Part 06 - Benci hidupnya

1075 Words
Raisel menatap pada rumah yang ada di depannya, rumah yang diberikan oleh Ardam padanya, saat dia akan pergi menemui ibunya ke rumah sakit. Raisel sudah menolak rumah yang diberikan oleh Ardam padanya, namun pria itu terus saja memaksa, mengatakan kalau dia sengaja memberikan rumah ini. Karena Raisel si miskin tidak akan pernah sanggup membeli rumah. Sungguh sakit perasaan Raisel mendengar apa yang dikatakan oleh mantan suaminya itu padanya. Pria itu tidak pernah berkata baik dan lembut padanya, selalu saja berkata kasar dan menyakiti hati Raisel setiap kali dirinya mendengar apa yang dikatakan pria itu. “Ini rumah baru kita, Nak?” Raisel melihat pada ibunya lalu mengangguk. “Iya, Ibu nggak suka sama rumahnya?” tanya Raisel. Ibu menggeleng pelan. Dia suka dengan rumah ini. Lingkungan di sini juga lumayan baik di rumah mereka kemarin, matanya menatap pada tetangga yang tersenyum padanya. Dibalas oleh senyuman manis oleh ibu. “Ibu suka banget sama rumahnya. Ini rumah impian Ibu sama Bapak kamu dulu. Sayang Bapak kamu sudah pergi untuk selamanya Raisel, kalau dia masih hidup. Kamu nggak perlu kerja keras demi Ibu, Nak,” air mata itu menetes dari wanita yang telah melahirkan Raisel ke dunia ini. Raisel memeluk ibunya mengusap punggung ibunya. “Jangan menangis lagi Bu. Bapak sudah tenang di sana, Raisel nggak masalah untuk kerja keras demi Ibu. Raisel hanya punya Ibu. Tulang dan badan Raisel sangat kuat. Memangnya selama ini Raisel pernah ngeluh capek?” tanya Raisel tersenyum pada ibunya. Ibu menggeleng, tidak pernah mendengar anaknya yang mengeluh capek. Malahan anaknya terus berusaha untuk mencari uang biaya pengobatannya. “Kamu tidak pernah mengeluh sayang. Tapi Ibu tahu kalau kamu itu sangat lelah sekali. Dulu Ibu kira dengan kamu yang menikah dengan Ardam akan merubah semuanya, namun ternyata pernikahan itu hanya berjalan seminggu.” Raisel merasakan keluh di lidahnya saat melihat tatapan sendu ibunya membahas pernikahannya dengan Ardam dulu. Raisel tersenyum miris. Sekarang dirinya menjadi p*****r Ardam. Mata Raisel menatap pada pesan yang dikirim oleh Ardam padanya, ini sudah tiga hari dirinya keluar dari mansion pria itu. Ardam meminta dirinya untuk segera ke mansion, atau pria itu akan menyeret Raisel ke sana. Raisel menatap pada pria berbada besar memakai topi dan duduk di atas motor. Raisel tahu kalau pria itu adalah orang suruhan Ardam. Raisel akan meminta waktu satu malam lagi pada Ardam. Besok pagi dirinya akan ke langsung ke mansion pria itu. “Ibu, ayo kita masuk ke dalam. Jangan banyak memikirkan hal yang tidak-tidak.” Raisel menuntun ibunya masuk ke dalam rumah. Raisel membuka pintu kamar ibunya, membaringkan ibunya secara perlahan. “Ibu tunggu di sini. Raisel mau salin makanan yang kita beli tadi ke dalam piring. Ibu harus minum obat.” Raisel keluar dari dalam kamar. Ibu melihat punggung anaknya yang sudah tak terlihat lagi, air matanya kembali keluar. Tidak tega rasanya melihat anaknya yang harus berjuang demi hidup mereka. Kalau saja dirinya sehat dan tidak sakit-sakitan seperti ini, maka dia bisa menolong anaknya untuk bekerja. Ibu segera menghapus air matanya ketika pintu kamar terbuka. Raisel tersenyum manis pada ibunya yang dibala oleh ibunya dengan senyuman manis. Raisel menyuapi ibunya makanan, matanya melihat pada ibunya yang tampak makan dengan lahap. Ya Tuhan … apakah dirinya siap untuk melihat tatapan kecewa dari ibunya ini nanti. Ketika mengetahui apa yang dilakukan oleh Raisel. Raisel sudah meminta pada Ardam untuk memberikan dirinya waktu satu malam lagi. Tetapi pria itu tidak mau memberikannya. Tiga hari. Hanya tiga hari saja. Nanti sore dirinya sudah harus di mansion pria itu. “Kamu mikirin apa Nak?” Raisel tersentak mendengar pertanyaan ibunya. Raisel menggeleng pelan, tidak mau mengatakan pada ibunya. Dia sedang memikirkan untuk kembali ke mansion Ardam dan bagaimana nasibnya di sana setelah ini. “Nggak ada Bu. Ibu makan saja. Nanti sore Raisel harus pergi kerja Bu, besok pagi akan ada yang nemenin Ibu di sini. Maafkan Raisel, tidak bisa menemani Ibu lama-lama.” Raisel meneteskan air matanya, dulu dia selalu membayangkan kalau dirinya tidak pernah akan meninggalkan ibunya. Dia akan menemani ibunya merawatnya dengan baik. Namun ternyata dia harus meninggalkan wanita yang amat disayangi oleh dirinya ini. “Kamu kenapa nangis? Kamu, ‘kan sering ke sini nantinya. Kamu nggak usah nangis, nanti putri Ibu nggak cantik lagi.” Raisel tersenyum kecut mendengarnya, bagaimana dia harus mengatakan pada ibunya, kalau belum dia akan menjenguk ibunya sesering mungkin. Untuk menambah hari saja Ardam tidak mau, pria itu tetap memaksanya untuk ke mansion pria itu nanti sore. Raisel tidak mau membuat ibunya kecewa saat dirinya mengatakan kalau dirinya tidak akan bisa untuk menemani ibunya selalu di sini. Bahkan untuk ke sini seminggu sekali saja dia tidak tahu apakah akan bisa atau tidak. Mata Raisel melihat ibunya yang sudah mulai menguap pelan. “Ibu kalau mau istirahat. Istirahat saja, nanti kalau Raisel sudah tidak terdengar. Berarti Raisel sudah pergi bekerja Bu,” ucap Raisel. Wanita paruh baya itu mengangguk, dan memejamkan matanya. Raisel mencium kening ibunya lama. Menggenggam tangan ibunya, Raisel segera menjauh dari ibunya dan keluar dari dalam kamar ibunya. Raisel mengusap air matanya kasar. Entah kenapa bunuh diri terpikir dalam otaknya sekarang, kalau dirinya sudah lelah akan hidupnya sendiri, maka dia akan memilih ini. Maafkan dirinya, kalau suatu hari nanti memilih jalan ini. Raisel menatap pada pintu rumah ibunya yang diketuk. Raisel berjalan mendekati pintu rumah lalu membukanya. Matanya melihat pada pria yang berdiri dengan tatapan tajamnya, melihat pada Raisel yangv mengangkat sebelah alisnya. “Ada apa?” tanya Raisel, sudah beberapa menit pria di depannya ini hanya diam saja dan tidak mengatakan apapun. Pria itu berdeham pelan. “Kau disuruh sekarang ke mansion!” jawab pria itu melihat Raisel tajam lalu memutar bola matanya malas. Tangan Raisel terkepal, tidak mau ke mansion Ardam sekarang. Bukankah ini baru jam dua siang? Untuk apa dia cepat-cepat ke sana. Raisel sudah mengatakan pada Ardam kalau dirinya akan ke mansion pria itu jam lima sore. “Ini baru jam dua!” ucap Raisel. Pria itu mengeram mendengar apa yang dikatakan oleh Raisel dia mau cepat melaksanakan tugasnya. Tidak mau berdebat dengan wanita yang ada di depannya ini. Bossnya mengatakan kalau Raisel harus pergi sekarang dan jangan membantah apa yang dikatakan oleh bossnya. “Kau harus pergi sekarang Nona! Boss saya tidak menerima penolakan!” pria itu menarik tangan Raisel dan menutup pintu rumah. Lalu memasukkan Raisel ke dalam mobilnya. Raisel menangis berusaha untuk melepaskan tangan pria itu dari tangannya. Yang tidak akan berhasil, karena tenaganya tidak sebanding dengan pria itu. Raisel benci hidupnya. Hidup yang bukan miliknya lagi!
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD