Auris masih berguling-guling di atas ranjang dengan memegang kedua pipi chubby nya. Bibirnya terus menyunggingkan senyuman manis karena hati yang tengah berbunga-bunga.
Rajata sungguh berhasil membuatnya meleleh seperti keju di atas pemanggang. Bukan karena gelang yang kini melingkar cantik di pergelangan tangannya. Namun, perlakuan Rajata padanya yang membuatnya salting brutal.
“Awas saja kamu Rajata! Berani-beraninya cium pipi aku tanpa ijin.”
Auris berbicara dengan mengangkat sebelah tangannya. Seolah-olah tengah bicara dengan Rajata padahal yang diajaknya bicara adalah sebuah gelang.
“Untung aja nggak ketahuan, Opa. Kalau sampai tahu bisa digantung di pohon strawberry kamu,” gumamnya lagi. “Lagian apa sih gunanya gelang ini? sepertinya harganya juga murah.”
Karena penasaran dengan harga gelang couple pemberian Rajata. Gadis itu mengambil ponsel yang ada di atas bantal lalu membuka aplikasi e-commerce berwarna orange.
Auris memfoto gelang hitam yang dipakainya. Menunggu beberapa saat sampai layar ponselnya menunjukkan puluhan toko yang menjual gelang seperti miliknya.
“Lah, murah sekali. Nggak ada sepuluh ribu harganya.”
Dia terus menscroll layar ponselnya mencari gelang yang mirip namun tidak ada yang sama persis. Hanya warna dan juga bahannya saja yang sama. Sepertinya, Rajata memasang bonekanya sendiri.
Saat Auris tengah asik membuka-buka aplikasi e-commerce, layar ponselnya menampilkan panggilan masuk dari Rajata. Tanpa menunggu lama dia langsung mengangkatnya.
“Apa lagi?”
“Assalamualaikum.”
“Waalaikumsalam, mau apa?”
“Gelangnya mana? Jangan di lepas atau di buang!”
“Sudah aku buang tuh di tempat sampah.”
“Auris jangan bercanda. Aku sedang serius.”
“Kamu pikir aku tidak serius?”
“Oh, mau aku cium lagi? Ciuman kedua tidak ditempat yang tadi.”
“Aku pukul kamu nanti kalau berani cium-cium aku lagi!”
“Mana gelangnya aku mau lihat?”
“Nih ... gelang murahnya masih aku pakai.”
“Murah?”
“Hmmm, aku tadi lihat di e-commerce harganya hanya delapan ribu rupiah. Masih dapat free ongkir lagi.”
“Kemarin waktu aku beli dapat diskon voucher dari tokonya jadi empat ribu lima ratus.”
“Astaghfirullah, kamu ini kasih gelang harga murah masih cari diskonan. Nggak niat banget sih!”
“Kebetulan saja waktu aku beli dapat diskon. Bukan sengaja mencari.”
“Alah alasan saja.”
“Aku tutup telponnya. Buruan tidur jangan cari-cari harga gelang itu karena sudah aku beri tahu.”
Auris mencebikkan bibir ketika Rajata mematikan panggilan video tanpa mengucapkan selamat malam dan selamat tidur untuknya.
“Dasar es kristal. Selain dingin, juteknya enggak ketulungan,” gerutu Auris.
***
Kediaman Opa Reiga selalu ramai ketika cucu bar-barnya menginap di sana. Kali ini bukan bangun kesiangan yang menjadi alasannya melainkan Auris kehilangan MIFI.
Dia merasa sudah memasukkannya ke dalam ransel besarnya ketika akan pergi ke rumah Opanya. Namun, saat dia mengecek ulang barang-barang yang akan dibawanya menginap di kampus MIFI nya tidak ada.
“Pakai punya Oma saja, Sayang. Kenapa sih sampai begitu cemasnya?”
“Auris nggak mau yang lainnya. Pokoknya harus ketemu,” rengeknya.
Karena pusing dengan kelakuan cucu kesayangannya. Oma Hani sampai menelepon menantunya untuk memberi pengertian pada Auris.
“Sayang, benar kata Oma. Pakai saja MIFI yang lain dulu. Kalau Mommy sudah pulang ke rumah nanti cari sama-sama.”
“Nggak mau, Mom. Auris maunya pakai yang itu.”
“Kakak bisa telat sampai kampus kalau tetap mencarinya. Bisa jadi barang itu ketinggalan di rumah kita ‘kan?”
Setelah diberi pengertian oleh Mommy nya akhirnya gadis itu mau membawa MIFI milik Oma Hani. Karena sudah hampir telat, Auris memutuskan sarapan di mobil.
Auris sangat teledor dengan barang-barang yang dimilikinya. Bukan hal yang baru jika dia kebingungan sebelum berangkat sekolah karena barang yang akan dibawanya keselip di suatu tempat.
“Bye, Opa.”
“Bye, Sayang. Nanti malam Opa akan menengok kamu bersama dengan Oma.”
“Buat apa ditengok Opa? Auris ‘kan sedang ada acara kampus. Nggak enak sama teman-teman.”
“Tenang saja, Sayang. Serahkan semuanya pada Opa.”
Auris berlari meninggalkan mobil Opa Reiga menuju ke arah ruangan UKM untuk menaruh barang bawaannya.
Lumayan berat ranselnya karena dia membawa dua tenda beserta perlengkapannya yang lumayan banyak itu.
“Kenapa enggak telepon aku saja? biar aku bantu bawa.”
“Aku bisa sendiri.”
“Punggungnya nggak patah ‘kan?” Rajata bertanya seolah-olah Auris telah mengalami sesuatu yang buruk.
Gadis itu langsung mencubit lengan Rajata seperti yang sudah-sudah. Raja hanya bisa mengaduh kesakitan mendapatkan hadiah dari Auris. Sering mendapatkan cubitan membuat Rajata menganggap bahasa cinta Auris adalah Physical touch.
Setelah menamai barang-barang yang dia bawa. Auris langsung pergi menuju ke kelasnya karena perkuliahan jam pertama akan segera dimulai.
“Berkeringat sekali. Habis ngapain?”
“Bawa banyak barang buat camping nanti malam.”
Alice memberikan tisu kering pada sahabatnya. Dia juga membantu merapikan rambut Auris yang hari ini di kuncir kuda.
“Ada acara api unggun apa tidak?”
“Jelas ada dong. Nggak lengkap jika tidak ada.”
“Aku boleh nonton? Ada pertunjukannya juga?”
“Hari ketiga kalau mau nonton api unggun, Alice. Ada juga pertunjukkan drama dari para Junior Mapala.”
“Wah ... pasti seru acaranya. Aku mau lihat ah ... btw, mau aku bawain apa?”
Auris menghembuskan nafas. Sahabatnya sama seperti Oma Hani yang menawarkan makanan apa yang diinginkannya selama camping di kampus.
“Ini tuh acara simulasi mendaki gunung, Alice. Ngapain juga sih di kirim makanan? Nanti kalau aku muncak memegangnya kamu mau bawain makanan juga?”
Alice langsung tertawa saat mendapatkan pertanyaan dari Auris. Dia lupa jika Auris akan naik gunung dengan Anggota Mapala. “Ya, enggak lah! Ngapain juga aku jauh-jauh ke gunung hanya untuk mengirimkan makanan. Tapi, kalau ada jet pribadi gak papa sih,” jawabnya.
“Cari dulu suami kaya raya yang punya jet pribadi buat anterin makanan saat aku sedang camping.”
“Ih, nggak mau ah. Aku ‘kan masih kecil.”
“Apanya yang kecil?” tanya Auris dengan menaik turunkan kedua alisnya.
“Jahilnya!” seru Alice.
Perkuliahan Auris hanya sampai jam 1 siang. Karena, dosennya sedang berada di luar kota menghadiri undangan seminar nasional.
Namun, bukan berarti dia terbebas dari yang namanya tugas. Dosennya itu menggantikan perkuliahan dengan setumpuk tugas yang harus dikumpulkan besok.
“Nanti tugas kamu titip sama aku saja. Biar besok aku kumpulkan sekalian.”
“Terima kasih, Alice.”
Keduanya sedang berjalan menuju perpustakaan kampus untuk mencari buku yang akan dibuat mengerjakan tugas.
Saat Auris dan Alice lewat depan Fakultas Teknik. Mereka melihat Rajata sedang bersama dengan Ciara.
“Perempuan itu sebenarnya manusia apa cicak sih?!”
“Ya, manusia lah,” jawab Auris. “Kenapa memangnya?”
“Nempel terus sama Rajata. Lagian itu si Raja juga kayak menikmati gitu ketempelan cicak yang lagi cosplay jadi manusia.”
“Dapat rezeki nomplok mubazir kalau di sia-siakan, Lice. Kayak nggak tahu saja gimana Laki-Laki jaman sekarang.”
Alice sengaja mengajak Auris lewat taman depan Fakultas Teknik untuk memanas-manasi Rajata.
Pastinya jika ada Auris lewat sana semua anak-anak Teknik akan menggodanya. Apalagi nama sahabatnya sudah dikenal oleh semua mahasiswa yang ada di kampusnya.
“Mau kemana? Kenapa lewat sini?” Rajata menghadang kedua gadis itu.
“Perpus,” jawab Auris singkat. “Minggir aku mau lewat!”
“Bukannya bisa lewat jalan sebelah sana,” tunjuk Raja ke arah jalan yang biasa dilewati oleh Auris jika akan ke perpustakaan universitas.
“Memangnya kenapa kalau lewat sini?”
“Iya, suka-suka kita sih mau lewat mana,” saut Alice dengan cepat. Dia paling tidak suka dengan Laki-Laki tukang PHP seperti Rajata.
“Cepat sana ke perpus.” Raja meminggirkan tubuhnya agar kedua gadis di depannya bisa lewat.
Kedua mata Rajata melihat ke arah gelang yang tengah dipakai Auris. Senyumnya mengembang begitu saja membuat Alice heran.
Auris langsung menyembunyikan tangannya ke belakang tubuhnya. Dia tidak ingin Rajata membicarakan soal gelang ketika ada Alice.
“Yuk,” ucap Auris pada Alice. Dia menarik lengan sahabatnya agar segera pergi.
Rajata membisikkan sesuatu pada telinga Auris ketika berada tepat di sebelahnya.
“Aku akan menunggumu!” bisiknya, sukses membuat kedua pipi Auris merona.