Dengan gugup, Rey hanya mengangguk kecil dan menyeruput cokelat hangat yang sudah berada di tangannya.
Kedua mata Rey, memandang ke segala penjuru kamar kost itu. Kamar kost yang kecil tapi nyaman. Cara memang sangat rapih dan inijelas, ia gadis penyuk warna pink.
"Kamu yakin gak mau sarapan?' tanya Rey pelan.
"Gak Pak," ucap Clara pelan.
Rey meletakkan gelas cokelta hangat itu dan melihat berkas skripsi yang tertumpuk di meja. Rey mengambilnya dan membacanya.
"Analisis Kinerja dengan Metode Balanced Scorecard," ucap Rey pelan.
Clara hanaya diam. Ia biarkan Rey membacanya. Ia percaya diri dengan tulisannya yang bagus untuk di jadikan skripsi.
Rey pun membuka bab satunya dan di baca perlahan. Ia juga perlu tahu, letak kesalahan Clara ada di mana.
Terlihat Rey hanya mengangguk kecil dan ada satu kalimat yang membuat rancu. Mungkin ini yang membuat Clara tidal pernah lulus bab satunya.
"Mungkin dengan metode ini, bisa di jadikan tolok ukur," ucap rey pelan menggaris bawahi kata -kata aneh itu.
"Letak salahnya dimana?" tanya Claar yang masih juga tak paham.
"Mungkin ...." jawab Rey pelan.
"Mungkin? Dih ... Malah jawab mungkin. Gimana sih? katanya dosen,' cicit Clara kesal.
"Hemmm ... Emosi aja bawaannya. Lihat, kamu yang tulis ada kata mungkin. Ini yang buat dosen Felix itu jadi meragukan sama kemampuan kamu. Penulisnya saja gak yakin dengan metodenya, lalu giman dosennya mau meng -ACC skripsi kamu. Segala sesuatu itu harus yakin," ucap Rey dengan suara pelan tanpa mengintimidasi Clara.
Clara langsung bangkit berdiri dan meletakkan gelas kosong di nakas lalu berdiri tepat di samping Rey dan ikut membaca hasil tulisannya yang menurut Rey salah.
"Lihat nih ... Kata mungkin ini yang buat kamu gagal. Coba kamu ganti sekarang, Metode ini adalah salah satu metode yang berhasil di terapkan di beberapa perusahaan sebagai penilaian kinerja perusahaan dengan tolak ukur yang di jadikan sebagai patokannya," ucap Rey pelan memberikan ide.
Tanpa basa -basi, dan kebetulan Clara belum merevisi tulisannya. Clara langsung menghidupkan koputernya dan membuka folder skripsinya. Bab satunya pun segera di revisi sesuai apa yang di dengarnya tadi dari mulut Rey.
Rey masih duduk di kursi belajar Clara dan kini menatap ke arah layar komputer, dan Clara posisi berdiri di samping Rey dengan sedikit membungkuk dan mengetik pada keyboard.
"Begini Pak? Udah bener belum?" tanya Clara pelan sambil melirik ke arah Rey yang ikut membaca skripsi Clara.
"Ya. Sudah benar itu. Print saja, nanti bawa, pasti ACC,' ucap Rey pelan.
"Oke ... Makasih ya Pak," ucap Clara pelan sambil mengeprint revisi bab satu itu dan membereskan kerats -kertas itu dengan binder clips.
Rey berdiri dan pindah duduk di kasur Clara sambil memainkan ponselnya untuk memesan makanan. Perutnya mulai terasa lapar, tapi ia sendiri sedang enggan pulang.
"Beres ...." teriak Clara pelan.
Ia langsung merapikan berkas -berkas skripsinya ke dalam tas mika khusus.
"Pak ... Clara mau mandi dulu ya? Ini sudah jam sembilan," ucap Clara pelan.
"Sudah selesai nge -printnya?" tanya Rey pelan.
"Sudah," ucap Clara pelan.
Clara pun berjalan menuju lemari pakaiannya dan mencari pakaian untuk pergi ke kampus. Ia memang lebih suka memakai rok pendek akhir -akhir ini. Rok rempel berwarna pelangi di padukan dengan kaos polo shirt putih. Malah mirip kayak pemain tennis.
Pakaina itu ia letakkan di kasur dan ia berjalan menuju pintu kamarnya. Ada suara ketukan di sana. Ia pun membukanya dan ternyata pengantar makanan.
"Pak Rey pesan makanan?" tanya Clara lembut.
"Iya," jawab Rey pelan.
Beberapa kantong plastik makanan itu Clara di letakkan di nakas.
"Makasih ya Pak. Tadi gak perlu repot -repot begini," ucap Clara pelan.
Rey pun tersenyum. Keduanya sudah mulai akur dan akrab satu sama lain. Hubungan yang di jalani tanpa sengaja, memotivasi mereka untuk saling mengenal satu sama lain. Ia bnagkit berdiri dan mendekati Clara. Entah kenapa, sejak semalam Rey semakin bergelora setiap melihat Clara, padahal obat pernagsang itu sudah tak mengendaikan tubuhnya seperti tadi malam. Tapi, tubuhnya seolah menginginkan terus dan terus.
"Hanya bilang makasih? Saya sudah bantu revisi bab satu kamu, dan pesan makanan untuk kamu? Lalu kamu hanya bilang terima kasih?" tanya Rey pelan saat Clara menutup pintu lemarinya setelah mengambil pakaian dalamnya.
Tubuh Clara di pepet ke lemari hingga tak bisa bergerak. Wajah Rey yang cool itu semakin mendekat ke wajah Clara yang hanya bisa diam dan menahan napas.
"Kau sudah membuat saya candu, Clara," ucap Rey pelan dan mencium bibir Clara denganlembut dan sangat peln.
Pagi ini, Rey nampak sangat ingin menikmati Clara secara sadar.
"Pak ... Ini kamar Clara," ucap Clara polos. Ia tak tahu harus bilang apa untuk menyudahi ini semua.
"Terus? Tadi saya baca, kost ini bebas. Satu lagi, saya ini calon suami kamu, jadi saya bebas melakukan apapun atas kamu," ucap Rey pelan berbisik.
Clara hanya diam, dadanya berdebar keras dan desah napasnya jelas terdengar memburu.
"Clara mau mandi Pak. Ada bimbingan jam sepuluh pagi ini," ucap Clara pelan.
"Terus? Ucapan kamu, gak mampu menahan saya untuk melakukan ini. Ini hasrat seoarng laki -laki dan calon suami," ucap Rey tersenyum.
"Pak ... Gak enak sama yang lain," ucap Clara lirih.
Dengan cepat Rey menarik Clara dan mendorong Clara ke tempat tidurnya. Rey sudah tak tahan lagi, ia segera melepaskan pakaiannya hingga tubuhnya polos tanpa ada sehelai kain yang menutupinya.
Clara hanya terdiam. Rasa sakit tadi malam saja masih terasa, da ini Pak Rey meminta jatahnya kembali. Tak mungkin berteriak dong.
"Maafkan Saya harus melakukan ini. Saya benar -benar ingin serius dengan kamu," ucap Rey dengan suara bergetar dan tubuhnya yang terus bergerak maju mundur di atas tubuh Clara.
Tubuh Clara pun sudah polos dan berkeringat, menahan sedikit perih di bagian intimnya.
"Pak ... Kalau saya hamil?" tanya Clara pelan.
"Saya akan nikahi kamu, secepatnya. Kamu hamil atau tidak, saya akan nikahi kamu," ucap Rey pelan.
Suara apas keduanya semakin memburu. Rey begitu menikmati, sedangkan Clara masih meragukan semua apa yang di katakan dosen tampan itu. Baginya, laki -laki itu smeua buaya. Tapi, jika kehormatannya sudah terenggut seperti ini, bagaimana? Mana ada lelaki yang mau dnegan Clara.
"Kamu gak yakin dengan ucapan saya?" tanya Rey pelan.
Clara hanyamenatap sendu ke arah Rey. Ia tidak tahu harus bagaimana, percaya atau tidak dnegan semua ucapan Rey.
"Clara takut Pak," ucap Clara lirih.
"Kamu jomblo kan? Atau kamu punya kekasih?" tanya Rey pelan. Ia lupa menanyakan status Clara.
"Gak. Clara gak punya kekasih," jawab Clara pelan.
Senyum tulus Rey pun tersirat di bibirnya.
"Saya menyukai kamu, Clara," ucap Rey berbisik dan menekan tubuhnya dan mengeluarkan suara kenikmatan.
Clara hanya bisa menahan napasnya. Ia tak merasakan apa -apa sama sekali. Di pikirannya hanya takut dan takut saja.