Bukannya memperhatikan materi yang dijelaskan oleh Jerry di depan sana, Pelangi malah fokus memandang muka si pemberi materi. Parahnya lagi, Pelangi terang-terangan memandang sang asisten dosen itu sambil bertopang dagu dengan kedua tangannya.
Jerry yang tengah berbicara, tiba-tiba berhenti saat melihat ada mahasiswanya yang tidak fokus, yaitu Pelangi. Jerry berdehem, namun Pelangi tidak juga menyadarinya. Pelangi malah senyum-senyum sendiri. Meisya yang paham akan pandangan mata Jerry ke arah Pelangi sontak menoleh ke belakang dan menepuk tangan Pelangi pelan.
"Apaan, sih?" ujar Pelangi tidak terima. Dia tetap tersenyum ke arah depan.
"Merlitta Pelangi Dikjaya!" Jerry menyebut nama lengkap gadis itu dengan nada dingin.
"Ya, Kak? Kakak manggil saya?" ujar Pelangi yang langsung tersadar begitu namanya dipanggil. Dia menyengir, tidak peka akan tatapan tajam yang dilayangkan Jerry padanya.
"Kamu... maju ke depan!" titah Jerry.
Pelangi bangkit dari duduknya dan melangkahkan kakinya ke depan. Meisya hanya geleng-geleng kepala. Apa Pelangi tidak sadar kalau kating yang merangkap sebagai asisten dosen itu tengah marah padanya?
Tiba di hadapan Jerry, Pelangi kembali mengembangkan senyumnya. Dia tersenyum semanis mungkin—menurutnya.
Jerry jengah dibuatnya. "Kamu tahu alasan kenapa saya panggil kamu ke depan?"
"Nggak tahu, Kak," jawab Pelangi dengan polosnya. Sontak seisi kelas heboh. Pasalnya mereka tahu kalau kating mereka itu tengah menahan rasa kesalnya.
"Baiklah... saya akan kasih tahu!" Jerry tersenyum miring. "Saya panggil kamu maju untuk mengerjakan soal ini, barusan saya sudah jelaskan." Jerry menunjuk ke arah papan tulis, lalu memberikan spidol kepada Pelangi. Sebelum Pelangi maju, Jerry sudah mematikan sambungan laptopnya pada proyektor yang memancar di papan tulis.
Kali ini Pelangi melongo. Salahnya dari tadi sama sekali tidak menyimak penjelasan Jerry. Walau Pelangi pintar, SMAnya dulu jurusan IPA, ada pelajaran yang paling dia tidak suka, yaitu Matematika. Dan saat ini, mata kuliah yang diajarkan Jerry adalah Matematika Teknik I. Pelangi rasanya ingin segera kabur saja dari kelas. Lantas dia menoleh pada Meisya seolah meminta pertolongan, namun Meisya hanya meringis. Dia pun tidak tahu bagaimana cara membantu sahabat baik hatinya itu.
Dengan ragu, Pelangi mulai menggerakkan spidol di tangannya. Jerry bersidekap d**a mengamati apa yang tengah ditulis oleh Pelangi.
Sudah sepuluh menit berlalu, Pelangi tak kunjung menyelesaikan soal yang diberikan oleh Jerry. Ini semua gara-gara sibuk memperhatikan si asisten dosen sehingga dia sama sekali tidak menyimak materi yang dijelaskan. Saat fokus saja, dia kadang masih kesulitan dengan yang namanya matematika, apalagi tidak fokus?
"Kamu nggak bisa mengerjakannya?" Jerry kembali bersuara.
Pelangi menggigit bibir bawahnya. Kemudian dia menggeleng pelan.
"Bagus!!!" sahut Jerry dengan nada mengejek. "Udah tahu mata kuliah ini sulit, kenapa kamu sama sekali nggak memperhatikan apa yang tengah saya jelaskan??"
"Maaf, Kak," cicit Pelangi pelan. Dia menundukkan kepalanya.
"Ya sudah. Kali ini saya maafkan. Tapi inget... lain kali kamu seperti ini lagi, kamu silahkan keluar dari kelas! Saya yakin, Pak Rudi akan melakukan hal yang sama dengan saya jika ada mahasiswa yang tidak menghargainya."
***
"Mau makan dulu atau langsung pulang?" tanya Mario kepada Pelangi. Mereka sedang berada di dalam mobil Mario, di parkiran kampus.
"Langsung pulang aja deh," sahut Pelangi tanpa menoleh. Hari ini rasanya dia tidak bersemangat.
"Yakin?" Mario melirik jam di pergelangan tangannya. "Masih jam 1 loh, ini!"
Kalau pulang kuliah cepat, Pelangi biasanya tidak mau langsung pulang. Dia dan Mario akan makan terlebih dahulu, jalan ke mall, atau nonton bioskop. Mario sudah masuk semester tujuh. Jadwal kuliahnya cuma 3 kali dalam seminggu di semester ini. Tapi dia tetap mengantar jemput Pelangi walau sedang tidak ada jadwal kuliah pun. Pasalnya 2 bulan lagi dia akan magang, tentunya frekuensi bertemu dengan kekasihnya itu akan berkurang. Makanya sekarang selagi dia tidak sibuk, dia akan berusaha selalu ada untuk Pelangi.
"Aku lagi malas aja. Pengen makan di kos-an, kangen sama masakan Bunda Marta." Entah kenapa, belakangan ini Pelangi sering menolak jika Mario mengajaknya jalan-jalan atau hanya sekedar makan. "Kamu laper?"
"Nggak juga, sih. Aku gampang entar kalau laper. Kan nggak jauh dari kos aku banyak tukang jualan makanan."
Pelangi manggut-manggut.
Saat mobil Mario hendak keluar dari parkiran, Pelangi melihat Jerry menuju parkiran motor. Dari balik kaca mobil, pandangan mereka beradu, namun Jerry segera melengos. Mata Pelangi terus memandangi lelaki itu hingga tidak menyadari panggilan dari Mario yang berada di sampingnya.
"Hei... kamu ngeliatin siapa? Dipanggilin sampe nggak nyahut gitu."
"Itu... asisten dosennya Pak Rudi. Kamu tahu nggak? Sebel banget... tadi aku disuruh ngerjain soal tapi nggak bisa."
Sambil menyetir keluar parkiran, Mario menoleh sekilas ke arah parkiran motor yang mereka lewati. "Oh... si Jerry?"
"Kamu kenal dia?"
"Nggak kenal, sih. Cuma tahu-tahuan aja karena dia AsDos. Kating kita juga 'kan? Mahasiswa S-2?"
"Iya."
"Kamu yang sabar aja kalau diajar sama dia. Denger-denger, dia emang agak dingin gitu kalau sama perempuan. Banyak juga yang bilang dia galak. Tapi... sama perempuan doang di kampus ini."
Pelangi mengernyit. Padahal dia tahunya dulu Jerry adalah orang yang ramah dan murah senyum. Bahkan yang mengajak kenalan terlebih dahulu waktu itu adalah Jerry.
Ada apa sebenarnya dengan lelaki itu?
***
Setelah memastikan mobil Mario pergi, Pelangi segera meraih kunci mobilnya. Dia pamit pada Marta yang sedang duduk di teras. "Bunda... aku mau ke rumah Tante yang kemarin ketemu di pasar."
"Sendirian? Kenapa nggak minta anterin sama Mario aja?" tanya Marta heran. Biasanya Pelangi itu kalau ada apa-apa, pasti bersama Mario—jika Mario tidak sedang sibuk.
"Iya, Bun, sendirian. Kasihan Marionya udah capek anter jemput aku terus. Aku nggak mau nyusahin dia kali ini. Lagian rumahnya juga nggak begitu jauh dari sini."
"Ya udah. Kamu hati-hati bawa mobilnya."
"Oke, Bun!" Pelangi mengacungkan kedua jempolnya pada Marta.
Pelangi sebenarnya ada tujuan mengunjungi rumah Lidya. Jerry... dia ingin tahu tentang kehidupan Jerry sekarang. Dia ingin bertanya kepada Lidya karena waktu itu sempat melihat Jerry keluar dari rumah itu. Kepo sekali Pelangi ini.
Melihat Pelangi yang baru saja turun dari mobil, Lidya mengembangkan senyumnya. Dia melambaikan tangan kepada Pelangi dari dalam warungnya. Pelangi yang melihatnya juga tersenyum dan berjalan mendekati Lidya.
"Warung punya Tante? Aku baru tahu," ujar Pelangi saat tiba di hadapan Lidya.
"Iya. Kemarin ini Tante tutup waktu mau ke pasar, karena nggak ada yang jagain. Cuma warung kecil-kecilan," ujar Lidya merendah.
"Walaupun kecil yang penting ada usaha, Tan."
Lidya terkekeh menanggapinya. Kemudian raut wajahnya berubah mengingat Jerry yang belum lama berangkat kerja. Tidak bertemu dengan anak gadis yang diceritakannya kemarin. "Yaah... sayang sekali kamu nggak bisa kenal sama anak pertama, Tante. Dia baru aja berangkat kerja setengah jam yang lalu."
"Oh, ya?" Mata Pelangi menyipit, "Anak pertama Tante kerja di mana?"
Apa Kak Jerry itu anaknya Tante Lidya? Masa sih, bukannya Jerry dari keluarga berada juga? Kak Satria pernah cerita waktu itu.
Lidya tertawa kecil. "Anak Tante kerja di perusahaan swasta biasa. Tapi, dia juga punya kerjaan yang lain. Umm... apa aja dia kerjain asal dapat uang yang halal katanya."
"Anak Tante luar biasa... pekerja keras!" puji Pelangi sungguh-sungguh.
"Iyaa... tapi Tante khawatir, dia bekerja terlalu keras demi mama dan adiknya," ucap Lidya sendu.
Anak yang berbakti!
Pelangi mengusap bahu Lidya pelan. "Dia melakukan itu pasti karena sangat menyayangi Tante. Melakukan sesuatu yang bisa membuat Tante bangga nantinya," ujar Pelangi bijak.
Pelangi yang sangat penasaran akan Jerry, tak bisa lagi menahan rasa ingin tahunya. "Kalau boleh tahu, nama anak Tante itu siapa?"
Belum sempat Lidya menjawab, sebuah suara datang dari arah belakangnya. "Assalamu'alaikum, Ma!"
Pelangi menoleh ke sumber suara dan mendapati seorang gadis berseragam SMA sedang berdiri menatapnya sembari tersenyum manis padanya.