BAB 3

1754 Words
Joe keluar dari ruang kepala sekolah yang notabenenya adalah pamannya sendiri, mendengar omelan pamannya akibat absen yang berantakan, nilai amburadul ditambah kejadian tadi dikantin, membuat Joe semakin mengabaikan deretan nasihat yang hampir setiap hari diberikannya. Memang Joe adalah donatur terbesar disekolah, sekaligus kepala sekolah adalah pamannya, bukan berarti dirinya bersikap sesuka hati bukan? Karena ia adalah murid berpengaruh disekolah, tetapi bila sikap bar-barnya tidak berubah tentu saja membuat semua guru dan pamannya geram. Satya yang sudah keluar terlebih dahulu akibat panggilan yang sama juga seperti Joe, dan Arga yang sedari tadi menunggu didepan ruangan, langsung bangkit dari duduknya saat melihat sesosok Joe yang berjalan kearah mereka berdua dengan senyuman sumringah nya, “Cabut yuk! Mager banget gue diomelin sana sini,” Ajak Joe. Namun bukannya menyahut, kedua lelaki itu saling pandang, membuat Joe menaikan sebelah alis matanya bingung, “Kenapa sih?” Arga yang mendapatkan pesan dari Gisha langsung, lelaki itu berdehem pelan sambil melirik kearah Satya yang sudah was-was, “Kata Gisha, lo kudu kerumah sakit sekarang buat tanggung jawab, karena Alin langsung masuk rumah sakit,” Mendengar tuturan Arga, gadis itu tak kuat menahan tawanya, sampai pada akhirnya, gelak tawa gadis itu terdengar membuat Satya dan Arga yang juga ada disitu ikut tertawa juga. "Kampret! Bisa-bisanya langsung tepar, sekalian aja gak amnesia tuh anak, biar makin dramatis,” Seru Joe membuat mereka kembali tertawa terbahak-bahak. “Kenapa sih gak lo abisin aja sekalian? Gue eneg lama-lama liat kelakuannya, asli!,” cetus Arga, sehingga gadis itu langsung merangkul kedua pundak kedua sahabatnya seraya menggiring mereka kearah parkiran. “Males, makin cari muka tuh doi ke Gisha, belom lagi om gue bakal makin ngomel, panas kuping gue jir, “ “Dia salah milih lawan, yang jelas-jelas mantan pemimpin tawuran pada masanya,” Ucap Satya yang teringat akan momen dimana mereka terlibat tawuran dengan SMA Kencana 2 tahun yang lalu, Joe tertawa seraya menggeleng pelan dan membiarkan mereka berdua heboh tidak jelas membicarakan momen yang menurut Joe memalukan. Sekitar satu jam perjalan menuju rumah sakit, mereka bertiga saat ini sedang berada di koridor rumah sakit tepat didepan ruang tindakan yang didalamnya ada Alin dan tenaga medis, disana sudah ada kedua orangtuanya dan juga Gisha yang duduk bersebelahan. Joe yang tidak peduli dengan suasana sekitar, gadis itu sibuk bermain game online disalah satu aplikasi bersama Satya dan Arga, dengan gelak tawa mereka yang sedikit mengusik kekhawatiran tiga orang di pojok sana, Gisha bangkit dari duduknya dan langsung menarik paksa tangan Joe, sehingga Joe tersentak dan memaki mantannya itu. Satya yang melihat perlakuan tersebut langsung bangkit dan menarik tangan Joe dan tanpa sadar Gisha melepaskan tangannya dari tangan Joe. “Gue mau ngobrol sama Joe,” Jelas Gisha. “Disini aja, gak usah dibawa kemana-kemana.” Mendengar jawaban Satya yang lugas kepada Gisha membuat ia menghelakan nafasnya kemudian pandangannya kearah Gisha yang berdiri tidak jauh di hadapannya. Melihat ekpresi Gisha yang seperti itu membuat Joe mau tidak mau mengizinkan mantannya untuk berbicara hanya berdua saja, tangannya menyentuh pergelangan tangan Satya agar melepaskan tangan Joe, melihat tindakan Joe, Satya sedikit bingung “Sebentar aja, kalau ada apa-apa gue kabarin deh,” Satya diam menatap Joe yang mengizinkan Gisha untuk berbicara empat mata dengannya, lantas mau tidak mau Satya menghela nafas berat dan mengangguk. “Kabarin ya.” Joe tersenyum, pandangannya kembali menatap kearah Gisha dengan tatapan datar, tanpa meminta isin laki-laki itu menarik lengan Joe dan membawanya melangkah jauh dari tempat. Merasa sudah jauh dari banyak orang terutama Satya dan Arga, Gisha menyenderkan Joe kearah tembok sambil kedua lebgan lelaki itu memblokir tubuh Joe, supaya gadis itu fokus kepadanya. “Mau lo apa sih njing?!” tanya Joe geram melihat perlakuan Gisha yang tiba-tiba, karena fikirnya Gisha hanya akan berbicara santai, tetapi nyatanya tidak. “Mau sampai kapan sih kasar sama orang?” bukannya menjawab, Gisha malah melemparkan pertanyaan kepada Joe, membuat Joe diam dengan ekpresi datar. “Bukan urusan lo,” “ Ya jelas urusan gue Joe! Alin cewek gue!” tegas Gisha, membuat pertahanan Joe runtuh mendengar pernyataan yang mampu kedua matanya memanas. Sialan! Gisha memang selalu bisa membuat perasaannya terombang ambing, tetapi emang dasarnya Joe baperan. Apapun perkataan yang masuk ke indera pendengarannya akan terasa sensitif jika itu mengganggu. “Ternyata, hubungan setahun kita ga berarti apa-apa ya Gish, semenjak tuh cewek mau diajak tidur sama lo,” lirih Joe, mendengar perubahan suara Joe membuat Gisha mengatur nafasnya dan mimik wajahnya menjadi normal. “Iya, Alin lebih bisa ngertiin gue dan bisa bikin gue puas sm service nya,” Mendengar pengakuan Gisha membuat Joe terkekeh pelan, memang ya? Nafsu manusiawi tuh kalau nomer satu beda kalau tentang perasaan, pasti nomer kesekian. “Gue pengen cari angin dulu, kalo Alin sadar telfon gue aja,” potong Joe sambil melepaskan tangan Gisha yang memblok tubuh mungilnya. Langkah gadis itu menjauh dari Gisha yang berdiam diri , entah apa yang ada difikirannya saat ini, yang jelas dirinya ingin memukuli diri sendiri akibat mengucapkan bualan belaka kepada Joe. “Anjing!” Joe yang terus berjalan tanpa arah itu, tiba tiba saja seseorang menabrak tubuhnya membuat Ia hanya mendongak tanpa mengeluarkan makian seperti biasanya, tau siapa yang Dia tabrak Joe hanya menghela nafas pasrah. Sedangkan lelaki itu yang sengaja berjalan terburu-buru untuk segera menemui pasien prioritasnya - Farras, saat dirinya tertabrak gadis itu, ia langsung mengurungkan niatnya, sadar akan gadis dihadapannya sedang tidak baik-baik saja, tanpa permisi ia langsung memeluk Joe, membuat Joe sedikit terkejut dan tidak menolak perlakuannya. “Terkadang, seseorang yang terluka hanya membutuhkan pelukan, bukan rentetan pertanyaan,” Jelasnya membuat Joe yang hampir bertahun-tahun tidak menangis, akhirnya menangis tepat didalam dekapan Justin. Sedangkan Justin yang tidak tahu apa yang sebenarnya terjadi hanya diam setelah mengucapkan kalimat itu dan memeluknya erat. ================================ Justin membuka pintu ruangan tepat Farras di rawat, pikirannya masih tertera kepada Joe yang tadi tiba-tiba menangis dan sempat ia antarkan pulang ke apartemennya yang selama perjalanan penuh dengan keheningan dimobil. “Akhirnya! Lo dateng, Dari mana sih?”Serbu Farras yang berhasil membuyarkan pikirannya dan kembali fokus. “Ada keluhan?” Tanya Justin mengalihkan pertanyaan Farras sambil melihat wajah lebamnya yang memudar dan melihat luka sayatan yang sedikit mengering. Farras yang sangat mengenal sahabatnya itu memicingkan kedua matanya membuat Justin menaikan bola matanya seraya berkata ada apa. “Ada yang lo pikirin ya om?” Tanya Farras to the point, membuat Justin berdehem lantas menggeleng pelan bersikap seolah-olah Justin biasa aja. Farras hanya mengangguk, sengaja tidak bertanya lebih mendalam karena bukan tipikal dirinya, karena lelaki itu tau butuh waktu untuk menceritakan semuanya masalah yang sedang terjadi, jadi Farras lebih baik memilih Justin menceritakan terlebih dahulu masalah yang ia alami di saat semuanya sudah kembali normal. “Gue sudah mutusin buat nikah Ras,” celetuk Justin tiba-tiba namun mampu membuat Farras membelalakan kedua matanya kearah Justin. “Lo kesambet ya?“ “Enggak gue serius,” “Wah gila lo, bener-bener mikirin omongan gue yang kemarin kayaknya. Emang siapa yang mau duda anak satu kaya lo begini?” Justin melirik kearah Farras lantas melemparkan bulpoin kearahnya, Farras hanya meringis dan terkekeh pelan, “Bercanda gue,” “Pokoknya ada lah, gue nerima tawaran perjodohan yang di tawarin sama pasien gue,” “Siapa gila?! Jangan bilang pak Dikta? Gila anak konglomerat bego! Wah! Kacau sih lo morotin hartanya,” “Lo ngeremehin gue? Gue yang punya rumah sakit ini loh,” jawab Justin ketus, entah apa yang ada difikirannya saat ini, setelah tiga kali pertemuan dengan Joe membuat Justin memutuskan hal besar secara cepat. Pernikahan ya? Justin menghela nafas kasar, setelah dirinya menduda selama 2 tahun karena istrinya meninggal akibat penyakit yang ia derita membuat Justin fokus untuk merawat Jazzy seorang diri dan memilij untuk tidak menikah lagi. akan tetapi saat melihat sisi Joe yang tadi mampu membuat perasaan Justin ingin melindungi gadis tersebut, dengan semua cerita dan kisah yang Dikta selalu ceritakan kepadanya membuat Justin mengerti perasaan Joe selama ini. Kesepian, hanya satu kata yang baru bisa Justin deskripsikan sekaran. Awalnya Justin tidak akan menerima tawaran hal itu karena bagaimanapun Justin bukanlah tipikal yang suka dengan gadis yang umurnya lebih muda darinya, ditambah Joe masih anak SMA ya walaupun beberapa bulan lagi gadis itu akan lulus. setelah sekian lama diam, Farras yang melihat ekpresi Justin itu membuat laki-laki berumur 19 tahun hanya menghela nafas pelan. “Sorry ini ya kalau semisal gue lancang, mau siapapun ceweknya. Jangan pernah lo ngerusak luar dalam tuh cewek. Karena bagaimanpun lobtuh tipikal cowok b******k yang gue temuin,” “Anak dakjal lo!” Semprot Justin membuat Farras tertawa begitupun Justin “Udah deh sekarang gue mau nanya, lo inget ga nama cewek yang bantuin gue? Gue kok jadi penasaran ya,” Alih Farras, membuat Justin yang sekarang sedang melepas jarum infus ditangan Farras tiba-tiba memberhentikan tindakannya dan menghadap Farras yang sedang menunggu jawaban dari Justin. Justin mencoba mengingat-ingat wajah dan nama gadis itu, lantas beberapa detik kemudian lelaki tua itu menjentikkan jarinya seraya menjitak kepala Farras. “Eh anjing!” “Udah move on lo!” Seru Justin. “M...mata lo move on, orang gue kepo,” sela Farras dengan sedikit gelagapan. Justin memicingkan kedua matanya jail seraya menjawab pertanyaan lelaki itu, “Abisha, dia berkerudung,” Jawab Justin membuat Farras mengangguk dengan senyuman kecil di bibirnya yang sempat Justin liat. ================================ Sesudah diantarkan Justin ke apartemen gadis itu, Joe memaki diri sendiri mengapa bisa menangis tepat dihadapan orang lain, terutama karena Gisha, yang jelas-jelas Joe jarang sekali termehek-mehek ataupun bucin kepada lelaki -terkecuali Gisha, tapi entah lah mungkin Joe sedang dititik lelah dimana kemarin gadis itu kehilangan seseorang untuk selamanya ditambah perkataan Gisha yang sedikit menyayat hatinya mungkin? Benar-benar memalukan! Namun tiba-tiba kegaduhan diruang tengah apartemennya membuat Joe mengerutkan keningnya, dengan rasa was-was Joe mengambil tongkat bisbol didekat lemarinya dan segera membuka pintu kamar secara perlahan, samar-samar terdengar suara beberapa orang disana. “Tuhkan bener kode apartemen dia belum ganti,” ucap salah satu seseorang, membuat Joe yakin bahwa apartemen nya sedang kedatangan maling. Tanpa melihat siapa yang datang Joe langsung menyerang, namun sebelumnya mereka berteriak kearah Joe membuat gadis itu memberhentikan tindakannya dan menaikan sebelah alis matanya. “Ini gue bangke! Sama anak-anak,” Sela Niru. Vira yang tepat disebelah Niru langsung melempar bantal yang berada disofa kearah Joe. “Lo ya! g****k banget sih jadi orang, heran gue!” amuk Vira membuat Joe menangkap bantal tersebut dan duduk disofa sambil melihat kearah empat sahabatnya bergantian. “Ngapain lo pada kesini?” tanya Joe polos, membuat keempatnya sahabat SMPnya menyerbu gadis itu gemas secara bersamaan, dan inilah persahabatan mereka yang mempunyai sedikit kisah yang hampir sama dengannya.
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD