Sahabat

1550 Words
Sementara Joe menghela nafas ketika Farsya, Vira, Niru dan Abisha menatapnya dengan tatapan mata yang membutuhkan penjelasan. Abisha yang merasa ini keterluan akhirnya berdehem pelan. "Udah dong, coba gak usah tegang-tegang banget, Joe juga pasti ada alasannya nutupin masalah ini ke kita semua," Ciri khas Abisha nih terlalu berfikir positif terus-terusan. Joe tersenyum ke arah Abisha yang bersikap netral lalu pandangannya kembali menatap ke arah teman-temannya lagi. "Gue tau gue salah, terlalu tertutup sama kalian. Tapi, cuma satu alasan kenapa gue bersikap kaya gini," "Gue cuma gak mau di pandang lemah bahkan sebelah mata sama kalian," jelas Joe. “Cuma itu,” Mereka diam, masih memandang Joe dengan tatapan yang sama, namun tiba-tiba Vira berdiri, melangkah mendekati Joe. Joe tersenyum miris. Baiklah ini kesalahannya, sudah sewajarnya kalau Joe harus kehilangan semuanya. Vira berdiri di hadapan Joe, sedangkan Joe hanya menunduk tanpa berniat menatap balik mereka. Iya, Joe selalu bersikap seperti ini kepada sahabat-sahabat SMPnya. Vira merendahkan tubuhnya, menatap wajah Joe sekilas lantas mendekap tubuh Joe. "Bego!" Satu kata yang keluar dari mulut Vira, Joe terkekeh di dalam pelukan Vira, ia tau Vira bagaimana. Dia adalah gadis paling sensitif dan juga emosian di antara kita berlima. Tapi disisi lain, dia mempunyai sisi baik. Niru pun bangkit, gadis itu sudah membiarkan air matanya menetes, karena dia mati-matian untuk tidak menangis, tetapi tetap saja. Niru tipe gadis yang gak tegaan. Begitupun Farsya dan Abisha dua sejoli yang lebih kalem di antara mereka, lalu memeluk Joe erat. "Lo tuh nganggep kita apa sih Joe, jangan suka biasaiin mendem masalah sendiri," tegur Farsya. "Gue benci lo ya, fix! Benci! Gak suka gue termehek-mehek gini," kesal Niru yang sedang susah payah agar air matanya tidak menetes terus. Abisha tersenyum, dan mereka melepaskan pelukannya. Tetapi pandangan Abisha jatuh kepada Justin yang sedang menatap kearah mereka sebari meminum teh botol di ujung kantin. "Jadi, bisa kamu jelasin. Kalian sebenarnya ada hubungan apa?" Tanya Abisha sehingga mereka yang melupakan satu hal itu teringat sesuatu. Joe memutar bola matanya, lalu menunjukan jari manis itu kearah mereka. "Gue di jodohin," "WHAT!!" Jawab mereka bersamaan, Joe meringis, sikap berlebihan mereka selalu tidak berubah. "Gak bercanda kan lo?" Ucap Niru "Ini apasih, kok main jodoh-jodohan gini. Kenapa harus om-om yang temanan sama abang gue sih Joe," jelas Farsya. "Tolong ya, kenapa nasib gue sama lo bisa sama sih?" Kali ini Vira menyaut. Semua menatap Vira tidak paham, Vira gelagapan. Merasa bodoh karena dia sudah keceplosan dihadapan mereka. "Bentar deh, jadi maksudnya lo juga di jodohin sama kakek lo?" Tanya Joe, yang sudah lumayan kenal dengan keluarga Vira. Vira mendudukan tubuhnya, mimik wajah gadis itu berubah drastis dan mengangguk pelan. "Sebenernya, bukan Vira aja sih yang di jodohin. Aku dan Farsya juga." Kali ini Vira, Joe dan Niru menatap ke arah Fasya dan Abisha. Mereka menggeleng tidak percaya. Mengapa bisa hal seperti ini terjadi? Apakah kebetulan atau hanya takdir? Kemudian mereka menatap Niru. Niru yang tidak ingin menatap balik dan juga sedikit salah tingkah dari tadi akhirnya menyerah. "Fine! Fine! Gue juga sama, puas lo pada?" Mereka membelalakkan matanya, dan terduduk lemas. Lelucon apa ini? Demi tuhan sungguh tidak masuk akal. Bagaimana bisa ke-empat sahabat nya juga merasakan hal sama, ucap Joe dalam hati. Lantas gadis itu berdiri, berkacak pinggang. "Berarti kita semua bakal nikah muda dong?" "Lo aja kali, gue sih ogah," jawab Vira cepat yang moodnya sudah berubah kembali. Joe tertawa, kemudian menepuk pundak Vira dan menatap kearah mereka secara bersamaan, "Gue mau prepare dulu, bentar lagi bakal tampil," "Nampilin apaan? Mau ribut di atas panggung?" Kata Farsya yang tau kebiasaan Joe yang selalu mencari masalah dimana saja. "Ish! Liat aja nanti sih, ribet amat." Langkah Joe menjauh dari mereka, dan berjalan mendekat ketempat Justin yang ia liat sedang sibuk dengan ponselnya. Ketika jarak mereka hanya beberapa langkah, Justin bangkit membuat Joe memberhentikan langkhnya. "Kenapa?" "Ada urusan, nanti aku telfon." Jawabnya sambil mencium kening Joe sekilas, gadis itu mematung mendapat perlakuan Justin. Kumat kan? Jantung Joe selemah itu memang. "Bucin terosss!!!" Teriak Niru dan Vira bersamaan yang masih ditempat yang sama seraya memakan bakso pesanan mereka berempat yang baru datang. Joe berdecak, mengabaikan kelakuan abstrak mereka yang sudah tertawa puas dan pergi meninggalkan kantin. Dengan Joe yang berjalan sendiri mencari teman-temannya banyak pasang mata memandang Joe, dan membisikkan sesuatu di belakangnya yang membuat Joe sedikit panas mendengar itu. Joe menghela nafas, ia harus ingat apa yang Justin bilang tadi. Buktiin ke mereka kalau dirinya tidak selemah yang mereka bayangkan. Saat Joe berniat menaiki tangga untuk kekelasnya, tiba-tiba saja seseorang menarik lengannya sambil menutup mulut Joe. Joe serentak, sedikit berontak. Namun saat indera penciuman nya menghirup aroma orang tersebut, gadis itu tahu siapa dia Gisha tersenyum, saat dirinya berhasil membawa Joe kedalam toilet. Joe menghela nafas dan menggeleng pelan. "Bikin jantungan tau,” Gisha tertawa, mencubit pipi Joe pelan. Cowok itu lega saat mengetahui bahwa mood gadis di depannya baik-baik saja. Baiklah, Gisha bisa percaya dengan Justin kali ini. "Udah nyiapin lagunya?" Tanya Gisha. Joe mengangguk, menunjukan kertas lipat yang sudah ia tulis lirik lagu yang akan ia nyanyikan nanti. "Gue nemu lagu itu, dan menurut gue pas banget sama posisi gue yang sekarang," jelas Joe. Gisha yang membaca itu menghembuskan nafasnya kasar. "Lo yakin bakal nyanyiin ini?" Joe tersenyum lebar,"Yakin banget!!" Gisha bernafas lega kali ini, lantas memeluk Joe erat, senyum Joe luntur mendapat perlakuan Gisha. Entah kenapa rasa bersalah menyelimutinya akibat kejadian tadi malam. Saat Gisha melepaskan pelukan nya, tanpa permisi cowok itu mencium bibir Joe lembut. Dan tentunya membuat Joe terkejut. Joe diam, entah kenapa dirinya tidak bisa menolak atau berontak dengan sikap Gisha yang seperti ini. Satu kata, bodoh! Gisha melepaskan ciuman itu, lalu mengecup kening Joe sekilas, "Good luck," °°°° Alin masih berdiam diri di dalam mobil milik Andre, gadis itu sedang menatap kosong ke arah luar jendela. Entah apa yang ada di fikiran gadis itu sekarang yang jelas ia benar-benar kacau. Andre yang sedari tadi memperhatikan gadis itu hanya menghela nafas panjang, sebenarnya ia sedikit bingung, karena barus bersikap bagaimana lagi untuk membuatnya senang karena apapun yang terjadi ini semua memang salah mereka berdua dan itu harus di pertanggung jawab kan. “Lin,” Panggil Andre, mendengar suara laki-laki itu Alin tersentak dan langsung menatap Andre. Dengan kedua mata yang sembab, wajah yang tidak di poles make up sama sekali itu sangat terlihat bahwa ia benar-benar kacau sekarang. Andre mendengus, “Mau sampai kapan sih begini?” Tanya nya lagi. Ayolah! Tanpa kalian sadar Andre juga ikutan kacau akibat sikap Alin yang seperti ini. Alin memutar kedua bola matanya malas lantas terkekeh pelan, “Mau sampai kapan kata lo? Ya sampai gue ketemu jalan keluar lah!” Jawab Alin sewot. “Jalan keluar bagaimana sih yang lo mau itu? Kan gue udah bilang kan sebelumnya kalau kita hadepin ini bareng-bareng?” Geram Andre. Sumpah ya Alin makin lama makin nyebelin. Alin menggeleng pelan, “Gak! Itu bukan jalan keluar bego! Yang ada nambah masalah. Lo emang bener-bener gak tau marahnya bokap gue ya Ndre?“ Baiklah Alin sudah memutuskan pilihan yang tepat, dengan fikiran yang terus-menerus memasuki fikirannya akhirnya Alin memutuskan untuk melakukan hal tersebut. “Ya terus lo mau kaya gimana Alin? Kalau lo diem aja g-“ “Gue mau gugurin anak ini,” Potongnya dan itu mampu membuat Andre memaki kepadanya. “Lo gila ya! Otak lo di taro mana sih?! Bisa-bisanya lo berfikiran buat nyingkirin anak lo sendiri,” Andre mengacak-acak rambutnya frustasi lalu memukul setir mobil kencang. “Aarghhhhh! Anjing!!!” Teriaknya. Alin hanya mengalihkan pandangannya ke luar jendela mobil menatap orang-orang yang berlalu lalang di sekolah. Banyak orang yang menikmati acara OPEN HOUSE ini ternyata. Yang seharusnya Alin bisa menikmatin OPEN HOUSE tahun terakhirnya di sekolah dengan baik karena sekarang adalah momen di mana ia berhasil menghancurkan hidup Joe akan tetapi apa yang dirinya harapkan sirna sudah karena kebodohan yang dia lakukan sendiri. “Lo kenapa sih harus se obses itu sama Gisha?” Tanya Andre. “Lo mau gugurin janin itu cuma hanya lo pengen hidup sama cowok itu kan?” Alin hanya diam tidak menjawab, sebenarnya tidak hanya itu saja tapi ada alasan lain juga. “JAWAB ANJING?!” Teriak Andre lagi dan itu mampu membuat Alin terkejut, air matanya kembali keluar dalam diam sekarang. Isak tangis pilu yang masuk ke dalam indera pendengaran Andre membut emosi laki-laki itu mereda. Ia memaki dirinya sendiri dalam hati, ini bukan waktunya untuk melampiaskan kemarahan kepada Alin atau pun Gisha. Bukan saatnya. “Lo mau gugurin janin itu kan?” Kali ini Andre serius dan itu mampu membuat Alin menatap ke aragnya dengan air mata yang sudah mengalir di pipinya. Andre mengalihkan pandangannya, dirinya tidak mampu melihat Alin yang sangat hancur seperti ini. Baiklah, dia akan mengalah untuk keinginan dan kebahagiaan gadis itu. Apapun yang Alin inginkan akan Andre berikan tanpa terkecuali, yang terpenting gadis yang berada di sampingnya merasa senang. “Gue anterin setelah pulang sekolah nanti,” Lanjutnya dan itu mampu membuat detak jantung Alin berdegup kencang tak karuan. Entahlah, Alin tidak tahu apakah jalannya kali ini bisa di bilang benar atau tidak karena bagaimanapun apa yang sering dirinya lakukan saja sudah sangatlah salah apalagi ini yang jelas benar-benar fatal. •••••••••••••••••••••••••••
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD