Seorang pria bertubuh tegap tengah menatap pemandangan jalanan ibu kota di balik jendela mobilnya.
Pikirannya melanglang buana entah kemana.
Rasa tak nyaman dan firasat buruk tetiba menghinggapinya. Menumbuhkan banyak emosi yang ia simpan rapat-rapat untuk dirinya sendiri.
Akmal Sanjaya.
Pria berkulit putih bersih dengan tubuh tinggi nan kokoh, adalah pria satu anak bersama Arini Wulan Sanjaya.
Tatapan matanya tajam dan mudah mengintimidasi siapapun.
Hidungnya mancung dengan alis tebal yang membingkai mata tajamnya.
Tulang pipi dan tulang rahangnya demikian kokoh dengan rambut hitam legam yang membingkai wajahnya.
Dada bidangnya, menunjukkan kehangatan bagi siapapun yang jatuh dalam dekapannya.
Lengan kokohnya menjanjikan berjuta kekuatan untuk wanita manapun yang takluk di bawah kendali permainan nya.
Langkah lebarnya, menawarkan kepastian langkah hidup bagi siapapun yang bersedia menjadi pendampingnya.
Sayang seribu sayang ....
Seorang Akmal Sanjaya tak akan pernah puas meski harus mengorbankan hati wanita lain diluar sana selain istrinya.
Pertemuannya dengan seorang wanita desa yang cukup menawan dan memikat hatinya lebih dari setahun lalu, membuat jiwa lelakinya meronta hendak memiliki wanita bertubuh seksi itu.
Maka, Akmal mendekati wanita bernama Andhini Shakira itu dan menikahinya secara siri.
Awal mulanya, Akmal memang berniat mendekati saja.
Hingga kemudian ia tau kondisi gadis itu yang banyak membutuhkan banyak uang karna terlilit hutang, maka kesempatan nya untuk memiliki Andhini membentang luas di depan mata.
Berhasil memikat Andini dengan uangnya, ia juga rupanya berhasil membuat Andhini hamil.
Oh tidak!!
Ini benar-benar di luar skenarionya.
Memberi Andhini dua pilihan dengan sangat kejam.
Aborsi atau tidak.
Membuat Andhini tentu memilih untuk merawat anaknya. Maka, Akmal menjatuhkan talak saat itu juga, meninggalkan Andhini yang tengah mengandung anaknya.
Entah bagaimana kabar anak itu sekarang, Akmal seperti tak tega juga sebenarnya.
Biarlah, mungkin akhir pekan nanti ia akan mengunjungi Andhini ke kediamannya, rumah yang ia beli atas nama Andhini.
Bila memang Andhini masih mempertahankan darah daging Akmal, maka Akmal memutuskan untuk menikahinya secara legal.
Seperti ada kesadaran, Akmal mungkin memang harus menerima kehadiran anak dalam pernikahannya dengan Andhini.
Hingga mobil terparkir, mata Akmal seketika menggelap dengan rahang yang berubah kaku ketika melihat ada mobil Andhini juga terparkir di sana.
Firasat buruk benar-benar semakin kuat saat itu juga.
Langkah-langkah Akmal lebar menuju ruang tamu.
Wajahnya menegang dan gurat ketakutan menaungi wajah tampannya, meski usianya telah memasuki angka tiga puluh dua tahun.
Di sana, tepat saat ia menginjakkan kakinya di ruang tamu, Dhini menangis sesegukan dengan tamparan Arini mendarat di pipinya mulusnya.
Perih.
Sakit.
Terluka tentu saja.
Andhini tak bisa mengelak.
Sebelum Andhini datang kemari, ia telah memantapkan hatinya untuk apapun segala konsekuensi dari perbuatannya. Menanggung resiko terberatnya sekalipun.
"Kau tau bahwa Akmal telah menikah dan memiliki seorang putri?".
Arini histeris dengan teriakannya yang lantang, menunjuk Dhini dengan jari telunjuknya telat di kening Andhini.
"Aa ... aku aku tau, nyonya ... maafkan aku yang tak me ...."
"Kau telah tau segalanya dan kau masih bersedia menjadi wanita simpanannya?
Sekarang aku tanya, apa keuntunganmu dengan menjadi pelampiasan nafsu suamiku?"
Mata Arini berkobar penuh amarah.
Ia tak bisa berkompromi kali ini. Ini bukan perihal hatinya saja, melainkan perihal hati seorang putri yang tentu akan terluka bila mengetahui papanya telah berbagi hati dengan orang lain.
"Keadaan yang mem-membuatku harus melakukannya ... aku mohon, nyonya ... aku mohon ...."
Andhini berlutut di hadapan Arini, mengiba dan mengemis kemurahan hati istri dari Akmal, pria yang sangat ia cintai.
"Hah? Keadaan macam apa?".
"Aku ... mengharapkan rupiah milik suamimu untuk keluargaku di kampung, nyonya".
Andhini berkata jujur. Ia tak mau membohongi siapapun lagi kali ini.
"Oh bagus. Dengan menjual diri. Begitu kah maksudmu?"
Andhini kalah telak kali ini.
Ia tak bisa menjawab sama sekali.
"Ta ... ta-tapi aku berjanji aku tak akan merebutnya darimu. Aku tak butuh uang lagi. Aku sadar. Aku hanya butuh legalitas untuk bayiku. Setelahnya ... aku bersedia di cerai meski dengan cara tak hormat sekalipun."
Dhini menangis meraung penuh luka.
Arini menatap nanar wanita simpanan suaminya ini.
Netra matanya tanpa semgaja menangkap siluet pria yang menjadi suaminya itu mematung di ambang pintu.
Kemarahan semakin membuncah tanpa kendali.
Tangannya kemudian terulur dan menarik rambut Andhini, menyeret Andhini dan berjalan ke arah Akmal yang membeku tak berdaya.
Kemudian mendorong Andhini tepat di kaki Akmal.
"Lihat ... lihat lah wanita simpanan mu ini!! Dengan terang-terangan dia mengatakan bahwa dia hanya butuh uangmu. Dan kini ... dia hamil dan tak mau melakukan aborsi seperti yang kau mau. Apa yang akan kau lakukan sekarang?!? Katakan!"
Meski wajah Arini menggelap penuh amarah, air matanya tak jua berhenti luruh.
"Berani kau menghancurkan pernikahan kita, Jangan pernah lagi menyentuh Ara, Putri kita."
"Bangun, Andhini!"
Perintah Akmal dengan wajah gelap dan suara bass nya.
Andhini yang masih sesegukan terus menangis dan berusaha bangkit. Memegangi perutnya yang tetiba nyeri hingga menembus punggung.
Andhini hanya berharap, semoga saja bayinya kuat.
"Apa yang kau minta, sekarang?"
"Nikahi aku, mas. Setelahnya, kau boleh membuangku. Aku ... aku hanya ingin ... bayiku lahir dengan mem ... memiliki identitas yang legal."
Ungkap Dhini dengan suara yang terbata-bata.
"Berani kau menikahinya, jangan harap kau bisa menyentuhku dan Ara lagi. Sekarang kau pilih .... Aku atau anak harammu itu."
Arini berlalu pergi meninggalkan dua insan dengan gemuruh di hatinya.
"Apa yang kau lakukan, Andhini? Bukankah sudah ku berikan harga yang pantas untuk melenyapkan bayi sialanmu itu?"
Ucap Akmal yang seketika membuat hatinya hancur seketika.
"Dia anak kita, mas .... Jangan menyebutnya sialan. Dia juga bukan anak haram. Anak kita tercipta dalam ikatan pernikahan yang sah di mata agama."
Dhini menangkis dengan tegas ucapan mantan suaminya.
"Jelas dia anak sialan yang tidak seharusnya hadir, Andhini."
Akmal membentak Dhini.
Seumur-umur, baru kali ini Akmal membentak Andhini.
"Bila mas Akmal tak menghendaki kehadirannya, mengapa mas selalu menggumuliku penuh nafsu setiap kali pulang kerja?"
Tandas Andhini.
Tanpa mereka sadari, Arini masih mematung di tengah tangga, mendengar apa yang mereka perbincangkan.
Mendengar setiap ucapan mereka yang seperti belati tajam yang mengoyak hati seorang istri.
"Kau tau Dhini!! Aku telah membayar tubuhmu dengan banyak uang. Harusnya kau sadar diri bahwa aku hanya butuh tubuhmu. Bukan hatimu. Uang, rumah, perhiasan, mobil, deposito, bahkan keluargamu di kampung telah ku cukupi kebutuhannya. Sekolah adikmu pun telah terjamin hingga ke perguruan tinggi. Apa itu masih kurang? Katakan hukuman apa yang pantas untuk ku berikan padamu, untuk wanita lacur berselera tinggi sepertimu?"
Akmal segera melepas ikat pinggang yang di kenakannya. Wajahnya demikian menggelap hingga terlihat menyeramkan.
Maka, Akmal segera ....
**