Paul Maraina

1470 Words
Mawar harus mengedipkan matanya berulang kali. Kain demi kain menumpuk pada ruang tamu di sayap barat manor Maraina. Tidak hanya kain, beragam sepatu dan aksesoris juga bertebaran. Di sela-sela tumpukan, terkadang dapat ditemukan gaun-gaun dari beludru dan dihias dengan bulu hewan.  Gadis itu meraba satu gaun dengan bulu macan putih pada bagian lengannya. Rasanya lembut sekali.  "Ini... bukan gaun-gaun pengantin...," kata Mawar bingung.  "Ah, awalnya Yang Mulia Duke mengomisi saya memang untuk membuat pakaian pengantin saja," kata seorang perempuan berusia tengah baya di tengah ruangan. Perempuan itu memperkenalkan dirinya sebagai Madam Chiffon, seorang desainer yang dikomisi oleh Victor. "Namun baru saja kemarin, Adrian memberitahu saya bahwa Anda juga akan membutuhkan beberapa pakaian sehari-hari." Mawar melirik Adrian. Ketua pelayan itu memasang wajah yang impasif di sudut ruangan. "Itu adalah perintah dari Yang Mulia," katanya. Ya... aku tidak akan menolak bila diberikan pakaian lebih.... Madam Chiffon memberikan perintah pada pelayan-pelayan di manor untuk meletakkan segala barang yang ia bawa. Di dalam ruangan itu, untuk momen itu, dia lah sang nahkoda. Meski perempuan itu terkadang terlihat kaku ketika berhadapan langsung dengan Mawar yang memakai topeng.  Ketika Mawar mengangguk untuk menunjukkan pengertiannya, Madam Chiffon dengan cepat berkata, "Sekarang, Anda harus berganti dengan ini." Madam Chiffon memberikan sebuah gaun putih dengan siluet putri duyung pada Mawar. Gaun itu memiliki belahan d**a yang rendah dan belahan punggung yang lebih rendah lagi.  "Jangan itu," kata Mawar telak. "Tapi kenapa?" tanya Madam Chiffon, "Yang Mulia memiliki tubuh yang bagus. Tubuh seperti itu harus dipertunjuk–" "Karena itu aku tidak mau," Mawar memotong perkataannya, "Pilihkan pakaian yang lebih menutup." Madam Chiffon mencibir bibirnya. "Pernikahan kalian sangat mendadak, Yang Mulia. Saya tidak akan sempat membuat gaun baru ketika pernikahan kalian adalah esok hari dan kalian baru membuat pesanan pada saya kemarin." "Hanya ini gaun-gaun yang saya punya sekarang," kata Madam Chiffon dengan tegas. Di balik topengnya, Mawar tersenyum tipis. Ia menyukai sikap Madam Chiffon yang terus terang.  Mawar memperhatikan gaun-gaun pengantin yang dibawa oleh Madam Chiffon. Jumlahnya ada enam pakaian. Kebanyakan cukup terbuka di bagian d**a, pundak, dan lengan. Bila Mawar memakai gaun seperti itu, luka bakarnya akan dengan jelas terlihat.  Hingga Mawar melihat satu gaun yang diletakkan di pojok ruangan. Tidak seperti gaun lain yang memiliki rok bermekar, gaun ini mengikuti pola putri duyung. Belahan lehernya off-shoulder, namun terdapat renda dengan pola rumit yang menutupi bagian leher juga melapisi seluruh permukaan gaun. ***         Melihat arah pandang Mawar, Madam Chiffon hendak protes. Namun Mawar sudah lebih dahulu mengambil pakaian itu dan membawanya ke kamar Mawar.  "Aku pilih gaun ini," katanya tanpa menghiraukan Madam Chiffon yang masih tergagu.  "Ta– tapi Yang Mulia itu–" Perkataan Madam Chiffon terpotong ketika Mawar sudah memasuki kamarnya sendiri untuk mencoba pakaian itu. Lisa hendak turut memasuki kamar Mawar guna membantu Mawar memakai gaun itu. Namun lagi-lagi Mawar menolak siapapun untuk membantunya berpakaian. Ia dapat melihat wajah Madam Chiffon turut kebingungan dengan hal itu, tetapi ia tidak peduli.  Di dalam kamarnya, Mawar melepas topengnya dengan lega. Kemudian ia mulai menanggalkan gaun rumahnya dan memasukkan dirinya pada gaun pengantin itu.  Sial.... Mawar berusaha untuk mengatupkan kancing di bagian punggungnya, tetapi jemarinya tidak kunjung dapat menarik risleting itu ke atas. Ia pun tidak berani untuk menggunakan kekuatan lebih, takut ia justru akan merusak gaun itu.  Tepat saat itu juga, pintu kamar terbuka dan Mawar cepat-cepat membalikkan badannya dari pintu.  Berani-beraninya mereka memasuki kamarku tanpa izin. Para pelayan itu harus kuingatkan akan statusku di manor ini. "Tidakkah kuperintahkan untuk menunggu di ruang tamu?" tanya Mawar dengan nada rendah. Semua orang yang mendengar nada itu sudah pasti akan meringsut ketakutan. Namun suara yang membalas Mawar tidak sedikitpun menunjukkan orang itu terintimidasi.  "Ini aku."  Mawar langsung mengenali suara Victor dari pintu. Tak lama, pintu tertutup kembali dan Mawar dapat merasakan satu presensi selain dirinya di dalam kamar.  Astaga, presensi pria ini sangat kuat.... Kendati demikian, mengetahui bukanlah sembarang orang yang memasuki kamarnya melainkan Sang Duke sendiri, Mawar merilekskan pundaknya.  "Oh, kau," kata Mawar pelan. Sebelum Mawar dapat menghadap Victor sepenuhnya, Victor sudah menutup jarak di antara mereka. Jemari Victor yang besar menyentuh jemari Mawar yang masih bertengger pada punggungnya.  "Biar aku," kata Victor. Hembusan napas dari mulutnya membawa hawa panas pada punggung Mawar yang masih terbuka. Secara spontan, pikiran Mawar berkelana pada kejadian kemarin malam ketika Victor ... menyentuhnya. Mawar merasakan tubuhnya sedikit memanas.  Ia menurunkan tangannya dan membiarkan pria itu membantunya menaikkan risleting gaun itu. Mawar mengesampingkan rambut hitamnya ke satu pundaknya, memberikan akses bagi Victor untuk bekerja. Entah kenapa, waktu terasa berjalan sangat lambat saat itu.  "Ada apa kau ke sini, Duke?" Victor telah selesai mengaitkan risleting itu dengan sempurna. Namun pria itu menahan posisi jemarinya di tengkuk Mawar dan justru memainkan beberapa helai rambut Mawar.  Apa yang dia lakukan? "Ada seorang yang ingin kukenalkan padamu." Kemudian Victor menangkap pandangan Mawar dari refleksi cermin di meja rias. Untuk sekilas, Mawar dapat melihat dagu Victor seakan terjatuh. Mawar merasa risih diperhatikan begitu intensnya oleh seseorang. Gadis itu secara tak sadar sedikit memeluk lengannya sebagai upayanya untuk meringsut dari tatapan Victor.  "Maksudmu anakmu, bukan?" Victor tersadarkan dari lamunannya. "Uh... iya." Pria itu mendeham. Kemudian menjulurkan satu tangan dari belakang. Mawar menghembuskan napas sebelum akhirnya memasang topengnya kembali dan menyambut uluran tangan itu.  Victor menuntunnya keluar dari kamar. Ketika pintu terbuka, terlihat Madam Chiffon dan beberapa pelayan menguping dari balik pintu. Mereka langsung menegakkan badan dan berpura-pura tidak melakukan apapun.  Satu-satunya hal yang berbeda adalah keberadaan seorang bocah lelaki hanya beberapa langkah dari pintu kamar. Bocah itu seperti miniatur Victor dengan rambut pirang dan manik mata hijaunya. Namun tidak seperti Victor yang dapat mengintimidasi satu ruangan, bocah itu justru berlagak ketakutan. Ia bersembunyi di balik seorang pelayan perempuan.  Mawar dapat melihat tangan bocah itu bergemetar hebat memegangi rok pelayan itu. Mawar mengenali tatapan itu. Bagaimana tidak? Itu adalah tatapan dirinya setiap kali Rendre memasuki ruangan.  Pijar api kemarahan membara di dalam diri Mawar.  Sehebatnya dirimu di medan perang, bila kau membuat anakmu setakut ini ... kau tetaplah sampah masyarakat, Victor Maraina.  Tak terasa Mawar mengepalkan tangannya untuk menahan amarahnya. Ia hampir saja meremas tangan Victor dengan tangannya yang lain bila saja akal sehat tidak menghentikannya. Tidak, tidak. Bocah itu bukanlah urusanku. Bocah itu bukan tanggunganku.... "Paul, beri salam pada Mawar," kata Victor penuh otoriter. Bocah itu menangkap tatapan Mawar. Mungkin ia menjadi lebih ketakutan dengan tampang Mawar yang masih memakai topeng. Bocah itu tergagu, "Se– selamat siang No– Nona Mawar." Dengan ceroboh, Paul mencoba untuk membungkuk dengan satu tangan di perut.  "Panggil dia Duchess, Paul," kata Victor lagi, "Bukan Nona." Paul terlihat cemas karena Victor baru saja menyatakan kesalahan bocah itu.  Melihat Paul yang begitu gugup, Mawar tidak tahan untuk angkat suara. "Tidak masalah. Tuan Muda Paul dapat memanggilku apa saja," kata Mawar dengan nada lembut. Kemudian Mawar melakukan curtsie sebagai bentuk salam kepada Paul. "Senang bertemu denganmu, Paul." Paul hanya mengangguk pelan.  Itu cukup. Aku tidak perlu untuk mendekatkan diri dengannya. "Baiklah," lanjut Victor, "Aku harus menyampaikan sesuatu pada kalian berdua. Aku akan pergi ekspedisi selama 3 bulan. Kaisar baru saja memerintahkanku untuk menaklukkan pemberontakan di Daratan Buas." Mata Paul sedikit membelalak mendengar hal itu. "Ta– tapi Ayah baru saja pulang dari ekspedisi sebelumnya..." Oh, tidak ada yang lebih miris daripada melihat seorang bocah yang masih mencintai orang tua yang membuatnya ketakutan.... "Ini bukanlah hal yang baru, Paul," kata Victor dingin. Mawar dapat merasakan atmosfer ruangan memberat. Para pelayan dan Madam Chiffon hanya dapat membungkam mulut meski mata mereka mengatakan hal yang berbeda.  Tiba-tiba sebuah tangan melingkari pinggang Mawar dari belakang. Mawar dapat merasakan kehangatan tubuh Victor dari punggungnya.  "Selama tiga bulan, manor ini akan diurus oleh istriku, Mawar," Victor berkata kepada satu ruangan. Tangan besarnya menekan pinggang Mawar begitu kuat hingga Mawar sedikit kesusahan bernapas. "Aku yakin manor ini ada di tangan yang tepat." Mawar langsung mengetahui bahwa Victor sedang bersandiwara. Ia memeluk dan menyatakan kepercayaan pada Mawar dengan tujuan untuk memberikan pesan pada semua staf manor. Bahwa mereka harus menghormati Mawar sebagai Duchess di manor itu.  Namun rengkuhan tangannya yang kuat di pinggang Mawar adalah sebuah ancaman untuk Mawar.  "Bila kau macam-macam selama aku pergi," bisik Victor di telinga Mawar, "Percayalah, aku dapat membuat seseorang menghilang tanpa jejak." "Apa itu yang terjadi pada istri pertamamu?" bisik Mawar balik.  Napas Mawar tercekat ketika ia merasakan pelukan Victor pada pinggangnya mengeras tiba-tiba. Secara insting, Mawar menggenggam lengan Victor itu. Untungnya ia memakai topeng, sehingga tidak ada orang lain yang dapat melihat wajahnya meringis.  "Bila kujadi kau, aku juga akan menjaga perkataanku." Victor memberikan kecupan pada leher dan pundak Mawar.  Bagi orang lain, Victor terlihat seperti calon suami yang memuja pengantinnya. Mawar dapat melihat beberapa pelayan terkesiap dengan sifat intim dari Duke mereka. Paul pun merona melihat tindakan ayahnya. Bagi Mawar, ancaman Victor ia terima dengan jelas.  Ya, ini adalah Monster dari Maraina yang sebenarnya. Sosok yang dapat membuat satu negara ketakutan dan bergemetar hebat. Mawar sadar ia telah memasuki kandang berisikan seekor makhluk buas. Ia adalah kelinci putih bermanik mata merah di kandang seekor singa bermanik mata hijau.  Untuk bertahan hidup, Mawar memerlukan perlindungan dan kekuatan dari Duke Maraina. Untuk bertahan hidup, Mawar tidak akan ragu untuk melakukan yang diperlukan. Satu hal yang Victor tidak ketahui adalah ... kelinci ini sudah terbiasa bermain dengan api. Bahkan eksistensi Mawar sendiri adalah sebuah api abadi yang tidak pernah padam. Kita lihat saja siapa yang akan membakar siapa, pada akhirnya.   
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD