Part 3 : Pedih dan Diary

1279 Words
(Pov Rindang) *** Hari yang ingin aku hindari telah tiba, hari dimana aku akan menghadiri acara pesta ulang tahun Wildan. Seseorang yang kasmaran biasanya akan senang hadir di acara penting orang yang dicintainya ,tapi tidak berlaku padaku. Aku mematut diri di depan cermin tanpa riasan wajah yang berarti. "Sudah siap Nak? Jaketnya jangan kelupaan nanti pulangnya malam pasti dingin di jalan, " ibu memasuki kamarku merapikan jilbab yang aku kenakan. Setelah dirasa tak ada yang tertinggal, ibu membuntutiku keluar dari kamar. Aku pamit dan bersalaman pada bapak dan ibu. Motor matic yang akan aku bawa sudah disiapkan oleh bapak di depan rumah. Aku menuju rumah Swasti sebab kami memang berencana berangkat bersama-sama menuju rumah Wildan. Termasuk Cika, aku heran mengapa ia tidak ke rumah Wildan terlebih dahulu. Cika bilang ia malu jika harus datang duluan sendirian kesana. Sehingga ia bersikeras ingin berbarengan dengan kami, kawannya. Nampak rumah Wildan di dekorasi dengan beberapa lampu dan atribut pesta. Wildan nampak mendekati rombongan kami yang baru tiba. Aku kira ia hendak menyapa Cika namun justru ia terlebih dahulu menghampiriku, " ayo Rindang masuk..aku sudah menunggu sedari tadi..ayo yang lain masuk gabung." Sontak aku tercengang dibuatnya, entah Cika sadar atau tidak atas sikap Wildan barusan. Namun yang aku lihat Cika biasa saja nampak senyum bahagia menyapa Wildan lalu mereka jalan beriringan menuju ke dalam rumah. Atau justru aku yang terlalu merasa percaya diri atas sikap Wildan tadi yang sebenarnya biasa saja, mengapa aku malah merasa istimewa dengan disapa diminta masuk terlebih dahulu daripada yang lain termasuk Cika. "Hai Rindang.." Ardian melambaikan tangannya memintaku datang padanya yang sedang bersama beberapa teman. Aku tersenyum dan memutuskan untuk bersama Ardian saja selama pesta ini. Karena Dewi, Ayu, Nita dan Swasti juga ujung-ujungnya akan mencari gebetannya masing-masing. Sementara Cika sudah pasti bakal terus berada di dekat Wildan. Satu menit,,dua menit,,3 menit obrolanku dengan Ardian dan lainnya ternyata nyambung. Batinku merasa lega ternyata tidak semenyedihkan itu jika aku datang kesini. Sesekali aku mengedarkan pandanganku mencoba mencari keberadaan teman-temanku yang cewek. Dan degg...mataku dan mata Wildan beradu. Entah sejak kapan tatapannya seperti mengawasiku padahal ada Cika disampingnya. Sekali lagi kenapa aku merasa Wildan tak senang melihatku bersama Ardian. Orangtua Wildan memberikan kata sambutannya untuk kami semua yang telah meluangkan waktu untuk hadir. Selain berterimakasih, kedua orangtua Wildan juga menyampaikan harapannya untuk kehidupan Wildan di masa mendatang. Setelahnya acara tiup lilin dan potong kue pun dilakukan. Wildan memberikan potongan kue pertamanya untuk sang mama dan papa. Lalu aku pun bisa menebak jika potongan kue berikutnya akan diberikan pada Cika. Dan benar saja tebakanku, tepuk tangan terdengar sangat riuh sewaktu Wildan memberikan sepotong kue ulang tahun pada Cika. Mendadak teman-teman bersorak agar Wildan mencium Cika. Cika nampak tersipu, dan dadaku terasa bergemuruh. Apakah Wildan akan mencium Cika sekarang..disini..rasanya ingin kabur dari situasi saat ini namun itu sangat tidak mungkin. Ardian pun turut bersorak.. "Cium.." "Cium.." "Cium.." Aku melihat orangtua Wildan juga tersenyum senang. Cika memang calon menantu idaman. Wildan menoleh ke arahku, aku terpaku menatapnya. Tak terasa mataku mengembun saat Wildan mengecup pipi Cika. Aku menunduk, lalu menatap langit-langit ruangan, mengerjapkan mata agar embun ini tidak menderas jatuh ke pipiku. 'Tak boleh..!! Aku tak boleh menangis..!!' "Mereka pasangan yang sangat serasi," dapat ku dengar jelas perkataan Ardian tersebut meskipun aku sebenarnya sudah tak fokus. "Yuk ke stand makanan," aku mengajak Ardian untuk makan. Aku harus mengalihkan fokusku pada makanan, semoga saja makanan berhasil mengurai rasa pedih di hatiku. "Ciyyee..ciyyeee...bau-baunya bakal ada new couple di sekolah kita nih," celetuk Dewi saat menghampiriku bersama Ayu dan Nita. Ardian senyum-senyum dan salah tingkah lalu seperti berpura-pura tak paham dengan perkataan Dewi. "Kamu ngapain kemari?" "Ya mau makan lah, masa cuma kamu dan Ardian saja yang boleh makan, atau kami ganggu ya?" spontan aku cubit perut Dewi agar ia paham untuk tidak terus menggodaku dan Ardian. "Bukan begitu maksudku, biasanya kan kalau udah ketemu pacar gak bakal gabung sama kita-kita, noh pacarnya kenapa malah dianggurin?" aku balik meledek Dewi. "Kata siapa dianggurin...itu dia lagi bincang-bincang juga sama teman-temannya jadi sebagai pacar yang baik aku berusaha mengerti dan memberi ruang untuknya agar mereka bisa leluasa ngobrol," seperti biasa Dewi memang selalu memuji dirinya sendiri. "Ihh pede gilaaa...," gantian Ayu dan Nita yang mencibir Dewi. Satu persatu tamu undangan juga mendekat ke stand makanan. Setelah dirasa cukup, kami menuju taman bergabung dengan yang lainnya. Aku menaruh sembarang kotak kado yang tadinya ingin aku berikan secara langsung pada Wildan. Syukur bisa sampai ditangannya, jika tidak pun aku tak merasa bukan masalah. Aku menolak tawaran Ardian yang ingin menemaniku pulang. Sebab masih ada Ayu yang bisa pulang berbarengan denganku. Dewi sama seperti Swasti yang akan diantar pulang oleh pacarnya. Nita sendiri sudah dijemput oleh kakaknya. Sedangkan Cika masih ingin berada disana, ia berkata jika Wildan yang akan mengantarnya pulang nanti. --------- Disinilah diriku sekarang, menumpahkan segala perasaan yang hari ini aku lalu pada secarik kertas di buku diary. Aku memaksa mata ini untuk segera terpejam agar tidak terus terbayang Wildan yang mencium pipi Cika di pesta tadi. "Jadi ini isi hatimu yang sebenarnya Rindang?" kacau kenapa Cika berada di kamarku sekarang dan sedang membuka buku diary ku. Dapat aku lihat matanya memerah menahan amarah, "Cika ada apa mengapa tiba-tiba datang kemari?" "Jangan malah balik bertanya kamu Rindang, kenapa...merasa terpergok karena aku sudah membaca diary kamu ini..aku benar-benar gak nyangka..apa maksudmu selama ini menyukai kekasihku..!!" Cika melempar diary itu ke hadapanku. "Bagaimanapun tidak seharusnya kamu membuka diary orang lain tanpa ijin." "Oh ya..?? aku tidak mencuri kok, itu diary kamu masih utuh..kamu yang bakal mencuri Wildan dariku..iya? ternyata kamu kayak gitu ya dibelakang aku..!!" Cika semakin mengeraskan suaranya. "Sungguh...tidak ada sedikitpun aku memiliki niat untuk merebutnya..tidak ada..tidak ada...tidak ada..." aku menjadi terisak sendiri..susah payah aku menekan perasaanku selama ini dan tidak ingin Cika salah paham. Aku tidak ingin persahabatanku rusak hanya karena rasa ini. Aku betul-betul tidak suka dengan perasaan cinta ini. Sayup-sayup aku mendengar suara ibu membangunkanku sambil mengusap-usap wajahku, "Sayang..bangun...kamu mimpiin apa kok sampai sesenggukan dan berkeringat dingin seperti ini, badanmu juga kok panas?" 'Haaaa...ternyata aku hanya bermimpi' Dan iya benar aku merasa badanku sedikit tidak nyaman, kepala juga terasa pening. Ibu mengecek suhu badanku yang ternyata 39,5 derajat C. Aku menjelaskan pada Ibu jika semalam aku merasa badanku baik-baik saja. Bapak memintaku untuk periksa ke dokter, namun aku enggan dan berdalih jika hari ini hari Minggu jadi aku putuskan untuk minum penurun panas saja, istirahat dan makan yang cukup. Dengan seperti itu aku berharap kondisiku lekas membaik. Rasa takutku karena mimpi semalam masih sangat terasa. Dalam mimpi saja rasanya seperti itu apalagi jika nyata Cika mengetahui perasaanku. Meskipun sebenarnya rasa ini jauh telah ada sebelum Cika dekat dengan Wildan. Karena saat kelas 2 SMA Cika sempat menjalin hubungan asmara bersama cowok lain yang satu angkatan juga dengan kami di sekolah. Sementara rasaku ini ada ketika awal kami kelas 1 SMA. Selama itu menikmati perasaanku sendiri. Menjadi teman baik Wildan sudah membuatku merasa cukup. Aku raih handphone, membuka sebuah aplikasi sosial media. Aku melihat Cika memposting foto-fotonya semalam bersama Wildan. Senyum terulas di wajahku melihat postingannya. Aku mendengar daun pintu kamarku ada yang mengetuk. Saat aku menoleh, Ku dapati Ayu yang tersenyum lalu menghampiriku. Rumahku dan Ayu memang tidak jauh. "Tadi aku bertemu dengan ibumu saat belanja sayur, dan katanya kamu sakit." Ayu menaruh punggung telapak tangannya pada dahiku lalu ekspresi wajahnya mendadak khawatir. "Panas sekali..." katanya. "Sebentar lagi sembuh kok, ini pasti demam biasa aja..gak ada yang serius," aku tersenyum agar Ayu lebih tenang. "Lagian kok bisa sakit begini sih..semalam pulang dari pesta langsung istirahat kan?" Aku menganggukan kepala, merespon pertanyaan Ayu. Ayu tidak berlama-lama menemuiku, ia tak ingin mengganggu waktuku. Ayu tahu aku harus banyak-banyak istirahat. Setelah merasa puas menceramahiku tentang kesehatan, ia pun pulang. *****
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD