Part 09 - Rindu Ibu

1282 Words
Raisel terkejut ketika wajahnya disiram, wanita itu segera mengusap wajahnya menatap pada Ardam yang berdiri di depannya dengan ember yang ada di tangannya. Raisel melihat pada ember itu lalu menggeleng pelan. “Kau itu nyenyak sekali tidurnya. Jangan kira kau itu menjadi lacurku di sini maka kau bisa tidur dengan nyenyak tanpa mengerjakan apapun! Kau bangun sekarang, mandi, dan ganti pakaianmu! Kau masak untukku!” perintah Ardam setelahnya lelaki itu pergi dari sana meninggalkan Raisel yang menunduk sambil mengepalkan tangannya. Raisel menangis dalam diam dengan apa yang terjadi padanya barusan. Ya Tuhan! Belum sampai dua minggu dirinya di sini. Tapi perlakuan Ardam sungguh keji sekali padanya. Raisel berjalan menuju kamar mandi, lalu keluar dari dalam kamarn mandi dengan pakaian yang sudah tersedia di dalam kamar ini untuk dirinya. Raisel memoles wajahnya tipis tidak terlalu tebal. Raisel berjalan keluar dalam kamar. Menuruni tangga, menatap pada Ardam yang masih duduk bersama dengan wanita semalam. Keduanya saling tertawa sekali-kali akan menukar saliva yang membuat Raisel merasa jijik melihatnya. Raisel berjalan menuju dapur mengeluarkan bahan masakan lalu dirinya mulai memasak mengabaikan apa yang dilakukan oleh Ardam bersama wanita bayarannya. Pria itu b******n! Kenapa dirinya malah jatuh cinta dengan seorang b******n seperti Ardam. Raisel meringis pelan melihat tangannya yang terluka oleh pisau. Raisel mengulum tangannya, menatap pada Ardam yang berdiri di belakangnya ketika dia berbalik. “Kenapa tak iris saja tubuhmu langsung?” tanya Ardam sinis, menatap pada tangan Raisel yang berdarah. Ardam mencari kotak P3K lalu dirinya mulai mengobati tangan Raisel. Raisel melihat tangannya yang diobati oleh Ardam. Tubuh Raisel mematung dirinya, menatap pria itu menatap serius pada lukanya dan membaluti jari Raisel dengan plaster. Ardam melepaskan tangan Raisel, lalu dirinya beranjak dari sana. “Cepat selesaikan masakanmu! Aku tidak mau mati kelaparan harus menunggu kau yang memasak. Tapi malah melukai dirimu sendiri!” ucap dingin dari Ardam membuat Raisel mengangguk dan mulai untuk menyelesaikan masakannya. Raisel tidak mau Ardam marah lagi pada dirinya. Pria itu kalau sudah marah sangat menakutkan sekali, juga membuat ulu hati Raisel sakit mendengar setiap lontaran kata yang dikeluarkan oleh Ardam. Raisel menyusun makanan di atas meja makan. Kakinya berjalan menuju ruang tengah menatap pada Ardam dan wanita itu yang masih saja duduk bersama dan sekarang keduanya saling menyentuh satu sama lain. Raisel menarik napasnya perlahan dan melepaskannya perlahan. Dia harus mengatakan makanan sudah siap pada Ardam. Jangan takut. Ini juga demi Raisel yang sudah menyiapkan sarapan pagi untuk kedua manusia itu. “Makanannya sudah siap!” satu tarikan napas Raisel mengatakan itu. Ardam melihat pada Raisel yang menatap takut-takut pada dirinya. Ardam berdecak pelan melihat wanita itu yang menatapnya takut. Ardam beranjak sambil menggenggam tangan wanita yang sedari malam memuaskan hasratnya. Ar dam menarik kursi meja makan mempersilakan wanita itu untuk duduk. Wanita itu duduk dengan senyuman sombong yang terpatri di bibirnya. Raisel melihat sekilas pada wanita itu, dan duduk di salah satu kursi di sana. “Bukankah dia pembantu di rumah ini? Untuk apa dia duduk bersama kita?” tanya wanita itu menatap sinis dan tidak suka pada Raisel. Ardam melihat pada Raisel dan juga melihat pada wanita yang bertanya padanya. Ardam berdecih. “Biarkan dia duduk di sini. Dia itu bukan sekadar pembantu di rumah ini, dia itu lacurku. Yang akan memuaskan nafsuku setiap saat padanya.” Kata hinaan itu terdengar oleh Raisel dari bibir Ardam. Tangan Raisel terkepal di bawah meja makan, menahan rasa marah dan juga rasa ingin memaki Ardam. Kalau dia melawan maka dirinya akan menambah masalah di dalam hidupnya lebih baik Raisel diam saja tidak membalas apa yang dikatakan oleh Ardam padanya. “Sayang! Aku bisa memuaskan nafsumu setiap saat. Aku bersedia untuk tinggal di sini, kau tidak perlu mengandalkan wanita tak cantik ini. Juga aku lihat dia tidak memiliki pengalaman sama sekali,” ejek wanita yang duduk di hadapan Raisel. Menatap Raisel penuh rendahnya. “Bukankah yang belum berpengalaman itu menyenangkan? Aku tidak butuh kamu sayang. Aku membutuhkan dia. Milikmu sudah longgar dan sudah banyak yang memakainya. Aku suka pada milik wanita yang belum tersentuh sama sekali tentunya masih perawan!” ucap Ardam menarik rambut wanita di sebelahnya kasar. Ardam mengambil sebuah pisau yang ada di atas meja makan, lalu dirinya mengacungkan pisau itu di kulit leher wanita yang disewa oleh dirinya semalam. Ardam mengores kulit leher wanita itu sedikit, melihat darah yang mentes dari kulit leher wanita itu. “Kau itu hanya seorang jalang yang aku bayar satu malam untuk memuaskan nafsuku! Kau tidak berhak untuk mengatur diriku! Aku tidak suka diatur oleh wanita seperti dirimu!” ucap Ardam mengusap darah wanita itu ke wajah cantik wanita itu. Wanita itu menelan salivanya kasar, dia takut dengan apa yang akan dilakukan oleh Ardam pada dirinya. Dia tidak akan pernah mencari masalah lagi pada Ardam harus bersikap baik sampai dia keluar dari dalam mansion ini. “Kalau kau tidak mau merengang nyawa di sini. Maka dirimu jangan mencoba untuk berkata seolah aku lebih membutuhkan dirimu!” Ardam melepaskan tangannya dari rambut wanita itu lalu melempar pisau di tangannya tadi ke lantai. Raisel yang melihat itu semua menelan salivanya kasar. Tubuhnya sudah berkeringat, dia tidak bisa membayangkan kalau Ardam akan melakukan sesuatu pada dirinya. Juga mengores setiap jengkal tubuhnya. Ardam melirik Raisel yang ketakutan. Ardam menyeringai melihat wanita itu yang takut pada dirinya, ini yang diharapkan oleh Ardam. Wanita itu yang terus takut padanya, tidak akan pernah berani melawan dirinya. “Kau sangat berkeringat sekali Raisel,” ucap Ardam memakan makanannya menatap pada Raisel yang tampak tak berani melihat padanya. Ardam benci pada orang yang tidak melihat padanya ketika dia berbicara pada orang itu. “LIHAT AKU JALANG!” bentak Ardam. Raisel langsung melihat pada Ardam sambil memainkan jari jemarinya gugup. Ya Tuhan … kenapa harus dibentak? Air mata Raisel sudah berlinang. Dirinya sangat mudah sekali menangis, hanya dibentak saja sudah mampu membuat dia menangis. Raisel menahan air matanya untuk tak keluar. “Cengeng sekali. Kau itu memang tidak pantas untuk dijadikan sosok wanita tangguh yang berdiri di sampingku. Untung saja dulu aku ceraikan dirimu!” Perkataan Ardam membuat hati Raisel kembali terluka untuk kesekian kalinya. Ya, dia memang tak pantas bersanding dengan pria itu, lagian dia tidak meminta untuk bersanding dengan Ardam dulunya. Kalau saja tidak ada perjodohan antara mereka. “Kalian mantan suami istri?” tanya wanita yang sedari tadi hanya duduk dan mendengarkan apa yang dikatakan oleh dua orang yang ada di samping dan di depannya ini. Dia tidak menyangka kalau kedua orang itu adalah mantan suami istri. “Kau tidak perlu tahu jalang!” ucap Ardam tajam mampu membuat mulut wanita itu mengatup mendengar apa yang dikatakan oleh Ardam. Dia mencari masalah lagi dengan Ardam yang tidak suka orang lain ikut campur dengan urusannya sekarang. “Aku minta maaf!” ucap Raisel menghapus air matanya, memakan makanannya dalam keadaan menunduk, berusaha untuk menahan air matanya untuk tak keluar lagi. Raisel tidak mau mendengar perkataan penuh hinaan itu dari Ardam lagi. Ardam melihat Raisel makan makanannya dengan keadaan menahan tangis mendengkus, lalu dia melempar sendok yang ada di atas piringnya menuju Raisel. Kulit tangan Raisel tergores karena sendok yang dilemparkan oleh Ardam padanya tadi. Raisel meringis pelan, melihat darah yang ada di tangannya. Matanya melihat pada Ardam yang menatapnya dengan tatapan tajam. Pria itu berdiri dari tempat duduknya, lalu dia menarik tangan wanita yang dibawa oleh Ardam semalam dan berjalan cepat keluar dari dalam mansion. Raisel yang ditinggalkan sendirian di ruang makan menangis tersedu, menatap pada tangannya dan memukul dadanya. Sudah berapa banyak air matanya keluar karena orang yang sama? Kenapa Ardam jahat? Kenapa dia harus menghina Raisel? Raisel terluka. Ibu … Raisel mau pulang dan peluk Ibu. Raisel rindu Ibu. Isakan lirih penuh kerinduan pada ibunya membuat siapa yang akan mendengar isakan itu akan merasakan kesedihan dari yang dirasakan oleh Raisel.
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD