CHAPTER 9. KECURIGAAN

1756 Words
Seusai Athian dan Lucas melangkah pergi dari gudang yang terbakar. Orestes menoleh kebelakang, menatap tepat ke arah Helcia yang masih berusaha menutupi wajahnya dengan mantel. “Nona, Apa anda ingin mengatakan sesuatu?” Tanya Orestes yang langsung membuat Helcia terkejut. Orestes setidaknya telah menghabiskan waktu bertahun – tahun didalam medan peperangan. Intuisinya sudah terlatih tajam, dia akan tahu bila seseorang tengah menatapnya dalam kurun waktu yang lama, atau juga mampu merasakan ada bahaya yang datang. Dan sejak tadi, Orestes bisa merasakan tatapan Helcia yang tak kunjung hilang. Wanita itu terus mengekori pergerakan Orestes tanpa henti. Orestes memang sudah melepaskan Helcia, tapi bukan berarti dia tidak akan menaruh curiga kepada seseorang yang terus membuntutinya. Helcia menghela nafas perlahan, berusaha mengatur detak jantungnya yang tidak bisa tenang. Jika dia ingin menyampaikan solusi untuk Kota Canace, maka Helcia harus berani berbicara dengan Orestes Obelix Dia tidak akan melakukan apapun kepadamu, Pikir Helcia. Setidaknya untuk saat ini. “Tuan, saya harap tidak ada kesalah pahaman di antara kita. Saya bukanlah orang yang patut anda curigai. Kedatangan saya ke Kota Canace hanya sebatas karena mengagumi keindahan kota ini, sehingga saya memutuskan untuk mampir sejenak.” “Apa anda keberatan, bila saya bertanya perihal asal kota anda?” Tanya Orestes. Helcia terdiam sejenak, kemudian mengucapkan dusta, “Saya dari Kota Nompo.” “Nompo? Tidakkah Kota Nompo terlampau jauh dari Kota Canace?” Senyuman tercetak di wajah Helcia, “Perjalanan dari Kota Nompo ke Kota Canace memang membutuhkan waktu panjang. Namun, saat melihat keindahan yang disuguhkan di Canace. Seluruh rasa lelah saya perlahan hilang.” Lagi – lagi, Orestes mempercayai Helcia dengan mudahnya, “Nona, mohon maafkan kesalah pahaman saya terhadap anda.” Helcia menatap Orestes dengan penuh senyuman. Namun, hatinya tengah menyumpah serapahi pria itu, ‘Kemana otakmu yang cerdas itu?’ “Bila Tuan sudah percaya kepada saya. Maka kesalahan yang lalu tidaklah penting.” Beberapa saat kemudian, Helcia melanjutkan, “Maaf bila saya terlalu ikut campur. Tapi, nampaknya kesialan yang tengah melanda Kota Canace ini bukanlah suatu kebetulan belaka.” Orestes mengangguk, kemudian melangkah ke arah gudang yang sudah hampir padam, “Saya tidak menyukai konspirasi. Akan tetapi, sepertinya memang ada yang ingin melumpuhkan Kota Canace.” Helcia melirik Orestes sejenak, dia tak menyangka bila Orestes akan membeberkan pemikiran seperti itu kepada orang asing. Hal yang menyangkut konspirasi sebuah kota memang seharusnya tersimpan rapat oleh pejabat dalam kota hingga kebenaran terungkap. “Peristiwa pelemparan batu kepada anda itu bukanlah untuk menghina anda. Melainkan, untuk mengecoh anda agar tidak segera memasuki kota.” “Anda benar. Jika saja saya segera masuk ke tengah kota. Mungkin saya bisa menghentikan dia membakar gudang.” “Tidak juga.” Ujar Helcia singkat. Orestes memandangnya bingung, “Mengapa tidak?” Kepala Helcia mendongak ke arah bangunan yang sudah rapuh, “Ada pengkhianat didalam prajurit anda.” Itu adalah pernyataan yang berani. Helcia mempertaruhkan nyawanya untuk mengatakan hal tersebut. Karena dia kini tengah melebarkan konspirasi ke ranah yang sensitif. Berkata ada pengkhianat didalam prajurit, sama saja seperti menghina Orestes yang lalai dalam mengontrol bawahannya. Tapi, Orestes nampak tak tersindir, “Bisakah anda menjelaskan pernyataan anda?” “Sebelum gudang terbakar, pengawal anda berkata bahwa ada panah api yang melesat ke arah gudang. Dan dalam hitungan detik, api langsung meluas cepat, apa saya benar?” “Benar.” Helcia berjalan perlahan mendekati gudang, bau kayu yang terbakar langsung menyeruak masuk kedalam hidungnya sampai ia harus menahan nafas selama beberapa detik. “Gudang ini memang terbuat dari kayu. Tapi, walaupun bahan kayu mudah terbakar. Apinya tidak akan meluas secepat itu, apa saya benar lagi?” “Anda benar. Butuh beberapa waktu agar api meluas ke seluruh bangunan.” “Tuan Orestes, anda adalah seorang jenderal yang memimpin banyak peperangan. Untuk melemahkan pertahanan musuh, anda pasti pernah memerintahkan anak buah anda untuk menyusup masuk kedalam benteng musuh.” Orestes memejamkan matanya, meski itu adalah cara curang, dia tetap mengakuinya, “Mhm, saya pernah melakukannya.” “Musuh anda melakukan hal yang sama. Bukan prajurit anda yang berkhianat, melainkan memang prajurit itu sudah menjadi pengkhianat sejak awal.” Kemudian melanjutkan, “Penyusup itu pasti telah menyiramkan minyak tanah ke seluruh gudang. Mengingat prajurit militer anda merupakan orang – orang unggulan, tidak mungkin bila ada orang asing menyiramkan minyak tanah tanpa di ketahui oleh penjaga sedikitpun.” “Jika asumsi anda benar. Maka, seluruh penjaga di sesi itu adalah pengkhianat.” Helcia mengangguk, “Berapa banyak pengawal yang menjaga gudang dalam satu sesinya?” “Tiga orang. Ada tiga kali sesi pergantian. Dan seharusnya, pergantian sesi terjadi tepat saat saya datang.” “Itu berarti, pengkhianat itu berada di sesi jaga sebelum ini.” Mereka berdua saling bertatapan, walaupun Orestes baru saja mengetahui fakta tersebut. Helcia sama sekali tidak menemukan ada amarah yang berkobar di kedua matanya. Pria itu bertingkah seolah dirinya hanya sebuah boneka bernyawa. “Penja—” Orestes hendak memanggil salah seorang penjaga. Namun, Helcia memegang lengan Orestes untuk menahan pria itu. “Tak perlu dicari lagi. Mereka pasti sudah melarikan diri, tepat saat anda datang.” Helcia benar. Prajurit yang bisa menyusup itu, pastilah prajurit unggulan yang tidak mudah ditangkap. “Dibanding menangkap pengkhianat. Saya punya hal yang lebih penting untuk dibicarakan.” “Apa itu, Nona?” “Waktu saya tidak banyak. Jadi berusahalah memahami dan mendengarkan perkataan saya dengan cepat.” Orestes hanya mengangguk. “Kota anda kini sedang melangalami krisis pangan. Jika anda berpikiran untuk menanam gandum lagi sebelum musim dingin datang, maka lupakanlah. Karena, anda hanya akan mendapat kerugian besar. Meski musim dingin baru datang dua bulan lagi, tetapi suhu udara akan turun secara perlahan, membuat gandum – gandum itu gagal panen.” Orestes hendak membuka mulutnya, namun ia urungkan. “Saya menyarankan anda untuk memburu banyak hewan dan menangkap ikan sebanyak mungkin sebagai persediaan makanan.” “Tapi, daging hewan bisa cepat membusuk.” “Gunakan metode pengeringan agar daging bisa tahan lama. Anda bisa mengasapi daging atau dijemur dibawah sinar matahari hingga kering. Setidaknya, daging – daging itu bisa bertahan selama satu bulanan.” “Selama itu?” Tanya Orestes bingung. “Ya, Bisa kurang atau lebih. Tergantung bagaimana anda mengasapinya.” Melihat Orestes tidak ingin bertanya lagi, Helcia melanjutkan, “Anda juga bisa mengeringkan buah – buahan. Cara ini agak sulit, apa anda punya kertas dan pena?” Orestes langsung merogoh sakunya, “Ada.” Helcia lantas menuliskan langkah – langkah pengawetan alami yang bisa dilakukan oleh Orestes dengan lengkap. “Oh, saya juga meminta anda untuk mengganti bahan bangunan gudang dengan menggunakan batu bata. Kayu terlalu mudah untuk dibakar dan dirobohkan.” “Akan saya usahakan.” “Karena ini adalah krisis. Saya harap anda bisa menghimbau seluruh penduduk untuk melakukan pengawetan sendiri di rumah. Mereka tidak bisa terlalu mengandalkan anda bila ingin bertahan hidup panjang.” “Tapi, itu terdengar seperti melenelantarkan mereka.” “Tuan, anda bisa memberikan pengarahan kepada mereka. Jadi, anda juga tidak bisa terbilang menelantankan, apa saya salah?” “Tidak.” “Jika anda ingin Kota Canace bertahan hidup selama musim dingin. Sebaiknya, anda melakukan semua saran saya.” “Saya mengerti.” Jawaban Orestes singkat dan jelas. Tapi, Helcia malah merasa tidak nyaman. Dengan ragu, Helcia bertanya, “Anda mempercayai semua perkataan saya?” “Saya percaya.” “Saya bisa saja berbohong!” Seru Helcia. “Pembohong tidak akan berkata seperti itu.” Helcia menghela nafasnya pelan. Setidaknya, dia sudah berasumsi bila Orestes akan banyak membantah dan beradu argumen dengannya. Siapa yang menyangka bila Jenderal tertinggi ini sangat mudah untuk mempercayai orang. “Tuan, terlalu mempercayai orang lain juga tidak baik. Belajarlah untuk curiga.” Orestes diam sejenak, kemudian berkata, “Saya hanya percaya, bila anda yang mengatakannya.” “Huh? Mengapa anda sepercaya itu?” “Karena, anda terlihat baik.” Jawaban Orestes semakin membuat Helcia bingung. Apa peperangan sudah mengikis otak Orestes sedikit demi sedikit? Mungkin saja alasan Orestes melawan Kerajaan Socrates, karena dia telah kehilangan akalnya. “Saya t—” TANG! TANG! Ucapan Helcia terputus setelah mendengar suara dentangan jam, yang mengartikan bila Helcia sudah berada di Kota Canace selama satu jam. “Maaf, Tuan. Saya harus segera pergi.” Tanpa memperdulikan jawaban Orestes, Helcia langsung berlari pergi. Namun, sebelum pergi jauh, dia sempat menoleh sejenak kebelakang. “Jaga diri anda, Tuan Orestes. Semoga Socrates memberkati anda.” Setelah itu, dia terus berlari tanpa menengok kebelakang lagi. Berusaha bergerak secepat mungkin, agar dia bisa sampai tepat waktu. Akan sangat celaka, bila kedua pengawalnya tahu Helcia telah meninggalkan kereta. Sedangkan dari kejauhan, Orestes menatap kepergian Helcia yang menghilang secepat hembusan angin. Pria itu melihat secarik kertas yang ada di genggaman tangannya dengan serius. “Semoga kita bertemu lagi, Nona Helcia.” ••• “Tuan, kita belum bisa berangkat sekarang. Nona Helcia masih merasa mual. Dia bisa semakin sakit, bila kereta kudanya berjalan.” Kata Naya, berusaha keras agar kedua pengawal itu meminta kusir menjalankan kuda. Pengawal yang sebelumnya membeli air membalas, “Nona Naya, kita sudah berhenti selama satu jam. Nyonya Demetria mungkin bisa mengamuk bila kita terlambat.” Naya berkeringat dingin, dia menoleh kepada Petra untuk meminta bantuan. Tapi, wanita itu juga tidak tahu harus membuat alasan apalagi. Setelah pengawal berhasil membetulkan ban kereta yang di bocorkan oleh Helcia, Naya harus memutar otaknya untuk berbohong. “Nyonya Demetria akan lebih marah, bila melihat putrinya sakit. Tunggulah lima menit lagi.” Helaan nafas terdengar dari pengawal di luar, “Baiklah, mungkin kita bisa menunda lima menit lagi.” Helcia bersembunyi dibalik kios yang tidak jauh dari kereta kuda miliknya. Dia sekiranya mendengar kalimat percakapan antara Naya dan pengawalnya itu. Tanpa sadar, senyuman tercetak jelas di wajahnya, menjadi tanda bahwa Helcia merasa senang karena Naya dan Petra tidak berkhianat kepadanya. Tidak ingin membuang waktu lebih lama. Helcia melempar bongkahan batu yang lumayan besar ke bagian yang berlawanan dengan pintu masuk kereta. BUK! Ketika batu mengenai tanah, kedua pengawal langsung terkejut dan segera berlari ke sumber suara, “Apa itu?!” Dengan cepat Helcia berlari menuju pintu kereta. Dari dalam, Naya sudah melihat sosok Helcia yang mendekat, sehingga dia langsung membukakan pintu untuknya. Dalam hitungan detik, Helcia sudah masuk kedalam kereta dan kembali menutup pintu. Dia memegangi jantungnya yang berdetak cepat akibat sudah berlarian dalam kurun waktu yang lama. “Nona! Anda darimana saja?” Bisik Naya dengan raut wajah khawatir. Petra yang melihat Helcia sudah berada didalam kereta langsung menyandarkan tubuhnya ke kursi dan mengusap wajah yang dipenuhi peluh, “Anda terlambat, Nona. Anda terlambat.” Bukannya menyesal, Helcia malah tertawa kecil. Dia membuka tudung mantel di kepalanya, kemudian menyerahkan dua jepit berbentuk kupu – kupu perak kepada Naya dan Petra, “Hadiah untuk kalian.” Petra menundukan kepalanya dihadapan Helcia, “Nona, kami hampir mati menunggu anda.” “Baiklah. Baiklah. Aku minta maaf.” Ujar Helcia. Petra memijat keningnya yang terasa sakit, kemudian mengetuk jendela kereta dua kali, “Kita bisa jalan, Nona sudah merasa lebih baik.” Suasana hati Helcia sedang sangat baik hari ini. Entah karena bisa berjalan – jalan di kota atau karena sudah memberikan bantuan kepada Orestes hari ini. Wanita itu tiada henti bersenandung kecil di sepanjang jalan seraya membuka jendela keretanya sedikit, sehingga bisa menikmati angin lembut yang menerpa kulit. “Nona, hal apa yang membuat anda begitu bahagia?” Tanya Naya begitu penasaran. Nonanya itu pergi dengan raut wajah murung, tapi kembali dengan perasaan yang sangat bahagia. “Hmm. Hari ini, aku melihat iblis yang murah hati.” Balas Helcia asal. Naya dan Petra saling bertatapan tidak mengerti. Namun, Helcia tidak memperdulikan kedua pelayannya itu lagi. ••••• To Be Continued 4 Januari 2020
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD