Part 1 : Cemburu??

1528 Words
*** "Apakah aku tengah cemburu?" desisku kesal sendiri sembari keluar dari ruangan kelas. "Rindang..ayo..!!" ajak salah satu temanku yang bernama Dewi. Aku tersenyum dan mengangguk pada ajakannya. Seperti biasa ketika jam istirahat aku dan teman-teman memang gemar ramai-ramai pergi ke kantin. Aku dan kelima temanku, Dewi, Cika, Ayu, Swasti dan Nita. Perasaan tidak nyaman yang aku miliki tadi lumayan menepi ketika sudah bercengkerama dengan mereka. Terlebih saat sudah menikmati jajan favorit di kantin. Bayang kemesraan Wildan dan Cika sudah tak begitu aku ambil hati. Lagipun sebenarnya aku sungguh sangat tahu diri dimana tempatku. Aku memang menyukai Wildan sedari awal kami memasuki bangku SMA. Aku cukup terpana saat kali pertama melihatnya. Dan sangat senang sekaligus gugup ketika menyadari Wildan memasuki kelas yang sama denganku. Hingga kenaikan kelas 2, justru aku sibuk mencari namanya pada kertas list pengumuman pembagian kelas. Ajaib, kami kembali satu kelas. Hingga kenaikan kelas 3 sebab isi siswanya kembali sama seperti pada saat kelas 1 dahulu. Meski aku menyukainya, sejak awal aku tidak pernah berusaha mendekati ia dengan modus perasaanku. Entahlah..aku merasa tak pantas untuknya. Hingga suatu hari aku mendengar Wildan menyukai Cika, dan berencana menyatakan perasaannya dan saat kelas 3 mereka resmi jadian. Jujur aku turut senang untuknya, karena aku tahu Cika seorang gadis yang tidak hanya cantik, namun pintar juga baik. Aku pun merasa ia cocok sekali untuk Wildan. Dan aku harus semakin menutupi perasaannku, sebab mereka adalah teman-teman terbaikku di sekolah ini. "Rindang, nanti sore jadi ikut kan ke pantai?" tanya Ayu sambil meminum es teh manisnya. "Tentu.." jawabku. "Bagus, berarti nanti kita kumpul dulu di rumah Nita sebelum ke pantai," ujar Ayu. "Siaaappp...," sahut Nita. "Bentar..aku perlu hubungin pacarku dulu biar aku bisa ajak dia sekalian," ucap Dewi sambil nyengir dan menaik-turunkan alisnya. "Ho ohh dehhh...yang pacaran teruuusss," Ayu meledek Dewi yang memang tidak pernah tahan untuk berlama-lama menjomblo. Dan seketika kami semua tertawa. Dewi mencebik lalu berkata, "Pacaran tuh membuat hidup lebih berwarna tahu...kalau gak percaya tanya saja noh sama Cika dan Swasti." Cika tersenyum sambil geleng-geleng kepala dengan kicauan Dewi tersebut. "Pastinya Cika dong yang lebih berwarna sebab pacarnya teman satu kelas, kalau aku kan lain kelas, sementara Dewi lain sekolah," kata Swasti. Aku memperhatikan Cika yang pipinya menjadi bersemu merah, dia yang berkulit bersih putih menjadi semakin cantik ketika sedang tersipu. Aku turut tersenyum melihatnya bahagia menjalani hubungan dengan Wildan. Seketika aku teringat percakapanku dengan Wildan sesaat ketika mereka jadian. [Kamu tidak boleh mengecewakan Cika, dia teman baikku, apalagi sangat serasi denganmu, janji?" pintaku pada Wildan.] [ Baiklah, pasti akan aku upayakan itu," janji Wildan padaku.] "Ayo kembali ke kelas, jam istirahat sudah mau habis nih, tahu sendiri kan setelah ini jam ngajarnya Pak Fahmi?" kata Nita mengingatkan. "Iya tuh guru favoritnya Rindang, hahaha..." goda Dewi padaku. "Apaan sih, bukannya guru favoritnya Ayu dan Swasti?" kataku tak terima sebab Pak Fahmi itu guru Matematika yang menjenuhkan ketika sedang mengajar. "Ishhhh.....enak ajaaaahhh..." protes Ayu dan Swasti bersamaan. Saat kami menuju kelas, aku melihat Wildan dan yang lain juga melangkah memasuki kelas. Mereka baru dari kantin belakang sekolah, sementara kami tim cewek lebih nyaman ke kantin yang berada di depan sekolah. Tiba-tiba Wildan menahanku.... "Rindang..ini aku ada cokelat buat kamu," Wildan menyodorkan sekotak cokelat kesukaanku yang sepertinya baru ia beli. "Tidak perlu...buat Cika saja," Aku berusaha menolak sebab aku tak enak hati mengingat statusku yang hanya temannya. "Dia sudah aku belikan kok, jadi ini terima saja," Wildan meraih tanganku, menaruh cokelat pemberiannya diatas telapak tanganku kemudian ia berlalu begitu saja memasuki kelas dan mendekati Cika. Aku mendudukkan diri disamping Ayu. Sementara Cika duduk bersama Nita. Dan Dewi bersama Swasti. Wildan sendiri sudah bergabung dengan teman sebangkunya, Tama. "Cokelat dari siapa? Ayu nampak antusias melihat cokelat yang aku pegang. "Wildan," sahutku datar. "Wahh dia memang sangat baik padamu, tak heran sih sebab kalian sudah hampir 3 tahun ini kan sekelas terus, pastinya lebih akrab dibanding kita-kita, semoga dia langgeng ya sama Cika," lanjut Ayu sambil terus memandangi cokelat. "Aamiin..mereka sama-sama teman terbaik yang aku punya, hemmm by the way gak bisa nih jauhin pandangan dari COKELAT ini wahai nona Ayu Prameswari??" ejekku sambil memutar bola mataku malas. "Hehehe, bagi dong," Ayu mengerjap-ngerjapkan matanya merayu bak anak kecil minta balon. "Iya iya tenang saja bawel," aku mengetuk kepalanya dengan pulpen, ia bersungut kesal dan aku tak perduli sebab salam Pak Fahmi terdengar di kelas ini. "Coba itu Rindang tolong ingatkan Wildan untuk tidak sembarang memencet jerawat baru di pipinya, celetuk Pak Fahmi tiba-tiba yang berhasil membuatku terkejut. Bagaimana tidak terkejut, kan ada Cika yang notabene hampir semua pihak sekolah tahu hubungan mereka, lantas buat apa Pak Fahmi meminta aku yang mengingatkan Wildan perkara jerawat. Aku hanya mengedikkan bahu tak merespon ucapan Pak Fahmi. Sementara Cika dan teman-teman lainnya malah menertawakan Wildan yang memasang ekspresi masam karena aktivitas asiknya terpergok pak Fahmi. -------- Sore harinya di pantai..... "Kamu berangkat bareng sama Ardian tadi?" aku kaget mendapati Wildan menanyaiku. Dia datang terlambat, tampak Cika menyusul turut menghampiri kami. "Aku tadi bareng Fatur kok, Rindang datang bareng Dewi dan yang lainnya," tanpa aku minta, Ardian memberitahu Wildan. "Ini gimana ketua kelas dan bidadarinya kok bisa telat sih datangnya?" Ayu mengerling mata pada Cika. "Kepo...wleeeee," Cika justru mengatai Ayu balik dan enggan memberitahu alasan keterlambatannya. Aku tersenyum menatap mereka berdua. Kami menikmati udara pantai dengan suguhan kelapa muda yang menyegarkan dahaga, serta aneka cemilan yang dibawa oleh beberapa diantara kami. Beberapa cowok memetik gitar dan bernyanyi. Begitulah rutinitas kami yang sesekali menyempatkan diri bermain bersama ke pantai untuk semakin mendekatkan diri satu sama lain. Kami berharap hubungan pertemanan ini selalu terjalin baik, dan harmonis kompak selamanya. "Kamu tidak ingin mencoba lebih dekat dengan Ardian?" perkataan Dewi ini sungguh membuatku kaget hingga tersedak brownies yang tengah aku nikmati. "Apa maksudmu Dew?" tanyaku pelan sebab tak ingin ada yang mendengar. "Ardian cakep juga lho, baik pula tapi yang lebih penting ia terlihat suka sama kamu, so tunggu apa lagi..come on..jangan betah jadi jomblo lah," saran Dewi ini sungguh bagiku sesuatu yang tak penting. "Sok tahu kamu....." tegurku. "Ihhhhh dibilangin kok gak percaya," ku dengar Dewi menarik nafas dalam lalu.... "Ardian..nanti kamu bisa kan antar Rindang pulang?" pinta Dewi dan berhasil membuatku melotot padanya. Aku menatap Wildan yang menurut penilaianku juga seperti tak suka dengan ide gila Dewi itu. "Ehh gak usah, aku kan balik sama Ayu nanti," kilahku. "Ayu nanti ada keperluan lain jadi tak searah denganmu," lagi-lagi Dewi membuatku tak habis pikir. Ayu terlihat bengong namun seketika mengangguk saat Dewi menatap memberi kode padanya. "Ya sudah kalau begitu..Rindang biar aku yang antar pulang saja," Ardian meyakinkanku seolah aku tak perlu merasa sungkan padanya. Namun aku bukan merasa sungkan, hanya saja shock dengan maksud tujuan Dewi. "Hati-hati pakai motornya kalau bawa kawanku ini ya," Cika bersuara, lalu aku melihat puncak kepalanya diusap oleh Wildan. 'Mungkin benar sudah saatnya aku memerlukan seseorang untuk mengaburkan perasaanku pada Wildan, tetapi tidak jahat dan adil kah diriku pada Ardian jika aku memilih menjadi lebih akrab dengannya hanya untuk alasan tersebut,' batinku. 'Namun rasanya tak perlu sejauh itu pula. Mencoba lebih akrab bukan berarti harus menjalin hubungan romance dengannya kan, pikirku.' Setelah dirasa sudah cukup sore, kami bersiap untuk pulang ke rumah. Seperti yang Dewi sarankan, aku pulang bersama Ardian. Dari samping aku mendapati Wildan yang menatapku lekat. Kemudian kami semua saling pamit satu sama lain dan berpencar menuju alamat masing-masing. Ciiittttttttt........ Ardian menarik rem motornya, dan telah sampailah kami disini, tepat di depan rumah sederhana orangtuaku. Rumah yang sangat biasa namun penuh dengan tanaman hias kesukaan ibuku dan tentunya kesukaanku pula. "Terimakasih Ardian sudah mau mengantarku..dan maaf malah jadi merepotkan begini gara-gara usul sembrono Dewi nih," tukasku. "Tak apa..aku tak merasa repot kok," Ardian tersenyum..senyum yang terulas di wajahnya begitu tulus bahkan aku menangkap binar di matanya. "Rindang..kamu sudah pulang nak? ehh diantar sama siapa ini? bukannya tadi berangkat sama Ayu?" terlihat Ibuku yang sedang menyirami tanaman di teras rumah beranjak mendekati kami. "Iya bu..ini teman sekelas Rindang juga kok namanya Ardian, tadi Ayu ada keperluan lain jadi tak bisa mengantarku," jelasku pada Ibu yang nampak mengerti lalu tersenyum. "Assalamu'alaykum tante,,saya Ardian teman sekelasnya Rindang," Ardian mengulurkan tangannya dan disambut Ibuku dengan ramah. Ibu mencoba menawarkan jika Ardian hendak masuk ke dalam rumah. Namun dengan sopan Ardian menolak dengan berkata bahwa mungkin biar lain kali saja. Ardian berpamitan padaku dan Ibu, lalu melajukan motornya menjauh dari rumahku. "Ibu masak apa buat malam nanti?" aku langsung menodong Ibu dengan pertanyaan menu masakan sebab perutku memang sudah menuntut ingin diisi mengingat tadi ketika di pantai aku tidak fokus mengganjal perut karena usul Dewi soal Ardian. "Sayur kangkung, goreng tempe dan pindang ikam bandeng..ya sudah kamu buruan mandi dulu ya..bau air laut...," ejek Ibu sambil menutup hidungnya dan berhasil membuatku tertawa dan malah memeluk gemas padanya. "Bapak belum pulang bu?" aku mencari sosok bapakku di dalam rumah. "Bapakmu kerjanya lembur hari ini..katanya biar cepat terkumpul uangnya buat persiapan kuliah kamu nanti," jawab Ibu dan aku mengangguk mengerti. Ku rapalkan do'a sebelum memejamkan mata menutup hari ini. Seperti biasa aku teringat lagi dengan Wildan. Dia yang memiliki kulit putih, alis tebal, iris mata hitam legam, bentuk rahang yang kokoh, wajah gagah, d**a bidang, dan badan yang tinggi. Semoga aku tak pernah menyakiti Cika, harapku setiap waktu. ******
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD