Dunia yang selama ini ditinggali oleh Helcia Krysanthe bukanlah dunia yang luas. Hidupnya hanya berporos pada tempat yang sama dengan kegiatan yang sama. Tidak ada perubahan maupun peristiwa yang membuatnya bisa merasakan kehidupan seperti orang pada umumnya.
Dirinya seolah tengah berdiri di atas seutas benang tipis. Bila dia salah mengambil langkah, maka dia bisa jatuh ke dasar jurang dan tidak bisa kembali lagi.
Helcia mengangkat kepalanya yang sudah dua jam ditenggelamkan ke atas lipatan tangannya. Dia menatap ke arah kegelapan yang tak kunjung sirna, bahkan dia tidak mampu melihat kedua tangannya sendiri di dalam gelap.
Ada rasa perih yang mendera ujung – ujung kukunya, jika dirasakan dengan seksama, mungkin beberapa kukunya telah lepas dan mengeluarkan darah.
Selama satu harian penuh, pikirannya tidak bisa berhenti melayang kepada Naya dan Petra. Dia begitu takut bila dua pelayannya itu akan mendapatkan masalah akibat mengikutinya. Helcia merasa begitu frustasi sampai terus memukul serta mencakari pintu besi yang menghalanginya dengan dunia luar.
“Aku tidak bisa membiarkan kalian mati.” Lirihnya pelan.
Ini adalah kali pertama Helcia mempunyai teman yang menghabiskan waktu dengan mengobrol atau membicarakan lelucon dengannya. Kali pertama juga, ada seseorang yang membantu Helcia ketika dia dihadapkan oleh masalah.
Di kehidupannya yang lampau, satu – satunya orang yang berbincang dengan Helcia hanyalah Lea, itupun juga sekedar membicarakan masalah pekerjaan atau protesnya terhadap novelnya yang tak kunjung mendapatkan popularitas tinggi.
Helcia menyandarkan tubuh ke dinding beton yang terasa dingin, tubuhnya yang hanya di tutupi oleh selembar gaun tipis membuat Helcia sedikit menggigil kedinginan.
Dia menghela nafas gusar, kembali menatap pintu yang mungkin baru terbuka esok hari atau bahkan satu minggu kemudian.
Demetria tidak perlu membuka pintu untuk memberikan makanan kepada Helcia, dia hanya perlu membuka pintu makanan yang terletak di bagian bawah dinding. Awalnya Helcia berfikir ada harapan untuknya kabur, namun lubang yang terbuka itu begitu kecil, Helcia mungkin hanya mampu mengeluarkan tangannya.
Dia juga tidak bisa membuat alasan untuk pergi kekamar kecil, karena ada toilet di sudut ruangan.
Demetria sudah mengatur ruangan ini sedemikian rupa sehingga Helcia tidak akan pernah mempunyai alasan untuk keluar.
Tidak ada jalan lain, kecuali menunggu seseorang untuk membuka pintu ruangan ini.
•••
Selang empat hari kemudian, pintu besi itu terbuka, menampakan cahaya terang yang sudah begitu lama tidak bisa dilihat oleh Helcia. Di ambang pintu, Demetria berdiri dengan pandangan lembutnya.
“Keluarlah, Helcia sayang. Ibu merasa sangat bersalah akibat mengurungmu terlalu lama didalam sana.”
Palsu.
Senyuman itu palsu, kasih sayang yang ia berikan pun palsu. Demetria ataupun Pello hanya ingin memanfaatkan Helcia untuk mendapatkan posisi tinggi di kerajaan. Mereka akan melakukan apapun demi kepuasaan Pangeran Istvan.
Namun, Helcia sendiri pun juga berpura – pura. Di selalu menampilkan wajah anak patuh, walau kenyataannya berbanding terbalik. Jiwa Helcia yang sekarang ataupun dahulu, keduanya sama – sama memiliki keinginan untuk bebas dari belenggu ini.
Mereka rela bersandiwara hanya untuk mendapatkan sesuatu yang mereka inginkan.
Karena itulah, meskipun hatinya telah dikuasai oleh amarah, Helcia lantas menampilkan senyum dan memeluk Demetria dengan erat, “Ibu, Helcia mengaku salah. Saya tidak akan pernah melakukan hal bodoh seperti itu lagi.”
Dan Demetria lagi – lagi akan tertipu dengan wajah lugu putri bungsunya itu, “Kamu telah membuat Ibu sedih. Melihatmu terkurung seperti itu nembuat hati ibu sangat sakit.”
Demetria memang menampilkan wajah sedih, tetapi tatapan matanya begitu kosong. Seolah dia tidak pernah menaruh perduli kepada Helcia.
Helcia sudah merasa muak melihatnya, “Ibu, bolehkan saya beristirahat di kamar?”
“Tentu. Tapi, sayangnya Ibu tidak bisa mengantarkanmu ke kamar. Karena, Ibu harus kembali mengunjungi pabrik produksi kain sekarang.”
Senyuman tercetak di wajah pucat Helcia, “Tidak masalah, Ibu. Helcia bisa pergi sendiri.”
Lagipula dia tidak membutuhkan Demetria.
Mereka berpisah di persimpangan lorong. Ketika Helcia tidak lagi melihat Demetria, sontak dia langsung berlari kencang menuju ruangannya. Dia memaksa kakinya untuk melesat cepat, meskipun kedua kakinya masih tak berhenti bergetar akibat terlalu lama duduk di dalam ruangan kecil.
Helcia berdoa didalam hatinya. Memohon kepada Tuhan agar ia masih bisa melihat Petra dan Naya hidup. Helcia menaruh harapan bahwa kedua pelayannya itu tengah menyiapkan makan siang didalam kamar tidurnya.
Dia terus berlari, tidak perduli sudah berapa banyak pelayan atau pengawal yang ia tabrak sepanjang jalan. Mereka semua menatap Helcia dengan pandangan bingung, karena putri kedua Krysanthe seharusnya tidak pernah mempunyai stamina untuk berlari secepat itu.
BRAK!
Pintu kamarnya terbanting keras sampai permukaan dinding sedikit bergetar. Helcia menunduk dalam diam, tidak berani mengangkat kepalanya untuk melihat kedalam ruangan.
Ketakutan akan ruangannya terlihat kosong telah memenuhi pikirannya. Ia tidak berani mempertanyakan keberadaan Naya dan Petra kepada Demetria, karena Demetria pasti merasa bila hukumannya belum cukup sampai Helcia masih menaruh penasaran terhadap orang tak penting seperti mereka.
“Nona Helcia, apa anda baik – baik saja?” Suara lembut yang terdengar itu bagaikan alunan musik di telinga Helcia.
Perlahan dia mengangkat kepalanya, dan menemukan dua sosok pelayan dengan perban di tangan serta wajah mereka sedang menatap Helcia khawatir.
Helcia merasa lega sekaligus marah. Dia lega karena melihat mereka berdua masih hidup, tapi juga marah akibat Demetria pasti telah menjatuhkan hukuman kejam kepada mereka.
“Naya… Petra.. Kalian baik – baik saja?” Helcia melangkahkan kaki memasuki ruangan. Namun, kakinya sudah terlalu lelah akibat berlari. Sehingga dia langsung jatuh ke atas permukaan lantai dan sulit untuk bangkit lagi.
Naya dan Petra yang melihat Helcia jatuh langsung menampilkan wajah panik. Keduanya berlari menuju Helcia dan memapah wanita itu untuk duduk di atas tempat tidurnya.
Helcia sudah berada didalam ruangan sempit selama empat hari penuh. Wajah dan pakaiannya kini nampak tertutupi debu, helaian rambut yang biasanya terlihat berkilauan kini kusut akibat terlalu lama tidak disisir dengan rapih.
Kedua pelayannya itu merasa ada sesuatu yang mencengkram jantung mereka kala melihat Helcia nampak seperti itu. Mereka mungkin baru menghabiskan waktu bersama selama beberapa hari. Namun, sikap Helcia yang selalu ramah kepada mereka membuat ketiganya merasa amat dekat.
Tanpa mengatakan sepatah katapun, Helcia menarik Naya dan Petra kedalam pelukannya. Ada butiran air mata yang jatuh dan menetes ke pundak Naya serta Petra.
“Aku senang melihat kalian masih hidup. Selama terkurung, aku berpikir telah membuat kalian mati di tangan Demetria. Jika hal seperti itu sampai terjadi, aku pasti tidak akan bisa memaafkan diriku sendiri karena telah menempatkan kalian pada posisi berbahaya.”
Naya terisak di bahu Helcia, “Nonaa!!! Kami terluka bukan karena anda! Meskipun kami mati sekalipun itu bukanlah salah anda!”
“Anda pernah menyelamatkan hidup kami satu kali. Dan berada di sisi anda merupakan pilihan kami sendiri. Nona Helcia, kamilah yang seharusnya minta maaf karena tidak bisa menjaga anda dengan baik.” Kata Petra seraya menahan air matanya.
Helcia mencengkram pakaian mereka berdua dengan kuat, manik mata rubynya nampak memerah akibat menahan emosi dan tatapannya menjadi lebih tajam dari biasanya, “Aku bersumpah akan melakukan segala hal untuk melindungi kalian.”
Petra mengelus helaian rambut Helcia dengan lembut, dia lantas tersenyum sendu untuk pertama kalinya dihadapan Helcia, “Anda tidak perlu melindungi kami, Nona. Selama bisa melihat anda bahagia, maka kami tidak membutuhkan apapun lagi.”
Naya turut menggenggam tangan Helcia dengan kuat, “Mulai hari ini, kami bersumpah untuk melindungi anda.”
Selama ini, Petra dan Naya hanya bisa melihat Helcia dari kejauhan. Mereka selalu berpikir bila Nona kedua Krysanthe mempunyai kehidupan yang sempurna dan nyaman. Helcia bahkan tidak perlu bekerja keras seperti Illiana untuk mendapatkan status tinggi di mata kerajaan.
Satu – satunya hal yang harus Helcia lakukan hanyalah membuat Pangeran Istvan tersanjung. Oleh karena itulah, Petra serta Naya menganggap Helcia sebagai ‘Anak Emas Tuhan’ karena memiliki kehidupan secerah itu.
Mereka selalu terlihat begitu jauh. Hanya sekedar pelayan dan tuan yang tidak akan pernah bisa memahami hidup satu sama lain. Akan tetapi, keduanya baru mengetahui fakta tatkala menjadi pelayan pribadi Helcia.
Dibandingkan dengan hidup di dalam kebahagiaan. Helcia lebih seperti hidup dalam kubangan kesengsaraan. Ada harga yang harus dibayar untuk memperoleh kehidupan seperti itu.
Helcia harus mengubur segala keinginan dan sifat aslinya ke dasar jurang agar memperlihatkan sosok sempurna dihadapan semua orang. Kehidupan yang ia jalani, tidaklah lebih dari kehidupan sebuah boneka bernyawa.
Karena itulah, Naya dan Petra bersumpah akan melindungi Helcia meski harus mengorbankan nyawa mereka sebagai taruhannya.
“Apa saja yang dilakukan Marchioness kepada kalian?” Helcia melepaskan pelukannya, membiarkan Petra dan Naya duduk diatas kursi.
Petra menghela nafas panjang, kemudian hanya tersenyum kecil kepada Helcia, “Nona, anda tidak perlu mengkhawatirkan apapun. Kami sudah terbiasa seperti ini.”
“Jangan bercanda! Melihat ada banyak luka di tubuh kalian, pastilah Marchioness hampir membunuh kalian berdua.”
Helcia menatap Petra dengan tajam, dia menginginkan jawaban atas pertanyaannya. Jika tidak terjawab, maka Helcia akan mencari jalan lain hingga mengetahui kebenarannya.
Kali ini, Naya akhirnya membuka suara, “Marchioness hanya mencambuk kami beberapa kali.”
Mendengar untaian kalimat yang dilontarkan oleh Naya membuat manik matanya menggelap, “Berapa banyak?”
“Lima puluh kali.” Bisik Naya pelan.
Samar – samar. Naya dapat melihat tangan Helcia bergetar, tatapan matanya bahkan begitu tajam seolah mampu membunuh seseorang yang beradu pandang dengan Helcia.
“Sialan! Demetria b******n. Apa sebaiknya aku membunuh wanita tua itu saja dan kemudian kabur sebagai buronan?” Kata Helcia. Perkataannya mungkin terdengar tak masuk akal, tapi dia sangat serius ketika mengucapkan hal itu.
Sontak Petra dan Naya langsung menggenggam tangan Helcia, memberikan rasa nyaman agar nona mereka bisa lebih tenang.
“Anda tidak boleh melakukan hal itu, Nona! Hidup anda bisa hancur bila sampai menjadi buronan.”
“Persetan dengan hidupku! Menjadi buronan atau tidak, aku memang sudah hancur sejak awal!”
Ini adalah kali pertama mereka mendengar banyak umpatan kasar keluar dari mulut Helcia. Nona mereka yang selalu lemah lembut kini terlihat seperti seorang berandalan. Dan sejujurnya, Helcia memang sudah tidak tahan untuk mengeluarkan kata – kata tidak pantas itu.
Siapa yang menyangka bila kebiasaan mengeluarkan umpatan kotor di kehidupan lalu masih menjadi bagian dari kehidupannya kini, “Demetria itu b******n! Seharusnya aku membuat dia mati saja di awal n****+! Sialan! Harusnya aku memang tidak membuat n****+ ini sedari awal.”
Meskipun tidak mengerti ucapan Helcia. Kedua pelayannya itu merasa bahwa itu adalah sebuah ucapan yang tidak pantas.
“Nona, lihatlah! Kami baik – baik saja. Hanya luka cambuk saja tidak akan membuat kami sakit parah.” Ujar Naya seraya memutar – mutarkan tubuhnya.
Ah, benar juga. Helcia baru menyadari ada hal aneh dari pelayannya. Mereka baru saja mendapatkan hukuman lima puluh kali cambukan, tapi mereka mampu berjalan dan bekerja seperti orang sehat yang tidak terluka. Padahal luka mereka mungkin masih belum kering sepenuhnya.
“Mengapa kalian bisa bergerak normal? Apa kalian memaksakan diri untuk bekerja?”
Petra menggeleng, “Nona, kami sudah katakan kepadamu sejak awal. Hukuman seperti ini sudah sering kami dapatkan. Hanya lima puluh kali cambukan tidaklah begitu parah bagi kami.”
Helcia tentu tidak akan percaya dengan ucapan itu. Seterbiasa apapun mereka mendapatkan hukuman, orang normal pasti akan tetap merasakan sakit parah hingga tak mampu bergerak sampai berminggu – minggu. Namun, Helcia akan pura – pura mempercayai alasan itu untuk saat ini.
“Marchioness berkata hendak membunuh kalian tepat sebelum aku dikurung. Tapi, kenapa dia tidak jadi melakukan hal itu?” Tanya Helcia.
“Kami melakukan negosiasi.”
“Negosiasi?”
Petra melangkah ke arah nakas, kemudian menuangkan teh hangat yang bisa meredakan amarah Helcia, “Mhm. Kami membuat negosiasi, sehingga Marchioness Demetria mengganti hukuman kami.”
“Negosiasi apa yang kalian lakukan?”
“Kami akan mengawasi anda, dan memberikan laporan kepada Marchioness.” Jawab Naya dengan wajah tertunduk dalam.
Helcia, “Aku berasumsi, bila kalian berkata bahwa kita kita begitu dekat. Dan kalian juga sudah mendapatkan kepercayaan dariku, sehingga akan lebih mudah mengawasiku dari dekat. Marchioness yang tidak bisa mengawasiku setiap hari pasti merasa bahwa kalian sepertinya masih berguna.”
Petra mengangguk, “Benar, kami berkata demikian.”
Naya lantas menatap Helcia dengan gusar, air mata bahkan hampir menetes keluar, “Apa anda marah kepada kami?”
Setelah beberapa saat tidak mendapat jawaban. Akhirnya Helcia tersenyum, “Tidak. Aku merasa sangat senang karena mengetahui kedua pelayanku adalah orang yang cerdas.”
“Bukankah seharusnya anda marah? Kami menggunakan anda sebagai alasan agar bisa selamat.” Ujar Naya yang masih merasa bersalah.
“Naya. Melakukan hal licik demi bertahan hidup adalah perkara normal, Kamu tidak perlu merasa bersalah. Lagipula, kalian sudah memberitahuku hal ini, sehingga ini tidak bisa disebut sebagai pengkhianatan.”
Petra, “Karena kami yakin, bahwa Nona merupakan orang cerdas yang mampu mendapatkan celah untuk menipu Marchioness. Kepergiaan anda ke Kota Canace bahkan masih belum diketahui oleh semua orang di keluarga ini.”
Helcia mengangguk, “Mhm. Percayalah kepadaku. Kalian mungkin akan mengawasiku, tapi aku tidak akan pernah berdiam diri seperti anak patuh.”
•••••
To Be Continued
9 November 2020