Kampus Baru

1177 Words
"Kita udah mau jalan kok, Mom!" Evelyn berjalan menghampiri Ziel dan sang bunda. Pakaian kasual yang ia kenakan tampak pas ditubuhnya. Celana jins warna hitam dipadu kaos sweater panjang berwarna biru, ditambah sepatu sneakers yang ia pakai terlihat sempurna. Kesan tomboy kembali terlihat ketika gadis itu menjalani kehidupan sehari-harinya. "Lo udah siap?" tanya Ziel. "Emang lo enggak lihat apa?" Evelyn bertanya balik. "Eve!" seru Amelia pada putrinya. Yang ditatap, hanya menampilkan cengengesan di wajahnya. "Ya udah, Tante, Ziel berangkat ke kampus dulu yah? Evelyn akan bareng sama aku." Ziel berpamitan pada wanita dewasa yang berdiri di samping tunangannya —dalam tanda petik. "Iya, hati-hati di jalan. Tante titip Evelyn yah, Ziel!" "Iya, Tante." Ziel mencium telapak tangan calon mertuanya. Hal yang sama dilakukan juga oleh Evelyn, "aku berangkat dulu yah, Mom!" Sambil cium pipi kanan dan kiri. "Iya, hati-hati yah, Sayang!" "Iya!" Amelia mengantar keduanya hingga menaiki motor dan berjalan keluar pagar. Wanita itu terus mengamati sampai motor milik Ziel tak lagi terlihat. *** "Kayanya kalau sama gua lo enggak pernah bawa mobil. Jangan-jangan lo sengaja yah?" tanya Evelyn setengah berteriak, ketika mereka telah berada di jalan raya. "Ya iyalah gua sengaja, lo gimana sih?" Plak! Sebuah pukulan tepat mendarat di punggung Ziel. "Aw!" pekik Ziel. "Lo apa-apaan sih?" teriak lelaki itu. "Sialan, jadi lo sengaja kalo bawa motor, biar gua nempel-nempel ke lo kaya gini, iya?" "Eh, sorry yah! Gua sengaja naik motor bukan karena alasan itu. Kotor banget pikiran lo," sungut Ziel kesal. "Gua milih naik motor dibanding bawa mobil, karena gua males macet-macetan. Lagian juga, emang lo kira nginjak gas sama kopling kalo lagi macet, enggak bikin pegel apa!" Nada suara Ziel masih terdengar kesal. Evelyn yang dibonceng di belakang terdiam dan tidak menyahut. Ia merasa sedikit malu atas kalimat yang dituduhkan pada lelaki di depannya. "Maaf! Gua enggak tahu kalo alasan lo itu. Abis waktu datang pertama kali ke rumah gua, lo bawa mobil sendiri, kenapa setiap jalan sama gua pasti selalu bawa motor." "Karena pas pertama gua kenalan sama keluarga lo itu, timing-nya enggak diburu-buru. Udah gitu waktu keberangkatan kita dari rumah, bukan di hari dan jam sibuk. Jadi, gua bisa sedikit nyantai bawa mobil." Setelah Ziel mengatakan kalimat itu, tak ada lagi percakapan yang dilakukan oleh keduanya hingga mereka tiba di kampus tempat mereka akan kuliah nantinya. "Lo daftar di fakultas mana?" tanya Ziel, ketika memarkirkan motornya. "Hukum." "Apa?" Ziel tampak terkejut. "Kenapa kaya yang kaget gitu? Emang lo sendiri mau ambil jurusan apa? Jangan bilang lo daftar di fakultas yang sama kaya gua!" Evelyn menunggu jawaban Ziel dengan harap-harap cemas. "Pinginnya sih gitu. Sayangnya gua mesti ambil jurusan manajemen bisnis di Fakultas Ekonomi," jawab Ziel. "Lo enggak usah sedih kalo kita enggak satu fakultas." "Maksud lo?" "Ya ... takutnya aja lo kehilangan gua karena enggak ketemu di fakultas atau jurusan yang sama." Tanpa membalas ucapan Ziel, gadis itu melenggang pergi memasuki gedung universitas. "Emang dia kira siapa? KePD-an banget jadi orang." Evelyn terus saja mengoceh sepanjang jalan membicarakan Ziel. Hingga tanpa sadar, gadis itu menubruk punggung seseorang yang sedang berdiri. "Aw!" pekik Evelyn. Dia yang menubruk, tapi dia yang kesakitan. Untung saja pertahanan tubuhnya pagi itu masih sangat bagus, sehingga ia hanya kembali mundur akibat benturan dengan orang di depannya. "Eh, lo enggak apa-apa?" tanya dari seorang pria di depan Evelyn. "E-eh, iya, enggak apa-apa," jawab Evelyn, mendongak menatap asal suara. Seorang pria dengan penampilan yang sangat rapi dan juga tampan. Meski tidak berkacamata, tapi gadis itu bisa menilai bahwa pria yang saat ini berdiri tepat dihadapannya adalah seseorang yang pintar baik otak dan perilakunya. "Sorry, gua ngehalangin jalan yah?" ujar pria itu lagi. "A-eh, enggak kok." Evelyn menjawab dengan terbata karena sempat melamun. "Seharusnya gua yang minta maaf sama lo karena enggak fokus. Sorry yah?" "Ya, enggak apa-apa!" jawab si pria. "Boleh kenalan?" tanya pria itu lagi saat melihat Evelyn hendak beranjak. Tangannya menjulur ke depan si gadis. "Evelyn!" ucap gadis itu menyambut jabat tangan si pria. "Gua Beni." Tangan keduanya sama-sama terlepas. "Lo mahasiswi baru di sini?" tanya pria yang bernama Beni. "Ehm, ya, gua baru mau registrasi ulang. Udah daftar seminggu yang lalu dan gua disuruh datang hari ini." "Oh gitu! Daftar fakultas mana?" "Evelyn!" teriak seorang pria lain. Ziel menghampiri Evelyn yang tengah berbicara dengan Beni. "Hai!" sapa Ziel pada Beni, yang melihat dirinya dengan tatapan ramah. "Hai! Mahasiswa baru juga?" tanya Beni. "Iya! Kalo ... lo?" tanya Ziel balik. "Gua angkatan ketiga sekarang." "Oh, senior kita dong!" sahut Ziel tersenyum. "Ah, biasa aja. Sama-sama belajar," sahut Beni. "Ngomong-ngomong kalian berdua ... ?" "Oh, gua Ziel. Temannya Evelyn," jawab Ziel. "Gua Beni." "Eh, kita masuk dulu yah, Ben. Kalo boleh tahu, dimana yah ruangan bagian administrasi pendaftaran?" tanya Ziel. Sejak kedatangan pria itu, Evelyn hanya terdiam tak ikut bersuara. "Ruangan pendaftaran mahasiswa baru ada di dekat taman sebelah sana!" ucap Beni sembari menunjukkan arah dengan telunjuknya. Ziel dan Evelyn memperhatikan arah yang Beni tunjuk. "Nanti kalo udah sampai sana, tanyain aja sama mahasiswa yang ada di sana." "Oh, ok. Kalo gitu kita ke sana dulu yah, Ben!" "Ok deh." "Yuk, Ben!" sahut Evelyn melambaikan tangannya pada pria itu. Beni terus menatap gadis itu tanpa berkedip hingga keduanya berbelok ke arah taman yang ia tunjuk. Barulah ia berbalik menuju keluar gedung. *** "Belum jadi mahasiswa aja udah ada yang ngincer lo!" seru Ziel. "Maksud lo apa-an?" tanya Evelyn yang berjalan berdampingan dengan lelaki itu. "Pura-pura bego lagi." "Eh Ziel, gua enggak tahu yah maksud omongan lo apa. Jadi lo jangan bego-begoin gua gitu dong!" Evelyn menghentikan langkah sembari kedua tangannya ia taruh di pinggang. Ada nada sedikit meninggi dari kalimat yang ia lontarkan. "Cowok yang namanya Beni tadi, dia tertarik sama lo!" sahut Ziel yang terus berjalan tanpa peduli dengan kekesalan Evelyn. "Ini cowok maunya apa sih, belum apa-apa udah bikin aku emosi!" lirih Evelyn berkata. Ia kemudian berjalan cepat mengikuti Ziel tanpa mau beriringan seperti sebelumnya. "Lo cemburu yah?" tanya Evelyn iseng. Bugghh! "Aduh!" seru Evelyn. "Lo ngapain sih pakai acara berhenti segala?" sewot gadis itu menatap tajam punggung Ziel yang langsung berbalik. "Eh, kalo ngomong tuh jangan kePD-an, siapa juga yang cemburu sama lo!" "Lo cuma mau ngomong gitu doang sampai harus berhenti ngedadak kaya tadi?" Evelyn menggelengkan kepalanya dan berjalan mendahului Ziel. Ketika tiba di ruang administrasi, mereka melihat sudah banyak orang yang sepertinya adalah calon mahasiswa juga di universitas tersebut. "Lo yang daftar sana!" ucap Evelyn. "Kenapa enggak lo aja, sekalian daftarin nama gua." "Enggak mau. Mendingan kita daftar masing-masing aja." Evelyn menghampiri kerumunan orang-orang dan ikut mengantri bersama dengan yang lain. Proses pendaftaran ulang yang dilakukan Ziel dan Evelyn akhirnya selesai, setelah keduanya mengantri selama kurang lebih satu jam lamanya. "Yuk, balik!" ajak Ziel pada Evelyn. "Bareng lo lagi?" "Ya iyalah, gimana sih! Tante Amelia itu udah nitip lo sama gua. Kalo lo balik sendiri apa kata orang tua lo nanti." "Cuek aja sih!" "Bisa aja gua cuek, tapi gua enggak enak." "Tumben!" "Lo kenapa sih? Apa jangan-jangan lo mau cari cowok tadi yah?" Ziel menatap kesal pada Evelyn, begitupun gadis itu yang tak terima dengan tuduhan yang lelaki itu lontarkan. ***
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD