Bagian 5

1068 Words
Al berjalan dengan santai memasuki rumah, sesekali ia meraup wajah tampannya dengan lelah. Ia ingin segera sampai ke kamarnya, membaringkan tubuhnya lalu terlelap, sepertinya sangat nyaman sekali. "Astaghfirullah!" Pekik Al terkejut saat tiba-tiba di hadapannya muncul seorang wanita bersanggul dan berdaster menatapnya dengan tajam. Ia mengelus d**a bidangnya naik turun untuk mengontrol rasa keterkejutannya. "Ya Allah, Mah. Mama hampir aja buat Al kena serangan jantung. Kenapa tiba-tiba muncul sih, Mah." Protes dengan kesal. Wanita itu adalah Mamanya, namanya Santi. Wanita paruh baya yang selalu ia sayangi dan ia cintai. Santi memberenggut, ia melipat ke dua tangannya di d**a sembari menatap anak tunggalnya dengan tajam. Al yang di tatap Mamanya seperti itu langsung berdehem pelan, ia menggaruk kepalanya yang tidak gatal sembari berpikir apa kesalahannya kali ini hingga membuat Mamanya ingin marah. Ia lantas melirik ke arah jam tangannya, apa ia pulang larut malam? "Ini baru jam, jam, jam 10 malem, Mah. Masa Mama marah gara-gara Al pulang jam 10? Anak cowok kan biasa pulangnya malem." Celoteh Al dengan gugup. Sebisa mungkin ia mengontrol dirinya agar terlihat sesantai mungkin. "Bukan itu alesannya." Sahut Santi masih dengan ekspresi kesalnya. "Lalu apa?" Tanya Al lagi, kali ini ia mengecek ponselnya apakah Mamanya mengiriminya chat sebelumnya untuk memesan makanan atau sesuatu. Tidak ada, Mamanya seharian tidak menghubunginya. "Mama gak Ngechat aku suruh beliin makanan kayak biasanya kok," "Ya emang enggak!" Sentak Santi dengan galak. "Lha terus mama kenapa? Kenapa Al di tatap garang kayak gitu?" Protes Al pada sang Mama. "Al!" Rengek Santi tiba-tiba, wanita paruh baya tersebut dengan cepat meraih tangan besar sang putra lalu memeluknya dengan erat. "Mama kenapa?" Bisik Al pada sang papa yang baru datang sembari membawa segelas kopi favoritnya. Papanya itu hanya menggidikkan bahunya tidak tahu lalu pergi meninggalkan ke duanya begitu saja. "Mama kenapa, sih? Ngomong dong sama Al." "Anaknya Tante Susi udah punya anak! Susi sekarang udah punya cucu, lha Mama kapan?" Rengek Santi dengan manja. Mampus! Batin Al berteriak heboh. "Al, kapan kamu nikah? Mama mau gendong cucu. Masa tadi pas arisan Mama di sindir terus sama ibu-ibu komplek, katanya anak Mama gak nikah-nikah. Mama udah tua, nanti kamu punya anak Mama keburu tua duluan dan gak mampu gendong bayi kamu." Adu Santi dengan panjang lebar. Al hanya diam tanpa merespon. Ia bingung harus menjawab apa, ini bukan kali pertama sang Mama minta cucu padanya, terhitung ini sudah yang kesekian kalinya. "Al! Kapan mau nikah?" Tanya Santi lagi. Al meraup wajahnya dengan kasar, bagaimana ia mau menikah kalau pacar saja sekarang ia tidak punya. "Mah," panggil Al dengan lembut, sebisa mungkin ia bersabar. "Al gak punya pacar." Terang Al dengan jujur. "Lha itu si Nadya?" Sinis Santi tak suka. Jujur saja, wanita berdaster tersebut tidak suka pada sosok Nadya kekasih sang putra, terlalu sok cantik padahal tak memiliki bakat spesial. Pernah saat Nadya main ke rumah Al, Santi menyuruhnya untuk memasak, dan dia tidak bisa. Bahkan saat Santi memintanya untuk membantu membersihkan rumah, Nadya nampak sangat jijik memegang sapu tangan untuk mengelap kaca. Bukan calon menantu idamannya. "Kita udah putus, Mah." Jawab Al dengan lesu. Tadinya ia sudah sedikit melupakan masalahnya, tapi Mamanya justru mengingatkannya lagi. "Serius? Udah putus?" Tanya Santi dengan antusias. Dan anak semata wayangnya tersebut hanya mengangguk lesu. "Ya Allah terima kasih! Hambamu ini sangat senang sekali, akhirnya anakku yang paling ganteng gak pacaran sama cewek aneh kayak Nadya. Terima kasih banyak." Jerit Santi dengan gembira. Al yang melihat sang Mama mendadak bahagia hanya bisa terbengong, Mamanya ini benar-benar sangat luar biasa. Tadi minta cucu, dan sekarang dia bahagia mengetahui ia jomblo? "Oke sayang, sekarang kembali ke topik." Santi mulai kembali mengoceh. "Topik apaan, Mah?" "Topik mengenai Mama yang pengen punya cucu, kapan kamu mau wujudin?" Ingin rasanya Al menjedotkan kepalanya ke tembok hingga pecah sekarang juga. Apa Mamanya serius bertanya seperti itu? "Mah, Al kan baru putus sama Nadya. Terus sama siapa Al nikahnya kalo Al aja jomblo? Kalo Al gak nikah, ya mestinya belum bisa wujudin keinginan Mama buat punya cucu." Jelas Al masih dengan kesabaran yang ekstra. "Nikah sama Irish aja," sahut Santi dengan enteng. Al mulai kembali terbengong, mudah sekali Mamanya itu ngomong nikah sama Irish aja. Irish aja belum tentu mau nikah sama dia. "Mama itu suka Irish, bisa masak. Baik hati, pekerja keras, gak takut kotor. Biasanya aja, kalo dia ke sini sering bantuin Mama masak dan buat kue. Belum lagi dia itu orangnya sigap banget, dia juga bisa bersihin rumah." "Mama itu mau cari mantu apa pembantu? Kok gitu ngomongnya." Protes Al dengan cepat. "Maaf maaf," kekeh Santi dengan pelan. "Sorry deh. Alasan Mama suka sama Irish gak cuma itu doang, dia itu orangnya penuh perhatian. Suka sama anak-anak dan penyayang. Bayangin aja kalo Mama sama Papa udah tua nanti, siapa yang mau ngurusin kita kalo kamu sibuk kerja? Pastinya istri kamu, kan? Dan mama mau Irish yang jadi istri kamu, karena bisa ngurusin Mama sama Papa nanti pas udah menua. Cara Irish bicara itu sopan banget, dia bisa menghargai orang lain, apa lagi sama orang tua. Mama suka!" "Udah gitu ya, Irish itu juga suka sama anak-anak, pasti nanti kalo udah punya anak dia bisa ngurusinnya dengan penuh kasih sayang. Ada loh, perempuan yang gak bisa ngurusin anak, jangan sampe kamu dapet istri yang kayak begitu. Amit-amit. Makanya, kamu sama Irish aja. Ya?" Oceh Santi dengan panjang lebar, Al yang mendengarnya sana sampai memutar bola matanya dengan jengah. "Mah, aku sama Irish itu udah sahabatan sejak kecil, sejak SD lho mah, sampe sekarang," "Bagus dong, berarti udah tahu semua kekurangan masing-masing, udah Deket. Jadi gak perlu lagi tuh pacaran lama-lama, langsung nikah! Mudah, kan?" "Mah, gak ada yang mudah di dunia ini." "Ada kok, kalo ada niat dan usaha." "Ya udah, aku usaha dulu buat cari pacar, nanti langsung mikir nikah dan buatin Mama cucu." Putus Al dengan bijaksana. "Kelamaan." Protes Santi mulai geram. "Lha terus gimana, Mah?" "Kamu mau nikah sama Irish?" "Kok nanya nya gitu?" "Mau atau enggak? Jawab cepet!" "Mau! Mau!" Jawab Al tanpa berpikir, ia hanya menyahut saja untuk menyelesaikan pembicaraan ini dengan cepat. Ia sudah tidak sabar lagi untuk rebahan. "Deal! Kamu bakalan nikah sama Irish!" "Terserah Mama." "Dalam waktu satu bulan." "Ngikut Mama aja." "Satu Minggu aja Mama bisa atur kok." "Gak bisa nikah dalam waktu satu Minggu, Mah. Kecepetan." "Nikah siri dulu," "Astaghfirullah Mama!" "Oke oke, sorry. Nikah sama Irish dalam waktu satu bulan." "Terserah Mama," "Kamu ngikut Mama?" "Iyah." "DEAL! AKHIRNYA ANAK MAMA BAKALAN NIKAH!"
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD