SR - 2

1128 Words
“Kau akan berurusan denganku setelah aku selesai membersihkan diri!” jawabnya sambil meluruskan telunjuk kanannya ke arah Shera. Shera sampai mengerutkan wajahnya, menarik kepala ke belakang karena jemarinya sangatlah dekat, hanya tinggal hitungan milimeter saja. Pria itu lalu pergi dari hadapannya. Shera mengelus tubuh karena terkejut batin bertemu dengan pria galak ketika mencari ruangan bawah tanah tersebut. Baru saja terbersit untuk melarikan diri, ternyata dia pergi dengan sendirinya. Jantungnya masih berdegup kencang karena dimarahi oleh pria itu, belum reda rasa takutnya, tiba-tiba ada lagi yang memanggilnya dari belakang, mengejutkannya seperti saat pria tadi menegurnya. Tampaknya, jantung Shera kurang sehat hari ini. Dia terlihat pucat sekali. “Shera?” panggil seseorang dengan nada lemah. "Huh?" Shera menoleh takut, begitu tahu kalau yang menghampirinya adalah Rana, dia pun lega. “Kau kenapa?” tanya Rana heran. “Hehe, enggak apa-apa, Bu!” Shera memegang kepalanya dengan tawa malu. Malu mengakui kalau dia takut menuju tempat ini. “Kenapa kau masih di sini?” “Saya tadi-“ Shera memutuskan untuk tidak mengatakan apapun. Rana memintanya ikut menuju kamar tidurnya. Sesuai arahan, mereka turun ke ruangan bawah tanah. Rana bilang, ini adalah tempat rahasia yang tidak disiarkan pada anak lainnya. Mahasiswa lain yang ada di sini hanya mengetahui bahwa ruangan bawah tanah ini adalah tempat kerja Rana. Tidak boleh dimasuki orang lain. "Pastikan saat kalau ke kamar ini, tidak boleh diketahui anak lain kecuali kalian berdua." "Memangnya, temanku itu namanya siapa?" Rana tersenyum. "Nanti juga kau akan berkenalan dengannya." Shera dibawa ke arah kamar berpintu putih, setelah diamati, hanya itu satu-satunya pintu putih yang dilihatnya di antara pintu abu-abu. “Ini kamar kamu,” kata Rana. “Terima kasih banyak, Bu.” “Sama-sama. Berkenalan dengannya, dia akan banyak membantumu nanti." “Oh, iya, Bu.” Rana memberikan kunci cadangan untuknya. Shera diminta mengunci pintu setiap keluar dan masuk ruangan, guna mengantisipasi orang lain mengunjungi kamarnya. Rana mempersilahkan Shera masuk. "Nyamankan dirimu di sini, anggap rumah sendiri dan anggap aku sebagai ibu angkatmu," katanya. Rana memintanya untuk ke ruang makan ketika pukul 12 siang nanti. Mereka yang ada di asrama wajib makan bersama. "Iya, Bu!" Shera mengerti lalu mengangguk. Rana meninggalkannya kemudian pergi dari ruang bawah tanah dengan senyuman. Dia tidak menduga kalau sahabatnya meninggalkan putrinya di sini. Meski sedikit sedih karena ternyata papanya sudah tiada lagi. Shera langsung membuka pintu kemudian masuk ke dalam kamar. Tak lupa menguncinya lagi kemudian berjalan melihat keadaan kamar barunya. Shera melihat ada 2 tempat tidur berukuran tiga kaki beralaskan seprai berwarna putih. Ada dua lemari, dua meja belajar dan satu tv. Lebih tepatnya seperti kamar hotel tampilannya. Shera menuju jendela dan melihat ke arah luar. Dari sana dia bisa melihat halaman asrama dengan pemandangan luas. Kacanya dilapisi reben hitam, menurut Shera dari luar mereka tak akan melihat ke dalam karena lapisan stiker hitam ini. Kebanyakan dari mereka sedang belajar, beberapa asyik bercakap-cakap dengan gembiranya. Shera pun tersenyum, tak pernah terbayangkan dirinya akan tinggal di sini mulai sekarang. Entah apa alasan almarhum papanya memberi perintah melanjutkan studi di kota ini. Shera mengalihkan tatapannya dari jendela dan langsung ingin merapikan pakaiannya ke dalam lemari supaya bisa segera beristirahat. Saat Shera membuka lemari yang terletak dekat dengan dinding kamar mandi, ternyata sudah terkunci. Menandakan bahwa lemari itu sudah ada yang punya. "Oh, berarti di sini udah ada orangnya." Dugaan dalam pikirannya mengarahkan Shera ke lemari satu lagi. "Oke, aku akan ke lemari yang itu, dan berarti aku tidur dekat jendela! Yes!" ucapnya beralih tempat dengan riang. Gadis itu menyusun satu persatu pakaiannya, beberapa saat melirik ke arah tempat tidur teman sekamarnya. “Kira-kira yang tidur bersamaku orangnya seperti apa ya?” tanyanya penasaran. Di meja belajarnya tidak ada foto apa pun, Shera tidak tahu wajah temannya seperti apa persisnya. Mungkin saja dia adalah salah satu dari anak yang dilihatnya tadi. Masih merasa penasaran, Shera beranjak menuju meja belajar sebelah, membuka buku yang ada di sana namun, tidak ada nama sama sekali! “Misterius amat nih, orang! Masa bukunya saja tidak buat nama? Kalau hilang atau tertukar bagaimana?” Shera mengembalikan buku itu kemudian kembali ke lemari lalu menguncinya. Semua isi koper sudah berpindah tempat. Kopernya diselip di antara jendela dan lemari agar terlihat lebih rapi. Shera menjatuhkan tubuhnya ke tempat tidur. “Aduh, enaknya! Masih ada waktu satu jam setengah sebelum aku harus mengganti pakaian untuk makan siang bersama anak asrama,” ucapnya tetap merasa bahagia. Shera ingin beristirahat sementara waktu untuk merebahkan diri, merasakan kenyamanan tempat tidurnya. Perlahan lelap dengan sendirinya. Sebelum pukul 12 siang. Shera bergegas menggunakan pakaian yang rapi dan keluar dari ruangan. Gadis itu menaiki anak tangga, melihat ke kiri dan kanan lorong. Tidak ada orang sama sekali. Dia langsung menuju ke kanan. Shera mengingat ucapan Rana bahwa ruangan ini adalah ruangan rahasia. Jadi, kalau ada anak lain yang melihat bisa saja mereka mengikutinya ke bawah dan mengetahui kalau dia tidur di sana. Shera bingung juga sebenarnya, kenapa tidak boleh ada yang tahu? Memangnya ruangan itu seberapa rahasianya? ada apa di sana? pertanyaan tanpa jawaban, hanya tersimpan dalam benak saja. Shera berjalan dengan langkah ringan, wajahnya lebih ceria karena merasa yakin kalau di sini tidak ada hantu. Namun, tak berapa lama kemudian dia mendengar sesuatu. Shera mendengar suara langkah kaki seseorang dari belakang. Lagi-lagi phasmophobia-nya kumat, Shera melarikan diri secepat mungkin dan tidak mau melihat ke manapun selain ke depan. Padahal suara itu berasal dari kaki pria yang telah berurusan dengannya tadi. Pria itu menggeleng kepala, "Dasar pengecut!" ucapnya, lalu berjalan ke arah yang sama dengan Shera, menuju ruang makan. Sesampainya Shera ke ruangan, dia pun baru menyadari kalau asrama ini dihuni banyak orang. Shera kira hanya ada sekitar 20 orang saja, tetapi tampaknya lebih dari itu. Shera masuk dengan langkah perlahan, sambil semua menatap kaku padanya. Mungkin mereka merasa asing dengan wajah Shera yang belum pernah terlihat sebelumnya. “Hai!” sapa Shera dengan senyuman, nadanya sedikit rendah. “Kau anak baru?” tanya seorang lelaki yang berambut keriting. “Iya, perkenalkan namaku Shera!” katanya dengan gayanya yang ramah. “Wah, kita kedatangan teman baru!” jerit seseorang dari belakang. Mereka bertepuk tangan menyambut kedatangan Shera. Gadis itu tidak menyangka kalau kehadirannya disambut ramah. Shera membungkuk dengan senyuman lebar. Beberapa memang senang, beberapa lagi tidak, contohnya adalah seorang wanita yang sedang duduk di atas meja, tepat di sisi kanan Shera. Mulutnya mengulum dan alisnya bermain ke atas dan bawah, memikirkan sesuatu untuk menyambut kedatangannya. Wanita itu selalu tidak suka pada anak baru yang terlalu percaya diri. Saat Shera hendak melewatinya, dia sengaja meluruskan kakinya hingga membuat Shera tersungkur. Shera menjadi pusat perhatian. Sakitnya tak seberapa, tapi malunya luar biasa. Shera cepat-cepat bangkit dan tersenyum simpul. Shera harus segera duduk walau perasaannya kurang nyaman. Shera pun bingung mau duduk di mana? tidak ada kursi kosong di sana. Kedatangannya seolah tidak diharapkan.
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD