“Aku dikeluarkan dari pekerjaanku yang lama karena ada pengurangan pekerja. Setelah itu nggak mudah untuk aku bisa dapat kerjaan yang baru. Saat itu ada pelatihan untuk pengawal, karena Pak Rudi mencari pengawal. Aku ikut pelatihan dan diterima, awalnya sekretaris Pak Rudi menawarkanku pekerjaan di kantor. Tapi aku menolaknya, sepertinya aku mau mencoba hal yang baru. Maka itu aku menjadi pengawal Pak Rudi sebelum jadi pengawal kamu. Untuk orang seperti kami harus benar-benar mencari pekerjaan yang menjanjikan dan membuat nyaman. Jadi seorang pengawal tanggungjawabnya besar, tapi besar juga pemasukannya. Bagaimanapun aku harus realistis bukan?” Aletta terdiam sejenak ketika Satya mengatakan hal itu.
“Lalu kenapa kamu nggak pernah bilang tentang itu sebelumnya?” tanya Aletta lagi.
“Untuk apa aku mengatakannya? Kamu nggak pernah bertanya, lalu untuk apa aku tiba-tiba memberitahu hal itu? Untuk apa dan untuk siapa aku mengatakannya? Kamu peduli tentang itu? Sejak kapan kita sedekat itu dulu sampai harus membahas hal itu?” tanya Satya membuat Aletta menatap pria itu tak percaya.
Ia pikir dua bulan belakangan ini mereka cukup dekat sampai melakukan hal yang tak seharusnya membuat hubungan mereka memang mempunyai sedikit kemajuan ternyata tidak. Perkataan Satya cukup menyakitkan untuk Aletta.
“Kamu benar, kita tidak sedekat itu sampai harus membahas hal itu. Aku bukanlah siapa-siapa yang harus tahu semuanya tentang kamu,” ucap Aletta sarkas sambil bangkit berdiri.
“Aletta,” panggil Satya saat Aletta pergi. Namun Aletta tak menjawab bahkan tak menoleh sedikitpun, Satya hanya bisa menghela napasnya kasar sambil menatap kepergian Aletta.
***
“Kamu mau kemana?” tanya Aletta bingung saat melihat Regan turun dengan membawa koper.
Pakaian pria itu juga sudah rapi seperti biasanya hendak berangkat bekerja, mereka ingin sarapan bersama hal yang sering mereka lakukan beberapa belakangan ini. Namun melihat Regan membawa koper membuat wanita itu sedikit bingung.
“Aletta, maafkan aku. Ada pekerjaan penting dan mendadak yang mengharuskan ku harus pergi keluar kota. Aku baru dapat kabar tadi pagi, maaf kalau harus kasih tahu kamu sekarang. Gapapa, ‘kan?” tanya Regan tak enak hati.
“It’s okay. Berapa hari?” tanya Aletta.
“Tiga hari, aku akan berusaha pulang dengan cepat. Kamu gapapa kalau aku tinggal, ‘kan?”
“Selama kamu pergi aku balik ke apartementku saja. Aku nggak mau tinggal sendirian di rumah besar ini, aku kurang nyaman. Lebih baik aku ke apartementku, jangan bilang Papa atau Mama. Aku nggak mau mereka melarangku. Kamu jelas tahu bagaimana Papa, kamu bisa di ajak kerja sama, ‘kan?” Regan tertawa mendengarnya.
“Aku senang karena kamu mengandalkanku. Yaudah gapapa, mana yang buat kamu nyaman aja. Kalau dengan balik ke apartement buat kamu nyaman silahkan. Nanti aku akan hubungi kamu selama di sana, aku akan usahakan pulang dengan cepat. Kamu harus tetap kasih kabar oke? Jangan buat aku khawatir,” kata Regan sambil mengusap puncak kepala Aletta. Kali ini wanita itu membiarkan Regan melakukan apa yang diinginkannya. Lagi pula pria itu hendak pergi sehingga membuat sedikit kebebasan untuknya, Aletta tak mau merusak hal itu.
“Oke,” jawab Aletta cepat.
“Ya sudah, aku langsung jalan saja. Nanti kalau udah sampai aku kabarin kamu. Ingat jangan telat makan lagi supaya kamu nggak mual, kabarin aku terus. Kalau ada apa-apa tolong kasih tahu aku, oke?” Aletta menganggukkan kepalanya. “Tolong jaga istri saya,” kata Regan pada Satya yang tak jauh dari mereka.
“Siap,” jawab Satya tegas.
Sebelum pergi dengan keberanian penuh dan perutungan Regan mencium puncak kepala Aletta. Wanita itu benar-benar terkejut dengan Regan yang tiba-tiba menciumnya. Wanita itu sempat terdiam sejenak, lalu Regan tersenyum dan kembali mengusap puncak kepala Aletta.
“Aku pergi ya, jaga diri,” pamit Regan. Pria itu segera pergi dari sana, sedangkan Aletta masih saja diam. Satya melihat hal itu, namun pria itu juga tak mengatakan apapun. Keduanya sarapan dengan keadaan menikmati makanan tersebut masing-masing tanpa mengatakan apapun.
***
“Kita langsung pulang ke apartement?” tanya Satya begitu mereka sudah di dalam perjalanan. Akhirnya Satya mengalahkan egonya untuk mengajak Aletta bicara terlebih dahulu setelah kesalah pahaman yang terjadi tadi malam.
“Kita mampir ke butik dan salon dulu. Setelah itu kita ke rumah Papa,” jawab Aletta masih dengan ketus. Bahkan ketika menjawab Aletta tak menatap Satya, wanita itu melihar ke arah luar jendela sambil melipat tangannya di depan d**a.
“Maaf kalau perkataanku tadi malam terkesan menyakiti. Tapi aku tak bermaksud seperti itu. Kamu salah paham saja, aku hanya ingin mengatakan kalau kita baru saling mengenal dekat beberapa bulan belakangan ini. Kalau kamu memang ingin tahu kamu bisa tanya apapun langsung padaku, aku pikir dengan begitu kita bisa semakin saling mengenal,” ucap Satya sambil sesekali melirik ke arah Aletta melalui kaca.
Namun Aletta tak mengatakan apapun, walaupun sebenarnya wanita itu senang ketika Satya mengatakan hal tersebut. Tetapi Aletta tak mau menunjukkan hal itu. Perasaan Aletta saat itu seketika berubah karena Satya meminta maaf dan menjelaskan maksud dari perkataan pria tersebut.
Maka di hari itu Aletta berkunjung ke beberapa salon miliknya yang memang buka di beberapa tempat. Bisnis Aletta memang berjalan dengan baik, wanita itu pintar mengelolanya. Selain punya salon, Aletta juga mempunyai beberapa butik. Walaupun lebih banyak salon, tapi hal itu membuat Aletta juga cukup sibuk pada hari itu.
Aletta benar-benar memeriksa semuanya sampai tuntas, Aletta tak mau orang-orang yang bekerja dengannya berkhianat ketika tidak dipantau dalam beberapa hari ini. Syukurnya semuanya berjalan dengan baik tanpa ada kendala. Setelah itu Aletta menuju rumah orangtuanya, karena ada hal yang ingin di tanya oleh Aletta pada Papanya.
“Hallo sayang, bagaimana pernikahan?” tanya Tyas begitu Aletta datang dan memeluknya.
“Mama jelas tahu aku nggak menginginkannya, jadi jangan tanya. Papa ada di mana?” tanya Aletta sambil mencari sosok Rudi.
“Lagi nonton, kamu udah makan?” Aletta menganggukkan kepalanya.
Sebelum datang ia dengan Satya memang sudah makan malam di luar. Aletta tak mau makan malam di rumah orangtuanya karena akan membuatnya sangat lama bersama dengan Rudi hal itu jelas dihindarinya. Aletta langsung saja menghampiri Rudi dan duduk tak jauh dari Rudi.
“Tumben Papa nggak kerja,” sindir Aletta membuat Rudi terkejut dengan kedatangan putrinya itu.
“Kamu baru datang?” tanya Rudi mengalihkan. “Di mana suamimu? Kenapa datang sendiri?” tanya Rudi lagi.
“Aku datang bersama Satya, tidak sendiri,” jawab Aletta dengan ketus.
“Itu jelas berbeda, Satya tidak masuk hitungan,” balas Rudi tak mau kalah. Aletta malas memperpanjang. “Di mana suamimu?” tanya Rudi lagi.
“Ada perjalanan bisnis keluar kota katanya,” jawab Aletta malas.
“Lalu kenapa kamu ada di sini? Seharusnya kamu ikut mendampingi suamimu, bukan datang ke sini.” Hal itu membuat Aletta langsung saja berdecak.
“Untuk apa? Lagi pula dia akan sibuk bekerja lalu aku bagaimana? Regan juga tak memintaku untuk ikut, kenapa aku harus ikut? Papa tumben nggak kerja? Biasanya juga sibuk sama kerjaan, gimana sama rencana bisnis Papa sama Papanya Regan? Udah berhasil?” tanya Aletta sengaja mengalihkan sekaligus mempertanyakan tujuannya datang ke rumah orangtuanya itu.
“Kenapa kamu bertanya tentang perusahaan? Kamu nggak pernah mau tahu sebelumnya, kenapa sekarang peduli?” tanya Rudi sarkas membuat Aletta tertawa.
“Kenapa? Salah aku bertanya? Papa nggak mau jawab?” tanya Aletta balik.
“Lagi dipersiapkan, ada hal yang harus dibicarakan lebih lagi tentang ketentuannya. Kenapa kamu ikut campur?” tanya Rudi lagi dan Aletta bangkit berdiri sambil tertawa.
“Tujuan Papa nikahkan aku sama Regankan supaya bisnis Papa lancar. Makanya itu aku tanya Papa sudah bagaimana rencananya. Papa pasti senang karena rencana Papa berjalan dengan lancar iya, ‘kan?” ejek Aletta.
“Apa maksud kamu bicara seperti itu?” tanya Rudi tak suka.
“Papa pikir aja sendiri,” jawab Aletta dengan tertawa. “Abang ada di mana Ma?” tanya Aletta pada Tyas.
“Ada di ruangan kerjanya,” jawab Tyas. Aletta langsung saja pergi dari sana untuk menghampiri saudaranya itu.
“Mau kemana kamu? Masih mau menuduh Papa?” tanya Rudi membuat Aletta semakin tertawa dengan keras. Ia benar-benar tak peduli dengan Rudi, ia hanya ingin tahu kalau rencana Papanya berjalan dengan lancar itu akan membuat rencananya juga bisa berjalan.
“Hai Bang,” sapa Aletta begitu ruangan kerja Anggara dibuka olehnya. Pria itu yang sedang berkutat dengan laptopnya mengalihkan pandangannya.
“Hai, baru datang?” tanya Anggara sambil bangkit berdiri, sedangkan Aletta menutup pintu tersebut dan memeluk saudaranya itu. Setelah melepas rindu keduanya duduk di sofa yang tersedia dalam ruangan tersebut.
“Bagaimana menikah?” tanya Anggara membuat Aletta langsung saja berdecak.
“Pertanyaan Abang sama Mama sama aja, apa nggak ada pertanyaan yang lain? Tanya kabar atau apa gitu,” sindir Aletta membuat Anggara tertawa.
“Karena pernikahan itu akan membuat kami tahu bagaimana kabar kamu,” jawab Anggara bijak membuat Aletta berdecak.
“Di mana Kak Jelita?” tanya Aletta membuat Anggara langsung saja menghela napasnya membuat Aletta paham bahwa Kakak iparnya itu sedang tidak ada di rumah.
Anggara dan Jelita memang tinggal di rumah Rudi, itu sudah selayaknya karena Anggara anak laki-laki satunya. Anggara juga yang akan menjadi penerus keluarga mereka. Maka itu Aletta sangat tahu beban yang sedang dipukul Abangnya itu.
“Pergi lagi?” tanya Aletta memastikan dan Anggara menganggukkan kepalanya.