TKOW 04

2077 Words
Peter melangkahkan kakinya masuk ke dalam kantor itu. Semua mata mengarah padanya, terlebih tatapan memuja para kaum hawa. Siapa yang tidak akan berpaling menatapnya? Dengan wajahnya yang tampan, tubuh tegapnya yang dibalut oleh pakaian formalnya, tatapan matanya yang tajam, aura kepemimpinan yang kental dan juga rambut kuning kecokelatannya yang menawan. Peter menghampiri meja resepsionis, bahkan wanita itu menatap melongo padanya. "Excuse me ..." Peter sampai mengulang kata itu beberapa kali, tetapi tetap saja wanita itu menatapnya takjub seolah melihat malaikat yang turun dari langit. Akhirnya Peter memilih menjentikkan jarinya di depan wajah wanita itu, hingga dia tersadar dan tersenyum gugup dan malu. "Sorry Mr, can l help you?" ucap wanita itu dengan raut wajah malu yang sudah bisa dia sembunyikan dengan menunduk, meskipun semburat merah masih menghiasi pipinya. "Aku ingin bertemu dengan pemimpin perusahaan ini," ucap Peter dengan datar dan dengan raut wajah khas tanpa ekspresinya. "Ohhh ... Maaf. Tuan besar sedang tidak ada, tapi Tuan muda sedang berada di ruangannya. Mari saya antar,” ucap wanita itu dengan berbinar-binar dan Peter hanya menganggukkan kepala. Peter mengikuti langkah wanita itu, dia sama sekali tak merasa risih dengan tatapan memuja para karyawan di sana. Baginya itu sudah menjadi hal biasa. Bukannya sombong. Ke mana pun kakinya melangkah pasti CCTV otomatis itu akan selalu mengikutinya. "Ini ruangannya, Tuan. Sebentar, saya akan minta izin lebih dulu." Wanita itu semakin menunjukkan suara gemulainya dan Peter tetap pada ekspresinya. Peter berdiri, sambil menunggu karyawan wanita tadi, di depan pintu ruangan bertuliskan "Mr. Luxander Michael" Lalu tak lama, pintu di depannya terbuka. Seorang pria seusianya keluar dari pintu itu bersama wanita resepsionis tadi. Tapi, Peter sedikit mengernyit bingung. Hari masih pagi,tetapi kenapa penampilan pria di depannya sudah sangat acak-acakan? Pria itu adalah pemimpin perusahaan. Namun kenapa penampilannya jauh dari kata elegan? Dia hanya memakai kemeja tanpa dasi dan 3 kancing yang sudah terlepas. Juga bagian bawahnya yang tidak dimasukkan ke dalam celana. "Siapa kau? Ada perlu apa, huh? Mengganggu pekerjaanku saja!" ucapnya dengan membentak. Dan Peter masih mencoba bersikap tenang. Sebenarnya dia sangat benci, jika ada seseorang yang membentaknya. Tapi, jika dia tak bisa mengontrol emosinya, identitasnya pasti akan terkuak di sana dan penyamarannya akan sia-sia. Peter menarik napasnya dalam-dalam. "Saya ingin melamar pekerjaan Tuan dan ini berkasnya,” ucapnya dengan sopan sambil menyerahkan berkas yang dibawanya. Tapi, apa yang dilakukan oleh pria bernama Luke itu. Dia mengambil berkas di tangan Peter lalu melemparnya tepat ke wajah Peter. Sraaaakk! “Aku tidak butuh karyawan lagi. Karyawan di sini sudah sangat banyak! Sekarang pergi dari sini, atau aku akan menendangmu keluar!” teriak Luke dengan keras. Kali ini, Peter sudah tak bisa menerima perlakuan memalukan itu. Peter merasa terhina dan harga dirinya diinjak-injak. Dasar pria sombong. Dia belum tau siapa yang sebenarnya sedang berdiri di depannya. Seorang wanita dengan pakaian sexy keluar dari ruangan itu, penampilannya tak kalah berantakannya. Sampai-sampai perempuan itu lupa mengancingkan bajunya yang agak terbuka. "Ada apa, Baby? Kenapa kau marah, hum?" ucap wanita itu sambil memeluk lengan Luke dan bergelayut manja. Sedangkan Peter berdecih muak saat melihat wanita itu mengedipkan sebelah matanya padanya dan menjilat bibirnya penuh seksual. "Aku hanya kesal, Baby, pria ini mengganggu pekerjaanku!" ucap Luke sambil mengecup pipi wanita itu. Para karyawan yang melihatnya hanya menggelengkan kepala. Pemandangan seperti itu, sudah menjadi hal lumrah bagi mereka. Luke akan bersikap semaunya di kantor saat Alex tidak ada, tapi akan bersikap seolah pemimpin yang disiplin dan menjaga kehormatannya saat ayahnya ada. “Ohhh ... ternyata itu pekerjaan yang sedang dilakukannya? Dasar pemimpin tak berguna!” gumam Peter sambil memasukkan tangannya ke dalam saku celananya. "Kau tuli, huh?! Cepat pergi bodoh! Mengganggu saja!" lanjut Luke. Peter tetap diam. Dia masih ingin tau, seberapa lancang dan sombongnya pria tak bermoral di depannya itu. Tanpa diduga, Luke memegang erat kerah jas Peter. Semua karyawan di sana hanya menatap horor. Sudah sering mereka melihat atasannya itu bertindak semena-mena terhadap orang lain. Tapi, pria yang sedang ditantangnya itu kan masih baru dan berniat melamar pekerjaan. Kenapa harus dipermalukan seperti itu? pikir mereka sambil berbisik dengan teman sesama karyawan di dekatnya. "Jangan sentuh aku!" lirik Peter dengan rendah, tapi mampu membuat orang membeku. Mereka terpana. Lirik’an itu terdengar sangat tajam dan menusuk. Seakan pria itu adalah seorang pemimpin yang berkuasa dan tidak bisa ditentang perintahnya. Tapi, pikiran mereka memang benar adanya bukan? "Hahaha ...” Luke tertawa keras meremehkan. “siapa kau berani menentangku, huh? Dengar! Aku penguasa disini, di kota ini. Dan aku bebas melakukan apapun! Termasuk menghajar mulut lancangmu ini! “ Luke melayangkan tinjunya, tapi belum sampai menyentuh wajah Peter. Peter sudah lebih dulu menangkapnya dan balas memelintir tangan Luke ke belakang dan mengunci tubuh Luke ke tembok. Kembali, karyawan yang menyaksikan hal itu terperangah tak percaya. Baru kali ini seseorang berani melawan atasannya yang arogan itu. "Sudah ku bilang jangan menyentuhku, b******k! Tanpa kau suruh pun, aku akan pergi dari tempat rendahan ini. Ingat janjiku, ku pastikan, aku akan menghancurkanmu dan membuatmu jatuh di bawah kakiku!" ucap Peter dengan nada dinginnya, kemudian melepaskan cekalan tangannya. Luke semakin marah, matanya berkilat tajam. "Jangan bicara omong kosong! Kau kira kau bisa, huh? Pekerjaan saja kau masih belum punya. Kau hanya pria miskin yang bermimpi bersaing dan mengalahkan penguasa sepertiku!" Peter hanya terkekeh mendengar ucapan Luke. Jika saja dia tau siapa Peter. Pasti pria itu akan sujud di bawah kakinya. Jangankan pekerjaan, kota Paris saja mampu dia beli sekarang . "Manusia sombong sepertimu, akan cepat tumbang oleh keangkuhanmu!” setelah mengucapkan itu Peter berbalik dan melangkah dengan santainya. "Hey b******k! Jangan bermimpi kau bisa mengalahkanku!" teriak Luke dengan keras. Tapi, Peter tak menghiraukannya. Dia tetap berjalan santai meninggalkan kantor itu. “Let’s play The game begind ..." jawab Peter dengan smirk misteriusnya. Peter melajukan mobilnya. Ia masih ingin berkeliling menjelajahi kota di mana petualangannya akan segera dimulai. Baginya bukan masalah besar, jika dia tidak mendapat pekerjaan. Jangankan untuk kebutuhan hidupnya, untuk kebutuhan hidup cucunya saja, Peter sudah mampu memenuhinya. Semuanya sudah tersimpan di dalam card harta karun miliknya seperti yang selalu dikatakan oleh ayahnya. **** Malam telah tiba, jam sudah menunjukkan pukul sembilan malam. Peter sudah merasa cukup mengelilingi kota. Dan saat ini, dia sedang menuju jalan pulang. Tapi di tengah jalan yang sepi. Peter melihat seorang pria dikeroyok oleh beberapa orang yang menurut penglihatannya orang-orang itu adalah kumpulan bodyguard. Melihat dari segi fisik dan penampilannya. Terlihat pria itu sudah tidak berdaya, dengan luka memar dibeberapa bagian tubuhnya. Terlihat dua pria memegang tangannya. Lalu ketika seseorang mengarahkan senjata ke kening pria itu, Peter segera keluar dari mobilnya. "Jangan mempermalukan kaum pria dengan bermain keroyokan seperti wanita," ucapan dingin dan menusuk Peter, mampu mengalihkan fokus para bodyguard itu. "Hey, siapa kau? Jangan ikut campur anak muda atau kau pun akan mati!” bentak salah seorang bodyguard, sambil menunjuk Peter dengan senjata. Peter hanya terkekeh pelan mendengar bentakan yang baginya tidak ada apa-apanya itu. "Sayangnya, aku pria yang tidak suka mundur ..." ucapnya. Matanya menatap tajam sama sekali tidak ada ketakutan dalam dirinya. Aura penguasa memang sudah melekat dalam dirinya. Peter berjalan mendekat sambil menggulung lengan kemejanya. "jika kaliam bisa, jatuhkan aku ..." lanjutnya dengan tatapan mengejek. Bodyguard itu melepaskan pria yang sudah tak berdaya itu. Kemudian mulai menghampiri Peter dan terjadilah perkelahian di sana. Jangan anggap remeh pria muda yang masih 22 tahun itu. Jangankan 5 orang, 10 orang saja mampu Peter tumbangkan dengan mudah. Max mendidiknya dengan keras. Sejak usianya menginjak 8 tahun, Peter sudah bisa membidik targetnya dari jarak beberapa meter. Peter adalah sniper handal dan sering Max bawa untuk menyelesaikan arena pertarungan Max dengan penguasa yang membangkangnya. Bahkan Max mengajarkannya menggunakan 2 senjata sekaligus. Pisau, panah, bahkan meledakkan bom pun sudah Peter kuasai. Dan di usianya yang menginjak 16 tahun. Max sudah mengenalkan Peter dengan dunia bela diri dan sering mengikutkan Peter dalam pertarungan adu bela diri. Bahkan usianya yang saat itu masih 13 tahun, Peter sudah menjadi hackers handal yang mampu mengalahkan Max dan berhasil memasukkan seorang penguasa ke dalam penjara karena berani menipu Max, ayahnya. Tapi, tentunya semua latihan itu dilakukan Max secara sembunyi-sembunyi. Dan saat Rose sedang tidak ada, atau sekedar membuat alasan mengajak Peter ke perusahaannya. Jika Rose tahu, tentu Max akan mendapat omelan sepanjang hari juga berakhir dengan Rose yang mendiaminya selama satu minggu penuh. Max pernah tersiksa merasakan hal itu, karena Rose yang pernah memergoki Max dan Peter yang sedang menembak objek berbentuk gambar manusia berjumlah puluhan di danau belakang mansion. Max sudah mempersiapkan Peter untuk menghadapi dunia luar yang keras dan kejam, karena dia yakin Peter ‘lah yang akan menjadi "KINGS OF THE WORLD" selanjutnya. Dan prediksinya benar adanya. Sejak usia 20 tahun, Peter sudah mulai melakukan semuanya. Kecerdasan, kelicikan, strategi dan kekuatannya membuat semua penguasa takluk padanya. Dan di usia Peter yang 22 tahun, sebagian dunia sudah berada di bawah kuasanya. Dan saat ini, The king's of World sedang adu kekuatan dengan 5 orang bodyguard itu di jalanan. 3 orang sudah tumbang dengan luka patah, hanya tinggal 2 orang saja yang memegang senjata tajam juga senjata api di tangannya. Saat pria yang memegang pisau itu akan menusuknya, Peter berkelit dan dengan mudahnya dia menarik tangan pria itu ke belakang punggungnya dengan posisi saling membelakangi dan ... Brughhhh! “Arghh ..." pria itu melolong kesakitan saat tubuhnya di angkat dan di banting dengan keras oleh Peter ke aspal. “Jangan bergerak atau kepalamu meledak!" bentak seorang pria sambil menodongkan senjata ke arah Peter. Peter terkekeh sambil menyugar rambutnya dengan tangan kanannya. "Seharusnya kau yang menyerah, sebelum tulangmu patah dan kepalamu yang meledak!" ucap Peter dengan santai sambil melangkah mendekati pria itu. Dorrr! Satu tembakan yang pria itu lepaskan sebagai peringatan, tapi berhasil mengenai d**a Peter hingga darah mengalir dari sana. Peter memandangi dadanya yang berlumur darah, lalu tubuhnya pun perlahan tumbang. "Hahaha ... Kau kira aku main-main dengan ancamanku, huh? Dasar anak ingusan!" ucap pria itu sambil tertawa keras di depan Peter, lalu memasukkan senjatanya ke dalam saku celananya. Tapi, belum sampai dia berbalik arah. Bugh. Bugh. Bugh! “Arrgghhhh ...." pria itu tumbang, karena serangan Peter yang tiba-tiba pada tubuhnya. Posisi Peter yang terduduk, memudahkannya untuk memegang kaki pria itu dan memutarnya hingga pria itu jatuh telungkup di atas jalanan dengan kaki yang Peter tekuk ke belakang. Peter menggerakkan sedikit tangannya ke depan dan terdengarlah bunyi tulang patah yang membuat pria itu semakin berteriak kesakitan. "Ibuku mungkin menyuruhku menjauhi darah, tapi hidupku sudah identik dengan hal itu. Kau beruntung, aku tidak membuat kepalamu juga meledak," ucapnya kemudian melangkahi pria yang sudah terkapar tak berdaya itu. Peter terkekeh, rompi yang dia pakai bahkan jauh lebih tipis dan fleksibel dari rompi yang ayahnya Max program. Meskipun bentuknya yang hanya menutupi sebagian tubuhnya. Tapi, sistem yang Peter buat lebih canggih dari Max. Sistemnya akan membuat rompi itu aktif sesuai keinginan pemakainya. Peter menghampiri pria yang dikeroyok tadi, keadaan pria itu terlihat mengenaskan dengan luka lebam di sekujur tubuhnya. "Di mana alamatmu Tuan? Aku akan mengantarkanmu," ucap Peter sambil memegang bahunya. Mendengar suara Peter, pria yang seusia ayahnya, Max itu pun menoleh dan menatapnya terkejut. "Siapa kau?" tanya pria itu sambil meringis memegangi perutnya. "Nanti kujelaskan. Sekarang aku akan mengantar Anda," ucap Peter dan pria itu mengangguk. "Anak buahku akan mengurusnya," kata pria itu saat Peter melihat mobilnya yang sudah rusak di beberapa bagian karna ulah bodyguard yang mengeroyoknya tadi. Peter membopong tubuh pria itu ke mobilnya. Lalu setelah memasangkan seatbelt, Peter mulai melajukan mobilnya. "Apa yang terjadi hingga Anda dikeroyok, Tuan?" ucap Peter memecah keheningan di antara mereka. "Seorang billionaire tentu punya banyak saingan, bukan?" jawab pria itu dan Peter menoleh padanya lalu mengangguk. Ternyata pria yang ditolongnya bukan pria sembarangan, dia seorang billionaire di kota yang saat ini dipijaknya itu. "Terima kasih banyak, kau sudah menyelamatkan hidupku. Jika bukan karenamu pasti hidupku berakhir malam ini," ucap pria itu sambil menatap Peter yang fokus menyetir di sampingnya. "Sama-sama, Tuan. Ibuku selalu mengajarkanku untuk menolong yang membutuhkan.” Meskipun ucapan Peter terdengar dingin, tapi mampu membuat pria itu berdesir dan takjub mendengarnya. "Ibumu pasti wanita yang luar biasa." "Ya. Anda benar ... " lirik Peter sambil tersenyum tipis, "dia wanita paling sempurna di dunia ini. Jika saja, masih ada wanita sepertinya, aku pasti akan menikahinya." Setelah Peter mengucapkan hal itu, kedua pria itu sama-sama tertawa. "Kau asing, tapi entah kenapa aku merasa dekat denganmu ...” ucap pria itu sambil memandang Peter lebih intens, "seakan aku melihat seseorang dalam dirimu," lanjutnya. Peter hanya menoleh lalu tersenyum tipis. “Mungkin tali tak kasatmata sudah mengikat kita," ucap Peter dan pria itu mengangguk sambil tersenyum tipis.  
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD