BAB 09 - Offer!

1826 Words
Hari ini adalah hari minggu. Clary memilih untuk menghabiskan waktunya di Toko buku. Mempelajari tentang seni para arsitektur terdahulu dan mempelajari ilmu mereka. Clary berdiri di antara lorong buku dan melihat sesuatu di sana. Matanya membesar ketika melihat buku itu, buku yang sangat ia inginkan. Clary mengambil buku tersebut dan memeluknya. Ini adalah buku biography edisi terakhir dari arsitek ternama Cesar Pelli, yang memiliki banyak pengalaman dalam mendesain gedung-gedung pencakar langit di berbagai dunia sebelum akhirnya dia meninggal pada tahun lalu.  "Ah luar biasa. Aku benar-benar menunggu buku ini ada. Akhh.. Aku sangat menginginkannya." "Begitu rasanya ketika aku menginginkanmu." Tubuh Clary tersentak kaget, suara itu.. Suara yang sangat familiar terdengar di telinganya ketika ia tertidur, dan menemukan nya ketika ia membuka mata. Clary memejamkan mata seolah menguatkan dirinya sendiri untuk tidak merasa emosi ketika melihatnya, lagi dan lagi. Clary membalikan tubuhnya dan menemukan Gideon berdiri di hadapannya, mendekatinya. Sebelah tangannya berada di sisi tubuh Clary. Mengurungnya agar tidak bisa pergi kemana-mana. "Apa kau tidak memiliki pekerjaan lain selain membuntutiku."rahang Clary mengeras ketika dia mengatakan tentang hal itu. "Kau yang berada di wilayah ku." "Apa!."Dahi Clary menyerngit bingung. Apa maksudnya dengan wilayah. Gideon berdiri lebih dekat ke arahnya, spontan Clary bergerak mundur hingga merasakan bahunya membentur rak buku. "Jangan lebih dekat lagi. Kita sedang berada di tempat umum."Clary menahan Gideon menggunakan sebelah telapak tangannya yang berada di atas d**a pria itu. Gideon tersenyum menatap tangan Clary di sana, sebelum kembali menatap wanita itu dengan tatapan intens. Clary melihat apa yang Gideon lihat, ia buru-buru ingin menarik tangannya namun Gideon sudah menahannya dengan mencengkram pergelangan tangannya. "Aku senang mendengar saran dari sekertarisku untuk mengunjungi tempat ini. Aku jadi bisa melihatmu." Clary merasa ada yang aneh dengan jantungnya. Seperti ada desiran halus yang merayap masuk ke dalam hatinya. Clary hanya bisa menatap Gideon, bahkan kini matanya beralih pada bibir pria itu. Clary mengerjapkan matanya dan mencoba untuk melihat ke arah lain. Ada apa dengan dirinya. Apa ini karena Gideon terlalu dekat dengannya. Tidak ada hal lain yang bisa ia lihat, wajah Gideon terlalu dekat dengannya. "Aku juga ingin merasakan bibir itu. Sudah terlalu lama aku tidak merasakannya." Clary mendorong tubuh Gideon agar menjauh dari hadapannya, Clary baru sadar jika sejak tadi ia menahan nafas. Semua pria sama-sama brengseknya. Clary menanamkan pikiran itu di dalam kepalanya sekarang. Ia berjalan lebih dulu meninggalkan Gideon untuk pergi menuju kasir dan membayar buku yang sangat ia inginkan ini. "Ada apa?." Tanyanya. Wanita itu hanya diam menatap Clary dengan ekspresi ragu-ragu. Lalu matanya tertangkap menatap seseorang di belakangnya. "Bawa saja nona." "Apa! Aku belum membayar buku ini." Clary menyerahkan kartu debitnya tapi wanita itu hanya diam menatapnya dan lagi-lagi seseorang di belakangnya yang Clary tahu siapa itu. "Bawa saja buku itu."ucap Gideon dari arah belakangnya. Apa ini Mall miliknya!. Clary baru sadar tentang itu. Harga buku ini 145 ribu dollar. Masalahnya ia tidak membawa uang cash senilai itu. "Tolong bawa saja."Dahi Clary menyerngit, ini pertama kalinya ia membawa buku tanpa harus membayar. "sialan."umpatnya sebelum pergi keluar Toko dengan meninggalkan buku itu di meja kasir. Clary tidak mau membawanya tanpa membayar dan memiliki utang dengan laki-laki sialan itu yang kini terus mengikutinya di belakang seperti seorang stalker. Clary memiliki stalker, memangnya siapa dia. Clary berjalan menuju taman Mall, taman itu cukup sepi jika dia marah-marah di sana mereka tidak akan menjadi bahan tontonan, benar bukan. Clary menghentikan langkahnya dan menunggu hingga Gideon benar-benar berdiri di belakangnya. "Bisa kau berhenti melakukan hal ini!." "Apa kau pikir ini lucu, romantis. Ini sangat mengerikan. Berhenti melakukan hal ini. Berapa kali harus ku katakan padamu."teriak Clary tepat di hadapan Gideon. Kedua tangannya terkepal penuh amarah, ini menjengkelkan dan tidak romantis sama sekali. "Aku menginginkanmu. Berapa kali aku harus menjawab itu." "Aku bukan wanita jalang yang bisa tidur dengan sembarangan pria hanya karena dia memakai jasa kerjaku, dan membelikan ku sebuah buku bagus." "Aku bisa memberikanmu lebih banyak dari itu."Clary tak percaya dengan apa yang di dengarnya barusan, kenapa dengan orang-orang kaya itu. Mereka menginginkan sesuatu dengan cara memamerkan kekayaan mereka. "Aku juga punya uang untuk membeli apa yang aku inginkan, Aku tidak butuh manusia sepertimu untuk membelikan semua itu." Clary menatap Gideon tajam, rasa amarahnya mendidih hingga rasanya ia bisa saja meledak sekarang. Clary sudah lelah, diikuti Gideon seperti ini dan terus-terusan melihat wajahnya. Clary merasa ada yang tidak beres dengan hatinya, Clary tak mau ia merasa nyaman dengan itu. Clary harus menghentikan semua ini sebelum ia masuk lebih dalam lagi. "Benarkah!."Kata-kata Gideon yang tak menganggapi nya dengan serius membuat Clary merasa sia-sia selalu mengatakan betapa dia merasa kesal dengan kehadirannya. "enyahlah dari hadapanku, aku serius dengan hal ini." Clary berbalik pergi untuk meninggalkan Gideon begitu saja, baru saja beberapa langkah ponsel yang berada di kantung celana jinsnya berbunyi. "Yura, Ada apa!." Dahi Gideon menyerngit ketika mendengar nada suara Clary yang berubah gelisah. Ia menghampiri wanita itu agar bisa mendengar lebih akan apa yang tenga mereka bicarakan. "di rumah sakit mana? Aku akan segera ke sana." Clary mematikan ponselnya lantas ingin berlari menuju rumah sakit namun langkahnya terhenti ketika Gideon mencengkram pergelangan tangannya. "Lepaskan aku." "Apa kau akan berlari ke rumah sakit! seharunya kau bilang, aku bisa mengantarmu ke sana dengan cepat."Gideon menarik Clary ke arah sebaliknya dimana mobil  Gideon berada. *** Clary berlari menuju dimana Yura berada, neneknya baru saja dilarikan ke UGD, mereka tiba secara bersamaan. Yura meneleponnya ketika mereka dalam perjalanan menuju rumah sakit. Gideon masih setia mengikutinya, kemanapun Clary pergi, ia akan ada di sana. Yura terkejut ketika melihat Gideon bersama dengan Clary. Tapi ia tahu Gideon sering membuntuti Clary kemanapun dia pergi, hal yang seharusnya sudah tak perlu di tanyakan jika melihat mereka bersama. "Apa yang terjadi pada nenek?." Yura tidak bisa berhenti untuk menangis, dadanya naik turun karena isakan yang masih lolos dari bibirnya. kejadian itu sangat menakutkan dan membuatnya sangat panik. Yura mencoba untuk menjawab Clary, tapi beberapa kali katanya terputus karena isak tangisnya yang menggila karena ketakutan. "Nenek sedang membersihkan taman, tiba-tiba dadanya sakit dan jatuh pingsan. Kau tahu tanaman yang merambat di dinding rumah. Nenek berada di atas kursi ketika sedang menarik tanaman yang kering, ia terjatuh karena tiba-tiba pingsan dan membuat kepalanya terluka." "Apa!." Clary sudah berkai-kali mengatakan agar tanaman itu dia saja yang bersihkan, tapi nenek tidak pernah mau mendengarnya dan melakukan semuanya seorang diri. Clary merasa kepalanya baru saja di lempari bebatuan. Kepalanya terasa berdenyut-denyut, Clary juga mulai ketakutan, apalagi melihat darah masih keluar dari kepala sang nenek ketika mereka sampai di rumah sakit. Clary bersandar pada dinding, kedua tangannya bertaut dengan gelisah, sementara sepatunya tidak bisa diam, bergerak membentur lantai. Gideon hanya diam memperhatikannya, ia tak pernah melihat Clary setakut ini. Ekspresi itu adalah ekspresi pertama yang ia lihat selain kemarahannya ketika mereka sedang melemparkan pandangan ke satu sama lain. Tiba-tiba pintu terbuka, neneknya sudah di balut dengan perban di bagian kepalanya tapi ia masih belum sadar. Masker oksigen menutupi sebagian wajahnya, rasanya seperti disayat-sayat. Clary merasa hancur melihat kondisi neneknya. Tidak ada yang ia miliki di dunia ini. Hal ini yang membuatnya sangat hancur. Ketika Clary ingin mengikuti para perawat yang membawa neneknya sang dokter datang bertanya padanya. "Ada yang ingin ku katakan tentang nenekmu."Clary menganggukan kepalanya perlahan, Yura mengatakan ia yang akan menemani nenek saat Clary berbicara dengan dokter. Yura mendekati ranjang nenek dan mengikuti perawat untuk memindahkan nenek Clary ke ruang inap. Clary pergi mengikuti sang dokter, mendengar apa yang ia katakan tentang kondisi neneknya.  Rasanya seperti dipukuli bertubi-tubi. Neneknya menderita penyempitan pembuluh darah di jantungnya. Harus di operasi untuk melakukan pemasangan ring pada 6 arteri yang mengalami penyumbatan karena pola makan yang tidak sehat. 1 ring memakan biaya sebesar 15 juta, resiko nya cukup besar mengingat umur nenek yang tak lagi muda, Itu belum termasuk dengan biaya perawatan pasca operasi, obat, vitamin. Clary hanya memiliki tabungan untuk 3 ring saja.  Clary keluar dari ruangan dokter dengan ekspresi datar, tubuhnya terasa lemah. Gideon berada di luar ruangan tersebut menunggunya. Ketika Gideon bertanya Clary hanya diam, melengos pergi meninggalkan Gideon yang hanya berdiri di sana menatap punggungnya yang bergetar. *** Gideon berdiri di belakang Clary yang tengah menatap ruangan dimana sang nenek sedang berbaring tak sadarkan diri. Yura berada di sebelahnya, tertidur di atas kursi setelah kelelahan akibat menangis. Gideon dapat melihat ekspresi kesedihan yang terlukis di wajah wanita itu dari pantulan kaca jendela. Tidak ada kemarahan, atau ekspresi keras kepala yang selalu ia tunjukan. Gideon hanya melihat ketakutan, dan kekalutan di wajahnya. Gideon berdiri lebih dekat di belakang Clary dan membisikan sesuatu. "kau tahu aku bisa menolongmu. Dengan syarat kau akan melakukan apa yang aku inginkan." Clary merasa otot tangannya mengeras, tubuhnya menegang merespon perkataan itu. helaan nafas keluar dari hidungnya. Clary mengambil nafas dan menghembuskan nya melalui indra penciumannya. Clary tidak tahu apa yang harus ia lakukan. Menjual rumah butuh waktu yang cukup lama, meminjam uang di kantor atau di teman kerjanya tidak bisa sebesar itu. Jika dia mendapatkannya, nilainya masihlah begitu jauh dari apa yang di harapkan. Kekalutan itu membuatnya tenggelam dalam kesedihannya. Tidak ada yang bisa ia lakukan, Clary merasa dunianya baru saja meledak, yang bisa ia lakukan hanyalah terdiam seperti orang bodoh. "Apa yang kau inginkan?."Suara Clary begitu rendah, bahkan ia harus mengatakannya dengan kuat karena kata itu seolah tertahan di dalam kerongkongannya. Jauh di dalam lubuk hatinya ia menjerit dengan tangis yang memilukan, tapi Clary tak bisa melakukannya. Ia hanya terdiam, membatu seperti manusia tanpa jiwa yang memiliki hati kosong dan tak memiliki air mata. "kau tahu apa yang sangat aku inginkan." Bisikan Gideon tepat di telinganya membuat hati Clary mencelos. Tubuhnya jatuh lebih lemas. Tubuhnya, jadi inikah akhirnya... Clary merasa kepalanya semakin berdenyut-denyut. Pikiran rasional yang selalu berada di dalam kepalanya kini menghilang. Hanya ada warna kelabu. Clary memejamkan matanya dan menempelkan keningnya di kaca jendela ruang inap sang nenek. "Kau akan membiarkan nenekmu sekarat hanya karena egomu?." Tubuh Clary bergetar hebat. Perkataan Gideon yang menyinggung tentang neneknya membuat Clary merasa dunianya berguncang. Hatinya semakin teririrs. Apa yang akan dia lakukan! Apakah ini benar! Jika dia memilih untuk mengikuti saran laki-laki itu.  Pikiran Clary berdebat, antara hati dan kewarasannya dalam menyikapi pilihan ini. Sisi lainnya menjerit untuk menolak tawaran itu, tapi sisi lainnya berpikir menyelamatkan neneknya adalah hal yang harus dia prioritaskan. Perilaku Clary yang hanya diam membuat Gideon semakin geram. "Baiklah kalau kau tidak mau. Aku akan pergi sekarang juga." Ketika Gideon ingin berbalik pergi langkahnya tertahan, tubuhnya bergerak miring untuk mengetahui hal apa yang menahannya. sebelah tangan Clary mencengkram lengan kemejanya dengan kuat. Pandangannya masih menatap ke jendela, ke arah dalam ruangan dimana neneknya berada. Tidak ada kata-kata. Tapi Gideon tahu Clary setuju dengan bantuan yang ditawarkannya. Sudut bibirnya menyeringai, membentuk senyum sinis. Dia mendapatkan apa yang dia inginkan. Clary Mandison akan jatuh ke dalam pelukannya. "Urus administrasinya dan tentukan waktu yang cepat untuk segera melakukan operasi."perintah Gideon pada sekertaris kepercayaannya yang berdiri tak jauh di belakangnya. Ketika sekertarisnya pergi Gideon kembali melihat Clary yang masih berada di posisi yang sama. "jika sesuatu yang kau inginkan menghancurkan harga dirimu, kau hanya akan diam seperti ini."
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD