tidurnya. Pikirannya menerawang ke belakang, mengingat-ingat apa yang terjadi malam tadi. Seketika itu bahunya meluruh lemas, ia melihat keadaan dirinya yang sedang terbungkus selimut tebal dan tak mengenakan apapun didalamnya. Melirik ke sebelah, ranjang sebelahnya telah kosong dan terasa dingin, yang berarti sudah ditinggalkan pemiliknya cukup lama. Air mata Aleya jatuh, ia menangisi nasibnya yang begitu buruk. Mahkota miliknya sudah direnggut paksa, bahkan ia bisa melihat noda merah disprei itu. Tubuhnya bergetar ketakutan, ia mengalami trauma saat mengingat kejadian malam tadi. Aleya hampir mati terbunuh akibat cekikan, tubuhnya terluka oleh cambukan, dan yang paling parah adalah kehormatannya telah diambil. Pria itu melakukan semuanya, pria yang jahat. Aleya menarik rambutnya dengan frutasi, ia telah kotor. Aleya tidak suci, Aleya sudah hina. Keadaannya sungguh kacau, matanya sembab oleh air mata, rambut acak-acakan, banyak bekas keunguan disekitar dadanya akibat kegiatan malam itu. “ARGHHH! Aku hancur, hidupku sudah hancur.” Aleya berteriak dengan keras. Berdiri dari duduknya, wanita itu langsung memungut pakaian yang sudah terkoyak. Ia melihat sebuah benda yang taka sing baginya, koper miliknya teronggok disudut ruangan. Aleya bergegas menghampiri benda itu, dilihatnya barang-barangnya masih utuh dan lengkap. Tentu saja, karena yang pria itu inginkan adalah untuk menghancurkan hidup Aleya, bukan mencuri barang-barang tak berharganya. Aleya segera memakai setelah baju yang ada didalam koper, ia memakainya dengan asal. Ia tidak ingin berlama-lama ditempat terkutuk itu, Aleya menarik kopernya keluar dari kamar yang menjadi saksi atas kehancuran hidupnya. Suasana rumah itu sangat sepi, bahkan seperti rumah kosong tak berpenghuni. Aleya tersenyum miris, rumah ini sudah dipersiapkan hanya untuk penyiksaan dirinya. Aleya tetap melanjutkan langkahnya hingga sampai digerbang utama, menatap lekat bangunan megah yang menjulang. “Mungkin inilah nasibku, menjadi korban pelampiasan dendam.” Ia bergumam dengan lirih, lalu mengusap air matanya yang lolos keluar. Ia sudah menekadkan diri untuk pergi menjauh dari kota ini, Aleya akan pergi ke kota lain untuk melanjutkan hidup. Kota ini penuh dengan kenangan buruk, diusir dari rumah, menjadi sasaran balas dendam, itu semua sudah menjadi alasan yang cukup untuk Aleya pergi meninggalkan kenangan buruknya. “Selamat tinggal…” Aleya mencari jalan menuju tempat ramai, ia akan pergi ke stasiun, ia berencana untuk tinggal diluar kota dan membangun kehidupan yang baru. Selama perjalanan Aleya mengawasi perumahan sekitar, benar saja bahwa perumahan tersebut cukup sepi karena jarang peminat. Semalam dirinya tidak sadar jika telah melewati perumahan ini, kecerobohannya membawa ia dalam petaka besar. Jika teringat kejadian tadi malam, rasanya bagai ribuan pisau menghujam jantungnya. Tubuhnya telah kotor, ia sudah tidak suci. Aleya menghirup napas dalam-dalam, sesak sekali rasanya. “Johan, nama yang akan ku benci seumur hidupku.” Tangan Aleya menggenggam erat, kuku-kukunya bahkan menancap pada kulitnya. Ia membenci pria itu, pria yang bernama Johan. Aleya telah berhasil keluar dari lingkup perumahan, ia menengok kesana kemari untuk mencari taksi. Tubuhnya sudah lelah untuk berjalan, ia tidak kuat lagi berjalan menuju stasiun. Dibawah terik matahari yang mulai menampakkan sinarnya, Aleya berdiri ditepi jalan. Wajahnya yang kusut tidak mampu ia sembunyikan, terlebih hatinya juga sedang dalam suasana yang buruk. Tangannya melambai tinggi saat sebuah mobil berwarna biru khas taksi melaju ke arahnya, beberapa detik setelahnya kendaraan tersebut berhenti tepat dihadapan Aleya. Dengan cepat Aleya menarik koper dan duduk dijok belakang. “Tujuan kemana?” Supir taksi itu bertanya. “Stasiun kereta.” Tak butuh waktu lama kendaraan roda empat itu langsung meluncur pada tujuan penumpangnya, Aleya menatap jalanan kota sekali lagi, ia akan benar-benar pergi dari kota kelahirannya. Pergi untuk jangka waktu yang lama, atau mungkin selamanya? Entahlah, hanya saja ia tidak ingin berurusan lagi dengan kenangan buruknya selama disini. Perjalanan membutuhkan waktu dua puluh menit saja, kini Aleya telah sampai didepan stasiun terkenal yang ada di kota itu. Aleya memberikan uang tip yang sudah ia siapkan, lalu setelahnya turun dari taksi. Langkah kakinya menuju pada loket pembelian tiket, Aleya berdiri mengantre disana. Disaat sudah tiba gilirannya, Aleya segera mengatakan kemana tujuan kereta yang akan ia naiki. “Kereta akan berangkat sepuluh menit lagi, anda ingin menunggu kereta selanjutnya atau – “ kalimat petugas itu menggantung, Aleya buru-buru memotongnya. “Aku langsung menaiki yang ini saja.” Aleya menyambar tiket itu, lalu berlari menuju dimana kereta berada. Langkah kakinya bergerak menuju lorong-lorong di sana, ia tidak sabar jika harus menunggu kereta lain. Napasnya tersengal-sengal, peluh menetes dari dahinya. Matanya memincing menatap sekitar mencoba menelaah dimana kereta yang dimaksud oleh petugas. Tak sengaja netra Aleya mendapati kereta yang akan menjadi tujuannya, dengan segera ia berlari dengan kecepatan penuh. Petugas stasiun sudah memberi peringatan untuk keberangkatan. “T-tunggu.” Pintu kereta hampir tertutup sepenuhnya, petugas yang berdiri disana menaautkan alis menatap wanita itu. “Maaf, ada tiket?” Aleya mengeluarkan tiketnya dan langsung memberikannya pada petugas. “Oh baiklah, silahkan masuk.” Petugas itu mempersilahkan Aleya masuk. Aleya menghela napas lega, ia duduk dijok yang berdekatan dengan jendela. Dengan perlahan, kereta mulai melaju dan lama-lama menjadi lajuan yang kencang. Aleya menetralkan deru napasnya sembari menselonjorkan punggunya pada kepala jok. “Semoga saja ini adalah awal yang baik.” Ia bergumam pelan, disamping itu Aleya mengeluarkan foto bersama dengan mendiang Munangsih. Aleya ingat saat itu adalah perayaan ulang tahunnya ke lima belas, dan setelah beberapa bulan kemudian Munangsih dinyatakan meninggal karena penyakit diabetesnya. Baru saja Aleya merasakan kebahagiaannya yang utuh, tapi sang ibu lebih dulu dipanggil oleh yang maha kuasa. Detik itu juga dunia Aleya seakan runtuh, ia tak memiliki penopang hidup. Aleya sangat menyayangi sang ibu dibanding dengan apapun yang ada didunia ini. Kereta tak terlalu ramai oleh penumpang, oleh karena itu Aleya bisa duduk tenang disudut sendirian. Aleya sedang tidak ingin merasakan keramaian, ia ingin sendiri. Rencananya Aleya akan hidup dikota asal sang ibu, Munangsih sempat memiliki rumah dan toko bunga sebelum menikah dengan Hartono. Aleya berniat mengelola kembali toko bunga tersebut dan tinggal di rumah peninggalan Munangsih. Munangsih adalah wanita yang mandiri, oleh sebab itu ia mendirikan toko bunga yang juga sebagai tempat tinggalnya. Namun, setelah menikah dengan Hartono ia meninggalkan kota tersebut dan tinggal bersama di kota suaminya. Rumah dan toko Munangsih tak terpakai selama bertahun-tahun, semoga saja tempat itu masih layak untuk Aleya tinggali. Toko bunga milik mendiang Munangsih pernah berjaya pada masanya, bahkan tempat itu pula yang menjadi saksi atas pertemuan Munangsih dan Hartono pertama kali. Keduanya adalah pembeli dan penjual, Hartono sering memesan bunga dari toko milik Munangsih, hingga akhirnya membawa perasaan Hartono tertarik pada Munangsih. Aleya merenggangkan tubuhnya yang lelah, apalagi luka cambukan yang ia terima dari Johan semalam sangat terasa perih, untuk berlari seperti tadi Aleya harus merasakan punggung dan lengannya terasa nyeri akibat banyak digunakan untuk bergerak. Luka tersebut sepertinya tidak akan cepat sembuh, butuh waktu berbulan-bulan untuk sampai menghilangkan jejak kemerahannya. Berlama-lama menggali kenangan membuat Aleya lelah secara batin dan fisik, Aleya mulai memejamkan mata dan menyegarkan pikirannya. Perlahan-lahan ia mulai merasa tenang hingga benar-benar tertidur pulas, berharap bahwa semua kesakitan yang ia alami akan ikut terbawa oleh angin-angin yang berhembus.
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD