BAB 5 – Menemui Nini

1037 Words
Anna dan Matheo masih saling berpandangan. Rasa takut dan khawatir, bercampur aduk dalam hati sepasang suami istri itu. Matheo segera melipat kembali gambar lukisan Deno dan menyimpan kembali dengan baik ke dalam kotak yang sudah dibuat oleh Gaven. “Pak ... sekarang apa yang harus kita lakukan?” Matheo terduduk kembali di atas lantai setelah menyimpan kotak itu pada tempat semula. Ke dua lututnya terangkat, sementara ke dua siku tangannya, ia tumpu pada ke dua lututnya. Matheo masih berpikir tanpa mejawab pertanyaan Anna. “Pak?” “Kita tunggu Gaven pulang. Nanti kita akan tanyakan kepadanya, apa yang sudah terjadi pada putra kita. Setelah itu kita akan membawanya ke rumah nini, mungkin nini punya jawaban atas semua ini.” “Iya, Pak. Itu ide yang bagus. Nini mungkin punya jawabannya.” “Mari kita keluar dari kamar ini.” Matheo mengajak istrinya untuk meninggalkan kamar Gaven. Namun, baru saja orang tua Gaven itu bangkit dari duduknya, mereka mendengar suara kecil putra mereka. “Ibu ... bapak ... sedang dimana?” Anna langsung keluar dari kamar dan menghampiri Gaven. “Nak, Gaven dari mana saja?” “Main bola sama teman-teman. Gaven memang lagi melawan anak-anak itu. Bahkan Gaven bisa mengalahkan anak-anak SD itu dengan mudah.” Gaven menceritakan semuanya dengan wajah sumringah. “Gaven, ikut ibu dan bapak ke kamar.” “Ke kamar? Memangnya ada apa?” “Ayolah, Sayang. Ikut saja.” Gaven kecil menurut, ia mengikuti ibunya masuk ke dalam kamarnya sendiri. “Bapak, bapak ada di sini?” “Gaven, duduk sini di pelukan bapak.” Matheo mengajak putranya duduk di atas pahanya. “Ada apa, Pak?” “Nak, apa yang sudah terjadi pada Gaven? Memangnya kak Deno salah apa?” “Owh ... bocah itu. Ini lihat, bocah itu sudah melukaiku. Bolaku tidak sengaja mengenainya, lalu ia mendorongku hingga sikuku mengenai batu dan terluka. Lalu au bangkit dan kembali meminta maaf, tapi dia malah memukul perutku dengan sangat keras.” “Tapi tidak seharusnya Gaven membunuhnya?” “Dari mana bapak tahu kalau aku sudah membunuhnya?” Anna terperanjak mendengarkan perkataan putranya. Cara bicara Gaven sama sekali tidak mencerminkan seorang anak yang masih berusia tiga tahun.  Wanita itu terduduk, ia tidak kuasa menahan lahar bening yang sudah keluar begitu saja lewat netra cokelat terang yang ia miliki. Lahar bening yang keluar melewati pipi mulus dan tirus yang masih terlihat cantik, walau tidak terawat. “Pak?” Anna tiba-tiba bergumam, pelan. “Tenanglah, Bu. Mari kita bawa Gaven ke rumah nini. Bapak yakin, nini pasti punya jawabannya.” “Iya, aku akan bersiap dulu.” Tidak lama, Anna dan Matheo meninggalkan rumah mereka menuju kediaman nini. Nini yang merupakan dukun kampung yang sudah membantu persalinan Anna, tiga tahun yang lalu. “Akhirnya kalian datang, aku sudah menduga kalau kalian pasti akan datang.” Baru saja motor Matheo berhenti di depan rumah nini, wanita itu sudah berdiri di depan rumahnya dan menyambut kedatangan Matheo, Anna dan juga Gaven. “Nini? Jadi nini sudah tahu jika kami akan datang?” “Hahaha ... tentu saja aku tahu. Aku sudah tahu apa yang terjadi pada putra kalian. Untuk pertama kalinya, kekuatannya sudah memakan korban. Bocah enam tahun itu adalah korban pertamanya. Itu baru korban pertama, setelah itu akan banyak korban lainnya, hahaha.” Nini itu terus tertawa dengan tawa yang cukup mengerikan. “Nini, tidak adakah solusi untuk menghentikan semua itu? Kami tidak ingin Gaven menjadi seorang pembunuh.” “Ada! Naiklah ke rumah, aku akan jelaskan kepada kalian.” Anna seketika tersenyum mendengar kata “ada” dari mulut nini. Harapan mereka kembali tumbuh untuk Gaven. Anna dan Matheo ingin putra mereka tumbuh menjadi anak yang normal, bukan pembunuh. Anna dam Matheo sudah duduk di dalam rumah nini. Mereka duduk di atas tikar jerami yang sudah lusuh. Gaven masih berada dalam pangkuan Matheo. “Kemarilah anak istimewa.” Nini merentangkan tangannya ke arah Gaven. Gaven menatap nini dengan tatapan tajam. Ia bangkit dari pangkuan ayahnya dan mulai berjalan ke arah nini. Sebelum Gaven berhasil masuk ke dalam pelukan nini, netranya berubah memerah hanya dalam satu detik saja. “Pak?” Anna kembali khawatir melihat sinar merah itu, walau hanya sekilas. “Tenanglah, nini pasti akan memberika solusi untuk kita.” Matheo berusaha menenagkan istrinya. “Gaven, kamu benar-benar anak istimewa. Sekarang Nini tahu kekuatan apa yang kamu miliki. Tapi, Nak. Jangan salah gunakan kekuatanmu, jangan gunakan untuk mèrusak bumi ini. Justru pergunakanlah kekuatan itu untuk kemaslahatan.” Gaven kecil, duduk bersimpuh di depan nini. Ia menundukkan pandangannya seiringan dengan berbagai mantra yang diucapkan nini. Tiga puluh menit kemudian, Gaven pingsan. Anna dan Matheo khawatir. “Apa yang terjadi dengan putra kami, Ni?” “Putra kalians adalah manusia pilihan. Ia memiliki kekuatan supranatural yang luar biasa. Ia bisa mengendalikan kematian seseorang dengan pikirannya melalui ke dua matanya. Tidak hanya bisa mengendalikan kematian, ia juga bisa melihat di mana seseorang berada hanya dengan mata merahnya itu. Tak cukup sampai di situ, seiring dengan bertambahnya usia, Gaven juga mampu melihat seseorang yang sedang dekat dengan kematiannya.” Nini itu menjelaskan. “Tapi, bagaimana bisa? Nini, apakah tidak ada cara untuk menghilangkan semua itu? kami tidak ingin Gaven tumbuh menjadi anak yang aneh dengan kekuatan-kekuatan menyeramkan itu.” Anna khawatir dengan masa depan Gaven. “Tidak ada siapa pun yang mampu menghilangkannya. Yang bisa kalian lakukan adalah ajari Gaven untuk mengendalikan kekuatan itu. Jika tidak, akan begitu banyak nyawa melayang oleh putra kalian. Bocah lelaki itu, bocah lelaki yang sudah mati itu adalah korban pertama keganasan kekuatan yang ada pada diri Gaven. Anak itu sudah menghina dan melukainya, sehingga jiwa Gaven menjadi marah dan mendorong dirinya untuk membunuh.” Nini tersebut kembali menjelaskan. “Lalu sekarang bagaimana?” “Ajari ia untuk menjadi laki-laki yang sabar. Berikan ia rasa aman dan nyaman. kekuatan itu akan muncul apabila ia merasa takut da terancam, dan juga ketika jiwanya dikuasai oleh amarah.” “Iya, Ni. Kami akan mengupayakan hal itu.” “Bagus ... jaga amanah ini dengan baik. Jangan sampai putra kalian tumbuh menjadi seorang pembunuh yang berbahaya.” Anna dan Matheo sama-sama menatap Gaven yang tengah pingsan. Putra mereka, anak yang sudah lama mereka nantikan, harus hidup dan tumbuh dengan kekuatan luar biasa yang ada pada tubuhnya.
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD