bc

Mr. Julid & Mrs. Lola

book_age18+
1.6K
FOLLOW
13.1K
READ
teacherxstudent
age gap
doctor
comedy
sweet
bxg
humorous
witty
female lead
campus
like
intro-logo
Blurb

Sekuel Imamku Dunia Akhirat

18+

Ongoing

Cerita Mr Kolor & Mrs Dowe ganti judul ya! Jadi Mr Jilid & Mrs Lola

Menikah setelah pacaran, memang sudah biasa. Namun bagaimana jadinya, jika seorang mahasiswi diperistri dosen sendiri? Apalagi keduanya belum saling mengenal satu sama lain.

Ya, Rida Arinda. Mahasiswi kedokteran yang cukup berprestasi. Kehidupan gadis itu berubah total setelah ia menikah dengan Ferdhyansyah Orlandion. Dokter muda sekaligus dosen fakultas kedokteran di salah satu universitas ternama.

Rida menerima pinangan sang dosen karena tergoda dengan pernikahan muda yang dilakukan sahabatnya, Aliana Putri Kamila. Memang terdengar sangat konyol, tapi menikah muda tidak terlalu buruk jika memang sudah siap. Daripada menimbulkan zina, lebih baik nikah muda saja.

Seperti inilah kekonyolan pasangan suami-istri yang bisa dibilang pengantin baru.

Pagi-pagi sekali, kegaduhan sudah menyelimuti keduanya.

"Rida, kolor aku di mana?!" tanya Ferdhy sedikit berteriak.

Rida yang dari kamar mandi, berjalan gontai menghampiri suaminya.

"Apa sih, Mas? Masih pagi udah teriak-teriak!" ketus Rida.

"Kolor aku di mana?" tanyanya sekali lagi.

"Kolor yang mana? Upin-Ipin apa Shiva?"

"Spongebob."

"Astaghfirullah. Ada lagi? Punya kolor berapa sih? Gak sekalian yang gambar Barbie?" Rida memutar bola matanya. Heran sama suami sekaligus dosennya ini. Di kampus saja, penampilannya sok iya. Di rumah, ternyata Mr. Kolor.

"Ide bagus tuh, besok temenin beli ya?" goda Ferdhy sengaja membuat istri kecilnya kesal.

"Ya Tuhan. Tobatkan suami Rida. Beri hidayah-Mu padaya. Sesungguhnya, Engkau yang maha membolak-balikkan hati setiap hamba-Mu," adu Rida pada Tuhannya

Bagaimana kegilaan dua sejoli kocak itu? Yuk! Baca keseruan pasangan absurd Ferdhy-Rida pada sekuel dari Imamku Dunia Akhirat yang berjudul Mr. Kolor & Mrs. dower. Selamat membaca.

chap-preview
Free preview
Pak Suami
Di mana, ya? Kok, nggak ada?" Ferdhy bingung. Menyerah, ia pun memilih untuk bertanya. "Rida! Kolorku di mana?" Ferdhy tampak masih sibuk mencari barang berharganya. Seluruh isi lemari sudah dia acak-acak, tapi hasilnya tetap nihil. Rida keluar dari kamar mandi menghampiri sang suami. "Apa sih, Mas? Masih pagi juga, udah teriak-teriak!" ketusnya. Rida harus mengusaikan mandi dengan terburu-buru akibat keributan yang suaminya buat. Ferdhy berusaha menahan tawanya saat melihat wajah dan mimik masam sang istri. Entah Rida kesal, karena teriakan Ferdhy barusan atau kesal, karena ulah jahil pria jangkung itu semalam. "Itu bibir kenapa?" tunjuk Ferdhy pada bibir Rida yang tampak sedikit membengkak. "Pakai tanya, lagi! Jelas-jelas ini ulah kamu! Bisa nggak sih, nggak usah bikin bibir Rida dower kayak gini? Ini Rida ke kampus, gimana?" Rida mendengkus jengkel. Ferdhy benar-benar hebat. Bisa banget ia membuat bibir Rida terlihat menonjol. Alhasil istrinya itu kesal bukan main saat melihat pantulan diri di cermin. "Ya, gampang. Tinggal pakai masker. Dah, beres. Gitu aja repot amat." Ferdhy tampak tak acuh. Tapi, di lubuk hati yang terdalam, ia sedikit kasihan kepada istri kecilnya itu. Namun, salah Rida sendiri, kenapa memiliki bibir yang seksi? Kan, ferdhy jadi tergoda. "Huft!" Rida pun mendengus kesal lalu gegas mencari masker, mengikuti saran sang suami. "Eh, kolor aku di mana?" tanya Ferdhy kembali ke topik awal. "Di lemari. Cari aja," jawab Rida tak acuh. "Nggak ada, Sayang. Udah aku cari, tapi nggak ketemu," balas Ferdhy sekenanya. Karena pada kenyataannya, ia memang belum menemukan kolor favoritnya. "Kolor yang mana? Upin-ipin atau Shiva?" Rida terlihat sibuk mencari masker mulut di laci nakas. "Yang Spongebob." "Hemm ... heran. Punya suami gini banget, sih. Gayanya di rumah sakit, sok, jadi dokter yang berkharisma. Gayanya di kampus, sok, jadi dosen fakultas kedokteran yang berwibawa. Giliran di rumah, kolornya Upin-Ipin, Shiva, Spongebob, nggak sekalian aja Barbie," dumel Rida. Namun, telinga Ferdhy terlalu sensitif dengan suara. Ia masih bisa mendengar, meski radius lumayan. "Ghibahin suami, dosa!" sela Ferdhy sebelum Rida melanjutkan curhatan batinnya. "Eh, kok Mas Ferdhy bisa denger, sih?" ujar Rida nyolot. "Lah, orang punya telinga. Fungsi telinga buat apa coba? Aneh kamu." "Serah Mas Ferdhy, deh." Rida tidak ingin berdebat. Ia memilih untuk mengalah. "Lah, ngambek." "Bodo amat!" "Yee ... ngambek mah silakan, tapi cariin dulu kolorku." "Iya, iya, Rida cariin." Lesu, Rida berjalan gontai ke lemari. Namun, saat ia membuka pintunya, tiba-tiba saja pakaian yang semula tersusun rapi itu menggelosor luruh, hingga teronggok di kaki Rida. Rida memelotot tak percaya. Suaminya ini benar-benar menguji kesabarannya. "Mas Ferdhy! Ini baju-bajunya kamu apain? Kenapa sampai berantakan gini? Astaghfirullah. Ya Tuhan, dosa nggak, sih, kalau Rida tukar tambah suami? Mau Rida kiloin aja, deh. Lumayan dapet bawang merah sekilo, makan besar nanti." Wajah Rida tampak menahan gemas hingga giginya bergemeretak. "Enak aja, suami ganteng gini dikiloin. Emang bisa nyari ganti yang lebih ganteng dari aku?" Ferdhy terlihat begitu percaya diri. "Mbuh, Mas, Mas. Mas Ferdhy mau Rida tukar tambah? Pusing Rida. Kan, udah dibilang, kalau ambil baju itu diangkat, bukan ditarik. Kalau pilih baju itu dilihat dari bawah, bukan dari atas terus digeser ke samping," tutur Rida seraya menahan kesal. Ferdhy hanya bisa tersenyum. Senyum yang manis. Namun, di mata Rida, senyum itu membuatnya makin jengkel. "Iya, Sayang. Maaf, ya? Utuk, utuk, utuk. Istri Mas Ferdhy yang paling cantik, baik hati, dan tidak sombong, minta tolong beresin, ya?" Rida mendecakkan bibirnya. "Ckck! Iya, Rida beresin. Ini untuk yang terakhir kalinya, ya? Mas Ferdhy, dah, nggak usah deket-deket lemari lagi. Biar Rida aja yang siapin bajunya. Awas aja kalau sampai menyentuh lemari. Ini daerah kekuasaan Rida." "Iya, Sayang, iya. Terima kasih istri kecilku. Habis ini disun." Ferdhy tersenyum manis. "Ogah!" Rida memalingkan wajahnya. Terpaksa ia harus membereskan baju yang berantakan ini, disambi mencari kolor Spongebob milik Ferdhy. Saat sudah rapi, Rida menghampiri suaminya. "Ini." Dia duduk di tepi ranjang. Ferdhy menerima kolornya dengan mata yang berbinar. "Makasih, istriku. Sini, aku sun." "Ogah!" Rida melengos sambil berlalu. Ia melanjutkan mencari masker yang belum ketemu. "Mas, masker yang di laci, mana, ya? Kok, aku nggak nemu, sih? Perasaan kemarin masih ada banyak?" tanya Rida pada akhirnya. Ia pun menyerah setelah mengubek-ubek isi nakas. "Aku taruh di mobil," jawab Fedhy yang masih sibuk memakai celana bahannya. "Ampun, pantes aja Rida cari nggak ketemu-ketemu." Rida menepuk keningnya lalu menghela napas, kembali menghampiri Ferdhy, ikut duduk di bibir ranjang. Rida melirik sang suami yang tampak begitu gagah. Rambut terlihat setengah basah dan acak-acakan. "Mbok, ya, dikeringin dulu itu rambutnya. Airnya masih netes itu, loh," ujar Rida saat setetes air jatuh ke wajah tampan suaminya. Justru itulah yang membuat Ferdhy terlihat semakin menggoda. "Entar aja, sekalian sisiran. Mau nyisirin, nggak?" Ferdhy tersenyum manis. Tanpa menjawab pertanyaan sang suami, Rida pun bangkit. "Ye! Dimintain tolong, malah kabur," sewot Ferdhy. Rida menoleh sebentar. Ia melirik Ferdhy sekilas, memutar bola matanya. "Ambil sisir," ujarnya kemudian. Setelah alat penata rambut ketemu, Rida pun menyisir rambut suaminya yang masih basah itu. Tak lupa ia memberi sedikit minyak rambut agar tampak klimis. "Nah, cakep," ucap Rida puas melihat rambut Ferdhy rapi. "Emang udah cakep dari sononya kali," timpal Ferdhy. "Heleh. Pede banget jadi orang!" tukas Rida. "Ya, biar." Setelahnya, tidak ada perdebatan lagi. Mereka berdua sama-sama saling terdiam, hingga pertanyaan Rida memecahkan keheningan. "Mas Ferdhy, habis ini mau ke rumah sakit, atau ke kampus?" tanya Rida. "Kenapa emang?" tanya balik Ferdhy. "Ya nggak apa-apa. Kan, kalau ke rumah sakit, Rida mau bawa mobil sendiri ke kampus, biar Mas, nggak usah bolak-balik antar jemput Rida." "Ohhh ... aku anter aja." Jawaban sederhana yang mampu membuat Rida mendada jengkel. "Itu bukan jawaban, Mas!" protes Rida. "Terus, maunya gimana, Ridaku, Sayangku, Cintaku, Mrs. Dowerku?" Seketika, Rida langsung memegang bibirnya yang dower. Dia melirik suaminya sinis, lalu membuang muka. "Ini juga gara-gara kamu! R.I.P. bibir tipisku," gerutu Rida. Malas melihat ekspresi Ferdhy yang membuatnya makin kesal. "Maaf, deh, maaf. Ya habisnya, bibir kamu manis banget, bikin aku candu. Mana aroma Cherry yang nyegerin banget lagi. Jadi nggak tahan buat diem aja," terang Ferdhy apa adanya. Ia tidak munafik, karena memang begitulah adanya. Ferdhy juga laki-laki normal yang tentunya akan tergiur dengan pemandangan indah menjelang tidur lelapnya. "Ya udah, mulai sekarang, kalau Mas Ferdhy mau tidur, Rida selipin dulu di ketek, biar nggak kegoda sama bibir seksi Rida." Bukannya kesal, Ferdhy malah tersenyum kegirangan. Tiba-tiba ide jahilnya muncul begitu saja. Rida yang melihat seringai picik Ferdhy pun meringis. Ia bergeser, waspada. Rida antisipasi manakala suaminya mencurangi dirinya lagi. "Boleh, mau selipin di ketek juga silahkan, tapi sambil nenen, ya?" Ferdhy menaik turunkan alisnya. Mata genitnya langsung beraksi. Rida pun bergidik ngeri. "Nggak usah macem-macem, ya! Udah, udah, pindah topik. Mas Ferdhy hari ini masih jadi dosen, gak? Soalnya, kemarin Rida lihat Pak Andri udah pulang dari Australia. Berarti kan, kontrak Mas Ferdhy buat jadi dosen Rida udah selesai." Rida berusaha mengalihkan pembicaraan. Ia mencari topik yang serius agar pembahasan tidak seintim tadi. "Ya terserah, kamu maunya gimana? Rektor, sih, nyuruh aku buat tetap ngajar, tapi aku masih belum tanda tangan perpanjang kontrak." "Nggak usah diambil kalau gitu," ucap Rida cepat. "Kenapa?" Ferdhy terlihat heran. "Biar bisa deketin cogan," jawab Rida asal. Padahal, bukan itu alasannya. Alasan sebenarnya karena dia tidak ingin mendapat hukuman dari Ferdhy, saat nilainya turun. Apalagi, Aliana masih belum bisa masuk kuliah. Biasanya, kalau ada Aliana, pasti ia bisa lebih mudah memahami materi kedokteran. Hanya Aliana yang begitu sabar menghadapi sifat lolanya. "Oh .... " Hanya itu jawaban yang Ferdhy berikan atas ketidaksukaannya. Melihat Ferdhy yang masam, Rida langsung berubah pikiran. "Eh, jangan, deh. Terima aja nggak apa-apa. Tetap jadi dosennya Rida, ya? Oke?" Terpaksa Rida mengalah. Lagian, ia juga tidak mau kalau Pak Andri mengajarnya lagi dan membuat kuis dadakan di setiap pertemuannya. Bisa rontok rambut Rida. "Dasar plin-plan! Nggak punya pendirian baget jadi orang," timpal Ferdhy mengejek istrinya. Ya begini kalau menikah dengan gadis kecil. Tapi, entah mengapa, sifat menyebalkan dan kepolosan istri kecilnya ini yang membuat Ferdhy semakin sayang dan mantap menjadikan Rida sebagai ratunya. Rida tersenyum. Ia persembahkan senyuman yang termanis untuk Ferdhy, guna merayu Ferdhy untuk tetap menjadi dosenya. "Mau ya, ya, ya?" bujuk Rida memohon. "Sepertinya ada udang di balik peyek, nih? Katakan padaku, Sayang. Apa maksud dan tujuan dibalik senyum manismu itu, hmmm?" Ferdhy berlagak seperti pujangga. Rida nyengir. "Ehehe, ya gimana? Entar kalau Pak Andri ngajar lagi, bakal ada kuis dadakan tiap pertemuannya. Bikin jantungan tau." Rida memasang tampang cemberutnya. "O ... kalau gitu, jangan harap kuis dadakan terhapuskan. Kalaupun suamimu ini masih tetap jadi dosen di kampusmu, kuis dadakan masih akan terus berjalan. Aku mau meniru metode pembelajaran yang Pak Andri berikan." Keputusan Ferdhy tidak bisa diganggu gugat. Rida pun semakin menekuk wajahnya. "Nggak Kreatif!" sungut Rida. "Ya biarin. Harusnya kamu, tuh, bersyukur, loh. Setidaknya dengan adanya kuis, bisa nambah nilaimu kalau nilai ujianmu masih kurang. Kamu juga bisa lebih mudah memahami materi biar nggak mudah lupa." Ferdhy mencoba untuk memberikan pengertian pada istrinya soal kuis dadakan itu. "Tapi 'kan Rida agak susah nerima materi baru, kalau nggak dijelaskan secara rinci. Biasanya, ada Aliana yang selalu sabar ngajarin Rida, tapi sekarang dia belum bisa masuk kuliah 'kan? Mana mungkin Mas Reyhan izinin Aliana masuk kuliah. Orang dia baru melahirkan," curhat Rida. "Duh, gemes aku sama kamu. Terus, apa gunanya kamu punya suami dosen, kalau nggak bisa ajarin kamu materi yang nggak paham?" Ferdhy mengacak-acak rambut Rida dibalik hijab yang ia kenakan. "Ahhh ... hijab Rida berantakan!" kesal Rida. "Tapi ... bener juga yang Mas Ferdhy bilang. Kenapa Rida nggak kepikiran ke sana, ya?" lanjutnya lagi. "Ya 'kan memang lola. Mana kepikiran sampai situ? Di rumah, aku suami kamu, di kampus, aku dosen kamu, tapi aku juga bisa berperan sebagai dosen pribadi kamu, asal dibayarnya pakai jatah." Seringai licik tampak terbit di sudut bibir Ferdhy. "Dih, nyari untung." "Simbiosis mutualisme, dong. Sama-sama untung, kita." Ferdhy menaik turunkan Alisnya. "Apanya yang untung? Orang kamu yang cari kesempatan. Dasar Om-Om mecum," ujar Rida dibuat-buat seperti anak kecil yang cadel. "Ya untung, lah, kan kamu jadi lebih cepat paham materinya. Apa susahnya, sih, kasih jatah? Nyenengin suami pahalanya gede, loh. Nggak mau dapat pahala?" Skakmat Ferdhy. Rida tidak bisa berkutik. "Iya deh, iya. Rida kasih jatah, tapi, ajarin sampai paham. Sekalian kasih kisi-kisi, ya?" Rida tersenyum manis sambil membuat wajah imut. "Eitsss, kalau itu tidak bisa. Nggak ada yang namanya kisi-kisi. Pelajari semua materi dari bab yang diajarkan. Biar adil. Dosenmu ini orang lurus. Jadi, jangan harap bisa dirayu, apalagi diiming-imingi. Tapi, kalau udah berperan jadi suami, ya, beda lagi. Hehe .... " Rida memutar bola matanya. "Iya deh, iya. Serah Bapak aja." "Eh, kok, manggil bapak? Istri durhaka kamu, ya? Masa suami sendiri dipanggil bapak? Kalau saya bapak kamu, mana mungkin bisa halalin kamu, Cantik?" Ferdhy menekuk wajahnya. "Ya 'kan Bapak dosen saya," sangkal Rida. "Nggak! Kalau di rumah aku suami kamu, bukan dosen kamu, apalagi bapak kamu. Panggil Mas Ferdhy. Awas aja kalau manggil bapak lagi, aku keluarin Pythonku buat serang kamu." "Mana ada python? Nggak usah ngaco, Bapak!" tukas Rida. "Gak percaya? Ini udah siap nyerang." Ferdhy menunduk ke bawah sambil melihat pythonnya yang belum siap menyerang sepenuhnya. Rida pun bergidik ngeri. "Gimana? Masih mau panggil bapak lagi?" tanya Ferdhy. "Hehe ... nggak-nggak. Peace, damai." Rida mengangkat jari tengah dan telunjuknya membentuk huruf V. "Phytonku, dah bangun. Dia udah siap nyerang. Tanggung jawab kamu!" Ferdhy semakin mendekat. "Phyton, bobok lagi, ya? Jangan bangun, plisss! Oke? Python ganteng. Ayo, Nak, bobok lagi. Kalau pinter, entar Mama kasih permen." Rida sudah mengambil ancang-ancang. Setelahnya, "Kabur!" Rida lari terbirit-b***t keluar kamar. "Mau ke mana kamu!" ujar Ferdhy setengah berteriak. "Mau kabur! Eh, nggak, mau ambil masker di mobil!" jawab Rida, berteriak dari kejauhan. Ferdhy pun tersenyum lebar melihat tingkah konyol istrinya itu. Rida yang imut dan kadang bertingkah jenaka selalu berhasil membuatnya tertawa. Ferdhy tidak menyesal menikahi gadis kecil itu. Justru dia bersyukur, sebab Rida telah memberikan warna baru di hidupnya. Ferdhy membutuhkan Rida untuk menjaga keseimbangan hidupnya. Yup, karena gadis itu, dia yang kaku bisa merasakan berbagai macam emosi. Karena itulah Ferdhy amat mencintai Rida. Sebab Rida, Ferdhy menjadi sosok pria yang normal dan memiliki perasaan.

editor-pick
Dreame-Editor's pick

bc

Single Man vs Single Mom

read
97.1K
bc

Siap, Mas Bos!

read
12.9K
bc

Dinikahi Karena Dendam

read
205.2K
bc

Tentang Cinta Kita

read
189.8K
bc

My Secret Little Wife

read
97.0K
bc

Iblis penjajah Wanita

read
3.5K
bc

Suami Cacatku Ternyata Sultan

read
15.3K

Scan code to download app

download_iosApp Store
google icon
Google Play
Facebook