Tepat jam sembilan pagi Clara sudah berada di kampusnya menunggu Pak Felix untuk bimbingan skripsi.
Rey tadi mengantarkan Clara sampai halaman depan kampus. Ada beberapa mahasiswa dan mahasiswi yang sadar akan keberadaan Rey saat itu. Beberapa mahasiswa ada yang sadar, kalau Rey adalah dosen kampusnya juga hanya berbeda gedung.
"Ehh ... Loe cewek yang tadi sama Pak Rey, kan?" tanya seorang cewek yang tiba -tiba bertanya pada Clara.
Perempuan itu langsung duduk di sebelah Clara tepat di depan ruangan dosen Felix.
Clara hanya mengangguk pasrah. Ia menatap wajah cantik dan gaya modis perempuan yang ada di sampingnya.
"Kenalin ... gue Renata, mantan terindahnya Rey. Loe siapanya? Sepupu? Teman? Atau ...." tanya Renata pelan sambil menatap gaya Clara yang biasa saja.
Menurut Renata, Clara bukan siapa -siapanya Rey. Selera Rey itu cukup tinggi dan tak main -main spek nya idaman semua pria.
"Gue Clara. Cuma temen aja," ucap Clara pelan tanpa mau berdebat.
Clara sudah mengendus bau -bau perdebatan, iri dan hal -hal yang berbau negatif.
"Ohh ... Temen doang. Pantes. Makanya gak mungkin pacaranya atau calon pacarnya kayak begini. Loe tahu kan, Pak Rey itu lelaki idaman para gadis, kalau cuma dapetin modelan kayak loe begini pasti gampang banget. Di jalan banyak," celetik Renata kasar.
Clara hanya melirik sekilas ke arah Renata. Memang gaya berpakaian dam berdandan Clara dan Renata berbanding terbalik bagaikan bumi dan langit.
Renata yang modis dan cantik. Rambut di crly dan di warnai pirang dengan baju kemeja kerah rendah dan rok selutut yang ketat. Tak hanya itu aksesoris yang di pakai Renata membuat Clara juga menggelengkan kepalanya. Kalung anjing, gelang kaki kucing hingga gelang sapi semua lengkap berbunyi saat Renata menggerakkan tubuhnya.
Berbeda dengan Clara yang hanya memakai celana jeans hitam dan kemeja salur biasa ala mahasiswa. Bukan tak bisa bergaya, style Clara kalau ke kampus memang seperti ini. Lebih santai dan tidak neko -neko.
"Ekhemmm ... Ya sudah kalau begitu. Gue mau pergi. Satu lagi pesan buat loe. Jangan deketin Pak Rey. Loe inget siapa gue? Renata si mantan terindah yang mau balikan lagi jadi pacar Pak Rey. Paham?" ucap Renata ketus.
Renata sudah bersiap berdiri dengan segala bunyi -buyian aneh yang muncul dari beberapa aksesoris yang menurut Calara malah mengganggu.
"Oh ya satu lagi. Kalau jadi ayam kampus, gak usah berlaga sok suci dan sok alim. Gaya aja pakai kemeja. Leher merah semua? Main cantik dong, tutupin kalau bisa. Memalukan," ucap Renata sinis dan aketus sambil tetawa terbahak -bahak membuat Clara menelan ludahnya dengan dalam.
Clara langsung beranjak berdiri dan berlari ke arah dalam toilet lalu berkaca. Tepat sekali ucapan Renata, rambut Clara yang di kuncir ekor kuda membuat sebagian lehernya tampak jelas terlihat dan bekas jejak kepemilikan Rey tadi pagi juga ada di sana.
Clara menggigit bibirnya. Ia tak pernah membawa alat make up ke kampus. Lalu bagaimana cara menutupinya. Masa iya mau pulang dan ridak jadi bimbingan hanya gara -gara ini.
Clara mencoba mencari akal ia mengancingkan kancing kemeja paling atas hingga dirinya terlihat culun. Tapi lebih baik di bandingkan harus terlihat seperti tadi. Mungkin kalau di tanya oleh Pak Felik, Clara akan beralasan aklau dirinya sedang sakit dan tidak enak badan lalu berpura -pura batuk. Rambutnya di gerai dan hanya di kuncir setengah di bagian atas agar sebagian rambutnya bisa di kedepankan dan bisa di jadikan punutup lehernya juga.
"Merepotkan banget," desis Clara kesal sendiri.
Clara keluar dari toilet dan berjalan tanpa menatap ke depan karena sibuk dengan kemeja dan rambutnya.
Bruk ...
"Arghhh sakit," teriak Clara kesal. Ia mengusap keningnya dan membuka kedua matanya. Ternyata Pak Rey dan Pak Felix sedang berjalan bersama.
Rey hanya menatap datar ke arah Clara tanpa ada satu kata yang terucap dari bibirnya. Dingin, satu kata yang Clara batin untuk Rey.
"Kamu sebagai mahasiswi yang benar. Kalau jalan lihat ke depan bukan malah nunduk saja. Kamu bukannya anak bimbingan saya? Mahasiswi abadi? Bab satu gak pernah lulus sudah satu semester ini?" ucap Pak Felix demgam sinis membuat Clara malu bukan main di buka aibnya di depan Rey.
Walaupun Rey itu bukan siapa -siapa dirinya. Tetap saja kebersamaannya tadi malam membuat keduanya setidaknya mengenal satu sama lain.
"Maaf Pak. Saya salah gak lihat jalan," ucap Clara lirih dan mengambil tasnya kembali lalu berjalan ke arah ruang tunggu. Clara berusaha vuek dan tak peduli dengan ucapan dosennya itu. Ia hanya ingin bimbingan dan cepat selesai lalu lulus. Itu saja sudah cukuo tanpa punya keinginan vumlaude atau skripsinya harus dnegan nilai A. Bisa lulus pendadaran tanpa revisi saja sudah bahagia sekali.
Rey menatap Clara dari kejauhan hingga akhirnya masuk ke dalam ruangan dekan bersama dengan Pak Felik, dosen tua bangka itu.
"Kamu tahu mahasiswi yang tadi?" ucap Pak Felix tertawa.
Rey menggelengkan kepalanya. Ia berpura -pura tak mengenalnya.
"Oh iya. Kamu gak akan kenal. Kamu bukan dosen di sini. Jadi ... dia itu adalah mahasiswi yang sudah satu semester inj baru acc judul. Bab satunya selalu gagal," ucap Pak Felik sedikit tertawa.
"Kenapa begitu? Bukankah selaku dosen pembimbing, kita wajib membantunya?" tanya Rey pelan.
"Wajahnya mengingatkan saya pada mendiang istriku yang sudah meninggal," ucap Pak Felix pelan.
"Tante Risma?" jawab Rey singkat.
Pak Felix mengangguk kecil. Melihat Clara membuatnya selalu bersemangat ke kampus karena kemiripan wajahnya. Maka dari itu, Clara di pertahankan oleh Pak Felix.
"Luluskan dia. Saya merasa berdosa telah membuatnya jengkel setiap kali selesai bimbingan," ucap Pak Felik sedih.
"Tergantung dianya. Memang kompeten untuk di luluskan atau tidak," ucap Rey dengan tegas dan profesional.
"Gadis itu cantik dan manis. Sebenarnya termasuk gadis pintar dan tidak neko -neko," ucap Pak Felix pelan.
Kedatangan kedua dosen berbeda umur dan berbeda bidang studi itu menghadap Dekan adalah karena Rey aka menggantikan posisi Pak Felix sementara saat Pak Felix mengajukan cuti untuk operasi ginjal di luar negeri.
Beliau meminta Rey untuk menggantikannya sementara waktu maksimal satu semester ini sampai kondisi Pak Felix benar - benar kembali pulih seperyi sedia kala.
Cukup lama Clara menunggu di tempat ini. Sudah dua jam lamanya ia menatap ruang dekan yang tak kunjung terbuka.
"Jadi bimbingan gak sih? Sudah molor dua jam. Giliran nanti pulang malah datang," umpat Clara mulai jenuh dan bosan berada di ruang tunggu itu.
Tenggorokan makin kering karena haus. Perut juga lapar. Tadi, Clara hanya sempat memakan sedikit. Pak Rey masih saja terus menerus mengerjai Clara.