Bab 1 Bertemu Diora

1614 Words
"Opa!!!" Seru bocah laki-laki bernama Steven pada Dewa yang baru saja tiba di mansionnya bersama dengan istri barunya, Anna. Dewa tampak tersenyum ketika melihat sang cucu tengah berlari menghampirinya. Dan hal itupun mengundang tatapan Anna. 'Ternyata bisa senyum juga, coba aja kalau sama aku, kayak kanebo kering.' gumam Anna dalam hati dengan tatapan dongkol. Lavina Annabella, gadis itu kini sudah resmi menyandang status sebagai nyonya Mahendra. Pernikahan Anna dan Dewa telah berlangsung tiga hari yang lalu. Dan kini Anna baru menginjakkan kakinya di mansion keluarga Mahendra dengan status nyonya besar. "Opa tinggal sebentar sudah kangen?" Tanya Dewa pada Steven. "Kangen duitnya opa." Ucapan polos Steven barusan langsung mengundang tawa Dewa, lelaki paruh baya itu terlihat biasa saja saat menggendong tubuh gempal Steven. Padahal usianya sudah menginjak lima puluh tujuh tahun, usia yang rawan dan sudah tidak muda lagi. Harusnya diusia seperti itu, Dewa sudah mengidap penyakit lansia seperti asam urat atau osteoporosis. Tapi lihatlah pria bertubuh kekar itu. Dia masih terlihat begitu bugar dan kuat saat menggendong Steven. 'Kh, anak kecil aja tau pak tua itu banyak duitnya. Nggak sia-sia aku nikah sama dia.' Anna kembali menggumam dalam hati. Saat melihat mansion keluarga Mahendra, Anna sempat tercengang dan terpana hingga ia tak sadar tengah melamun. Anna terlalu kagum dengan rumah yang akan ia tempati itu, sungguh besar, indah, cantik dan sangat elegan. Meskipun rumah yang ia tempati dulu juga sama-sama mewah, namun masih kalah mewah dengan mansion yang ada dihadapannya saat ini. Teman-teman sosialitanya pasti akan betah jika Anna mengajak mereka kemari. Dan Anna pasti akan mendapat pujian serta kekaguman dari mereka semua. "Nyonya Mahendra, hm... Nggak buruk." Gumam Anna dengan senyuman miring. "Oma!" Panggil Steven pada Anna. "OMA!" Karena Anna diam saja, Steven pun mengeraskan suaranya. "Apa? Aku?" Anna tampak menunjuk dirinya sambil menatap Steven dengan bingung. "Iya, kamu Oma baruku kan? Kata Opa kamu istrinya opa." Ujar Steven dengan tatapan polos. "What?" Sedangkan Anna kini tengah menatap Dewa dengan tatapan tajam, ia tentu tak terima ketika Steven memanggilnya Oma, bagaimana mungkin ia sudah dipanggil Oma sedangkan usianya saja masih dua puluh lima tahun. Benar-benar gila. "Opa... Oma marah ya? Kok dia wajahnya jadi gitu?" Tanya Steven pada Dewa dengan tatapan sedih. Sekarang Dewa jadi bingung mau menjelaskan seperti apa kepada Steven. Demi Tuhan Dewa sama sekali tidak pernah mengajari Steven untuk memanggil Anna dengan sebutan Oma, hal itu spontan Steven lakukan sendiri tanpa ada yang mengajari. "Tidak sayang." Balas Dewa singkat. Karena Steven mulai menangis, Anna pun jadi merasa kasihan, maunya sih tak mau peduli, tapi tatapan sendu Steven membuat Anna menjadi tak tega dengan bocah enam tahun itu. "Iya deh boleh-boleh, panggil Ama aja, jangan Oma, Ama masih muda, jadi kamu nggak boleh panggil aku Oma, ngerti?" Ucapan Anna barusan membuat Steven langsung tersenyum senang. "Horeeee... Akhirnya aku punya Ama juga, masih muda kayak kak Cheryl tapi kok mau nikah sama opa yang udah tua?" Mulai deh, sifat kritis Steven langsung melukai harga diri Dewa. Bisa-bisanya cucu kesayangannya itu bertanya seperti itu kepada Anna. "Sudah cukup. Kita masuk ke dalam sekarang. Kamu bawa kopernya!" Titah Dewa pada Anna yang langsung melototkan kedua matanya. "Eh pak tua, enak aja nyuruh-nyuruh aku, aku ini istri kamu bukan pembantu, harusnya aku jadi princess, bukan jadi babu. Huh, yang bener aja." Setelah mengatakan hal itu pada Dewa, Anna pun segera masuk duluan ke dalam mansion tanpa mau menuruti perintah Dewa. Dewa pun hanya bisa menghela nafas pasrah dengan tingkah Anna. Membawa koper saja memang apa susahnya? Toh kopernya juga hanya satu, dan tidak terlalu berat. Namun memang dasarnya tuan putri, mana mau Anna disuruh-suruh seperti itu? Kenapa Dewa bisa melupakannya? "Itu beneran Ama aku, suka ngomel-ngomel kayak nenek-nenek." Ungkapan Steven barusan membuat Dewa langsung terkekeh geli. Astaga bocah satu ini memang suka membuat orang tertawa dengan kepolosannya. *** Saat masuk ke dalam mansion, Anna kembali dibuat takjub, masih tak mengira jika ia akan menjadi seorang ratu di rumah ini. Sungguh ia tak menyesal karena sudah menikah dengan Dewa, Dewa bisa menjamin kehidupan glamornya, bahkan pria tua itu mampu melunasi hutang-hutang ayahnya yang menggunung. Benar-benar luar biasa. "Steven! Sini sayang!" Panggil Diora, ibu Steven, putri pertama Dewa. "Mama!" Seru Steven, Dewa pun segera menurunkan Steven dari gendongannya. Dan Steven pun segera berlari kearah Diora. "Papa pasti capek, aku udah siapin makan siang, sekarang papa makan dulu!" Ujar Diora pada Dewa tanpa mempedulikan keberadaan Anna. Diora sejak awal memang sangat menentang pernikahan Dewa dengan Anna. Apalagi usia Anna lebih muda darinya, tentu Diora merasa malu dan tak terima memiliki ibu tiri yang masih bocah seperti Anna. Apalagi Diora tahu jika sang ayah menikahi Anna hanya karena untuk menyelamatkan perusahaan milik ayah Anna. Anna pasti hanya mau uang Dewa saja, kelihatan sekali jika gadis itu hanya mengincar harta Dewa saja. Dewa sendiri memang merasa sedikit lelah, setelah pernikahan berlangsung, Dewa langsung terbang ke Brazil untuk urusan bisnis yang tidak bisa ia tunda. Alhasil selama tiga hari itu Dewa meninggalkan Anna, dan sekarang, mereka baru bisa bertemu kembali. "Iya, papa akan makan." Dewa pun segera berlalu mengikuti Diora menuju ruang makan. Sedangkan Anna kini tampak diam ditempat, merasa kesal dan marah karena Dewa mengabaikan keberadaanya. Demi apapun Anna sangat benci diabaikan, ia juga lapar sekali, tapi kenapa pak tua itu malah tak peduli padanya. "Astaga." Langkah Dewa tiba-tiba terhenti, lalu menoleh ke belakang melihat Anna yang masih berdiri ditempatnya dengan wajah cemberut. Dewa menghela nafas kasar, serba salah menghadapi tuan putri yang sangat manja seperti Anna. "Ayo kita makan dulu!" Ajak Dewa sambil menarik tangan Anna. Anna pun segera berjalan mengikuti Dewa. Genggaman tangan Dewa terasa begitu hangat dan nyaman, entah kenapa Anna merasa aman ketika Dewa menggenggam tangan kecilnya. "Dasar setan kecil, akan aku buat hidup kamu menderita selama disini." Gumam Diora seraya menatap Anna dengan tatapan sinis. *** Ketika makan siang, suasana tampak sangat canggung, aura intimidasi yang Anna rasakan benar-benar membuat gadis itu terdiam kaku. Ketika ia mengambil makanan, Diora bahkan langsung mencelanya. "Kamu bodoh apa gimana? Sebelum kamu makan, layani suami kamu dulu. Lihat papa bahkan belum mengambil apa-apa." Seru Diora dengan nada kesal pada Anna yang langsung mengepalkan kedua tangannya. Astaga, seumur-umur ia tidak pernah dibentak-bentak seperti ini, ia kan tidak tahu apa-apa, ia belum pernah melayani seorang suami, jadi apakah semua ini salahnya? "Diora! Jaga ucapan kamu!" Ujar Dewa dengan nada beratnya. Ia tatap dengan tajam putri pertamanya itu, dan Diora pun langsung menunduk dengan wajah kesal. "Maaf mas, aku belum ngerti." Ungkap Anna pada Dewa dengan nada memelas yang ia buat-buat. "Tidak apa-apa, jangan terlalu dipikirkan, saya tidak masalah. Kamu makan saja dulu, kamu pasti lapar." Ucapan Dewa barusan membaut Anna langsung tersenyum penuh kemenangan. "Pah!" Protes Diora. "Cukup! Papa lelah, papa tidak mau berdebat. Sekarang kita makan dengan tenang." Seru Dewa dengan penuh ketegasan. Diora pun langsung kicep. Sungguh ia tak habis pikir dengan sikap ayahnya yang terkesan membela Anna. Padahal selama ini sang ayah selalu berada dipihaknya, tak pernah sekalipun Dewa tergoda dengan bujuk rayu para wanita yang sering mendekatinya. Tapi kenapa bersama Anna, sikap Dewa langsung berubah seperti ini? Apa Dewa menyukai Anna? Tidak! Jangan sampai, Diora tak akan membiarkan hal itu sampai terjadi. Ia yakin pasti ayahnya sudah diguna-guna oleh Anna. Anna pasti sudah memelet Dewa sehingga Dewa tak bisa berpaling darinya. "Bentar mas, ada nasi nih, kamu kok makan belepotan kayak anak kecil." Anna pun tiba-tiba mengelap bibir Dewa menggunakan ibu jarinya. Anna memang sengaja melakukan itu untuk memanas-manasi Diora. Anna suka jika melihat wajah putri pertama Dewa itu merengut karena kesal. "Ah!" Dewa pun sedikit terkejut dengan perlakuan Anna, entah kenapa darahnya langsung berdesir ketika ibu jari Anna menyentuh bibir tipisnya. "Udah, mas makan lagi." Anna tampak tersenyum manis kearah Dewa yang tampak salah tingkah. Sedangkan Diora yang melihat adegan menjijikkan itu langsung mengepalkan kedua tangannya. *** Malam menjelang, saatnya malam pertama Dewa dan Anna dimulai. Dewa tampak terkejut saat melihat penampilan Anna malam ini, pria paruh baya itu langsung meneguk ludahnya. Sialan memang Anna, apa yang dia lakukan dengan berpakaian seperti itu dihadapan Dewa? Tak sadarkah Anna jika Dewa adalah laki-laki normal? Meskipun sudah lanjut usia, namun jangan pernah meragukan tentang keperkasaan Dewa. 'Tidak-tidak, aku tidak boleh seperti ini.' rutuk Dewa dalam hati. 'Ck, dasar pak tua, udah impoten kali ya, masak ada mangsa kayak gini dia cuman diem aja? Tadi aja mau bicara, sekarang kayak kanebo lagi.' gerutu Anna dalam hati. "Saya tidur dulu." Pamit Dewa, lalu iapun segera berbaring di ranjang dan menutupi sebagian tubuhnya dengan selimut. 'Nggak ada adegan malam pertama nih?' Anna kembali menggumam dalam hati. Lalu iapun turut berbaring di samping Dewa yang sama sekali belum memejamkan matanya. "Mas nggak mau nih?" Tawar Anna pada Dewa. Anna tak masalah jika Dewa meminta haknya, toh dia juga sudah siap dengan segala konsekwensinya sebelum menikah dengan Dewa. "Saya masih menghormati mendiang istri saya, dan sampai detik ini saya masih sangat mencintainya. Jadi, kamu jangan pernah mengharap apapun dari saya. Lagipula apa yang kamu harapkan dari pria tua seperti saya? Saya sudah memberikan kamu segalanya. Jadi nikmati saja itu tanpa perlu mengusik tentang kehidupan saya." Apa-apaan ini? Kenapa Anna merasa sakit saat mendengarkan kata-kata Dewa barusan? Harga dirinya seakan diinjak-injak dan Anna tentu tidak terima akan hal itu. Ia memang sangat menginginkan uang Dewa, tapi bukan berarti Anna mau diperlakukan seperti ini. Meski menikah dengan pria tua seperti Dewa, namun Anna tidak pernah main-main dengan pernikahannya. 'Belagu, awas kamu kalau jatuh cinta sama aku.' tutur Anna dalam hati dengan senyuman miring. Banyak rencana-rencana yang berterbangan dipikirannya saat ini, dan Anna bersungguh-sungguh akan membuat Dewa mengkhianati setiap kata-kata yang ia ucapkan barusan. Karena Anna hanya diam saja, Dewa pun sempat melirik kearah punggung istrinya yang tengah membelakanginya. Namun sedetik kemudian, pria itupun segera memejamkan kedua matanya. Berharap sang mimpi segera datang dan merenggut kesadarannya.
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD