Pernahkah kau mengharapkan seorang lelaki yang tidak pernah mencintaimu untuk datang kembali sementara tubuhmu yang dulu langsing yang membuatnya tertarik kini menjadi gendut seperti membawa tambur?
Sementara di kota tempat kau tinggal, kau bisa menemukan sekian banyak wanita yang memiliki kecantikan dan juga tubuh yang molek. Masihkah aku bisa terus berharap?
Ani menatap sendu hasil tulisannya di buku diaries miliknya sementara sebelah tangannya mengusap perutnya yang semakin membesar sejalan usia kandungannya yang sudah memasuki bulannya.
Sejak Desta mengantarnya ke rumah ini, sejak itu pula Desta tidak pernah datang lagi menemuinya. Ani seperti wanita buangan bagi keluarga Ameswara Braga. Dia cukup di nikahi dan tidak perlu mendapatkan perhatian karena sudah membuat keluarga Braga mendapatkan malu akibat dirinya hamil oleh majikannya.
Suara ketukan terdengar diikuti dengan munculnya Marni dari pintu yang terbuka.
"Apa sudah waktunya?" tanya Marni sembari duduk di samping Ani.
Ani menggelengkan kepalanya.
"Gak tahu Mbok. Sepertinya bayi di dalam sini belum juga mau keluar. Saya belum merasakan apa-apa."
"Bagaimana kalau kita ke rumah sakit aja? Ini sudah lewat bulannya," ucap Marni khawatir.
"Iya Mbok. Bi Isah sama Mang Babay sedang apa?" tanya Ani mulai bangun dari duduknya.
"Sedang melayani pembeli. Neng mau ngapain?"
"Mau rapi-in baju."
"Neng duduk aja, biar mbok yang nanti rapihkan."
Setelah itu Mbok Marni mengambil tas lalu menyiapkan semua yang diperlukan untuk ke rumah sakit.
"Itu buat apa Mbok?" tanya Ani heran ketika ia melihat Marni memasukan semuanya ke dalam tas.
"Buat dibawa ke rumah sakit, Neng."
"Tapi saya belum waktunya melahirkan."
"Neng, tempat kita ini jauh dari rumah sakit besar. Kalau nanti di rumah sakit memang belum waktunya, kita bisa cari penginapan atau kontrakan yang murah dulu," jawab Mbok Marni.
Ani beruntung memiliki Mbok Marni di sisinya. Wanita yang selalu berpikir ke depan. Setiap yang dia lakukan sudah diperhitungkan dengan matang sehingga Ani merasa aman bersamanya.
Tengah mereka berbincang, terdengar suara Isah memanggilnya dari luar.
"Masuk Sah!" jawab Marni.
"Ada apa?" tanya Marni.
"Itu Neng, di depan ada Tuan Desta," beritahu Isah pelan.
"Tuan? Tuan datang?" tanya Ani tidak percaya, begitu juga dengan Marni.
"Iya Neng."
"Saya akan menemuinya. Katakan saja saya sedang merapikan diri," Pesan Ani pada Isah.
"Iya Neng."
Setelah Isah pergi, Ani melirik Marni dengan wajah khawatir.
"Mbok, Tuan datang tidak untuk mengambil anak aku, kan?"
Wajah Ani begitu pucat. Terbayang sudah apa yang dikatakan oleh Desta saat itu. Desta telah berjanji untuk membawa anaknya segera bila yang lahir adalah anak lelaki, tetapi dia akan membiarkan bersama dengannya bila yang lahir adalah anak perempuan.
"Neng tenang saja. Bukankah kita sudah tahu jenis kelamin anak Eneng," ucap Marni tenang.
Mendengar ucapan Marni, Ani kembali tenang sehingga wajahnya kembali cerah. Mereka memang tidak mengatakan jenis kelamin bayi yang berada di dalam kandungannya.
Ani melihat seorang pria berdiri membelakangi pintu karena dia menghadap keluar, memperhatikan toko sembako yang dimiliki oleh Ani.
Desta memperhatikan toko sembako yang terlihat ramai. Ia tidak percaya kalau wanita yang dia tinggalkan di rumah ini membangun sebuah toko yang menjual semua kebutuhan warga.
"Tuan," sapa Ani lirih.
Desta berbalik dan ia melihat seorang wanita yang masih memiliki kecantikan alami dengan tubuhnya yang begitu besar. Kerutan di dahinya membuat Ani memandang heran.
"Kau belum melahirkan?" tanya Desta heran.
"Belum Tuan. Hari ini saya mau ke rumah sakit. Menurut perhitungan dokter kandungan saya sudah melewati bulannya," jawab Ani lirih.
Pandangan Desta begitu tajam hingga membuat Ani tidak yakin arti pandangan tersebut.
"Kau yakin kalau sudah lewat bulannya bukan karena belum cukup bulan?" tanya Desta curiga.
"Ini adalah hasil pemeriksaan setiap bulannya Tuan. Mbok rasa Tuan bisa lihat sudah berapa bulan usia kandungannya," jawab Marni ketus.
Sejak ia memutuskan menemani Ani, ia merasa dirinya tidak terikat lagi pada Desta. Marni dapat menebak arah pertanyaan Desta sehingga ia memberikan buku warna pink yang berisi semua informasi kehamilan Ani.
Suara Desta begitu dingin ketika mengembalikan buku pink tersebut pada Marni
"Lalu kalian mau kemana?"
"Saya mau ke rumah sakit di kota. Kebetulan seminggu lalu saya sudah ke rumah sakit tersebut. Menurut dokter kalau belum ada tanda-tanda saya langsung datang saja supaya dilakukan operasi," jawab Ani.
"Diantar siapa?"
Ani tidak pernah berharap Desta menawarkan diri untuk mengantarnya. Bagaimana pun dia juga tidak pernah datang. Jadi Ani menjawab bahwa ia sudah memesan mobil untuk mengantarnya ke rumah sakit.
"Bagus kalau begitu. Baiklah, karena kau belum melahirkan, aku akan pergi dulu. Jangan lupa untuk memberi kabar."
Begitu bicara Desta berbalik untuk pergi. Hati Ani hancur. Dia memang tidak pernah berharap lebih, tetapi apakah Desta tidak peduli sama sekali dengannya?
"Apakah Tuan tidak bisa menemani saya?"
Desta berbalik dan melihat wanita itu berdiri tegak seperti menyimpan kemarahan. Apakah ia tidak salah lihat? Wanita yang hanya bisa mengatakan iya dan tidak tiba-tiba berbicara dan memintanya untuk menemaninya. Apakah wanita itu tahu bahwa yang dia pinta adalah pengorbanan yang sangat besar?
Apakah wanita itu bisa menjamin di rumah sakit tidak akan ada yang mengenali dirinya? Bagaimana bisa seorang Desta Ameswara Braga berada di rumah sakit dan menemani wanita desa yang akan melahirkan. Tidak. Seorang Desta tidak akan mengambil resiko.
"Aku bukan orang yang bisa begitu saja membuang waktu. Ada Mbok Marni yang akan menemani. Jangan lupa beri kabar padaku."
Desta, dengan tidak pedulinya meninggalkan mereka berdiri di depan pintu dengan berbagai pikiran yang tidak bisa dijabarkan oleh rumus apa pun.
Babay dan Isah berdiri saling berpandangan. Bagaimana bisa majikan mereka pergi begitu saja meninggalkan istrinya yang tengah hamil tua dan akan pergi ke rumah sakit.
Mereka tidak mengira, majikan yang begitu mereka hormati ternyata bisa begitu kejam pada istrinya sendiri. Istri yang sudah mau melahirkan.
"Babay, mobilnya sudah siap," Panggil Marni.
"Sudah Bik," jawab Babay dengan suara lantang.
Mereka tidak boleh lemah di depan Ani. Dan mereka akan selalu ada untuk wanita yang berusaha tetap tegar dan kuat. Wanita muda yang masa mudanya berlalu begitu saja karena perbuatan seorang lelaki yang tidak bisa menahan nafsunya.
Mereka sudah tiba di rumah sakit dan bertemu dengan dokter kandungan. Seperti dugaan sebelumnya, dokter menyarankan agar Ani melakukan operasi Caesar karena menjadi berbahaya bila bayi di rahim Ani tidak segera dilahirkan.
"Apakah ada suami yang akan bertanggung jawab untuk operasi ini?" tanya Dokter pada Marni.
"Maaf Dokter, suami saya tidak bersama saya," jawab Ani lirih membuat perhatian dokter dan suster yang mendengarnya menatap heran.
"Saya nikah siri dan saat ini suami saya tidak bisa hadir bersama saya. Jadi bisakah untuk urusan akte kelahiran anak saya nanti di urus rumah sakit ini? Ini adalah foto pernikahan saya dan foto copy surat pernyataan dan saksi pernikahan saya."
Ani mengambil berkas yang sudah ia siapkan dari dalam tasnya. Ia tahu saat seperti ini pasti akan terjadi pada saat pernikahannya dipertanyakan.