MATCH MAKER

2593 Words
Calvin Jacob PoV "Clarissa! Tunggu", teriakku sambil mengejar gadis itu. Clarissa masih saja berlari menjauhiku. Dan demi Tuhan. Dia menggunakan high heels tapi larinya sangat cepat. Saat gadis itu ingin berlari menaiki tangga. Itulah kesempatanku untuk meraihnya. Dan benar, aku bisa meraihnya dan langsung memeluknya. Tapi, bukan Clarissa namanya yang langsung menyerah. Ia berusaha memberontak dan mendorongku sekuat tenaganya. "Clarissa. Dengarkan aku dulu!", seruku. Clarissa berhenti memberontak. Ia menatapku dengan kilatan marah di manik matanya. "Apa yang harus aku dengarkan lagi Calv? Aku dengan mata kepalaku sendiri melihatmu di base camp berdua dengan seorang gadis. Dan parahnya, dia tak memakai pakaian", "Dia pakai bathrobe", ralatku sambil mengangkat bahu. "Sama saja", gerutunya. "Kau salah paham", ujarku sambil meraih tangannya. Tapi, dengan cepat ditepisnya. Ia membuang muka kearah lain. "Ya memang salah paham. Aku salah karena bersikap seolah aku ini adalah kekasihmu", Aku tersenyum mendengar perkataan Clarissa. Jadi benar selama ini dia juga menyukaiku? "Kenapa kau malah tersenyum?", bentaknya. "Hah! Mungkin karena aku gila. Ya aku gila", "Kau tidak gila", ralatku. Aku meraih tangannya lagi. Dan kali ini Clarissa tidak menolak. "Aku mohon dengarkan penjelasanku dulu", Clarissa terdiam. Ia masih membuang mukanya tak melihatku sama sekali. Aku menghela napasku, "Gadis yang ada di base camp. Dia Brianna", Dengan cepat Clarissa menoleh kearahku dan matanya mulai berkaca-kaca. Ia menghempaskan tanganku lagi dan langsung menampar wajahku. Shit! Bahkan mahasiswa lain yang sedang berlalu lalang di latar gedung barat menatap kearah kami heran. "Kau?!", pekiknya sambil menunjukku. "Demi Tuhan Calv. Kau dengan post it itu? Benar aku tidak gila. Tapi, kau!", tuduhnya. Wait... Post it? Aku rasa Clarissa salah paham lagi. Apa yang dia maksud adalah Brianna side kick Kezia? Oh my god. Jika aku sampai menyukai Kezia atau teman-temannya. Aku rasa aku akan memilih bunuh diri. "Maksudmu Brianna Alesha?", tanyaku mencoba memperjelas. Clarissa mendengus,  "Hell! yes she is. Siapa lagi? Memang ada Brianna lain hah?!", Aku mengangguk sambil menahan tawaku. "Aku serius, Calvin!", bentaknya lagi. "Aku juga serius. Percayalah yang ada di base camp itu bukan Brinna Alesha. Tapi, Brianna Harrison", ujarku. Clarissa tampak menghembuskan napas lega. Tapi, detik berikutnya. Ia menoleh kearahku dengan mata melebar. "Your Cousin", "Yeah", Dengan cepat Clarissa langsung menelukku erat. "Aku tahu kau tidak mungkin selingkuh", ujarnya pelan. Aku yakin ia tersenyum lebar meski aku tah melihat. "Kita bukan sepasang kekasih", ujarku mencoba menggodanya. Perlahan pelukan itu mengendur dari pinggangku. Clarissa melangkah mundur dengan kepala menunduk. "Maaf. Seharusnya aku tidak bertingkah seperti ini", "Bertingkah seperti apa?", pancingku. Clarissa menghela napas. "Seperti kataku tadi. Aku selalu bersikap cemburu dan protective padamu. Padahal kita tidak ada hubungan apa-apa. Aku juga terlalu berlebihan, right?", tanyanya sambil tersenyum getir. Aku tersenyum sambil menangkup wajah Clarissa. Kubuat wajahnya mendongak agar ia bisa menatapku. "Aku suka bila kau bersikap cemburu dan protective padaku, Clarissa. Atau seperti katamu kalau jau bersikap seolah kekasihku. Aku tak masalah", Matanya terlihat memerah dan berair. Ia menghela napas panjang. "Aku menyukaimu, Calvin Jacob", Aku terdiam. Aku mencoba menunggu apa yang akan dia katakan lagi. "Dari awal aku masuk kedalam anggota Executive. Aku langsung jatuh hati padamu. Senyumanmu begitu tulus dan menenangkan. Kau bahkan perhatian kepadaku seperti Nick yang aku anggap sebagai kakakku sendiri. Dan perhatianmu itu membuatku salah mengartikan.  Mungkin perhatianmu itu hanya sebatas kasih sayang seperti Nick kepadaku", Clarissa mengusap air matanya. "Tak masalah bila kau menganggapku aneh karena aku mengungkapkan perasaanku terlebih dahulu.  Bahkan gilanya lagi aku selalu berharap kau juga punya perasaan yang sama terhadapku", "Clarissa, aku...", "Kau tidak perlu mengasihaniku karena aku tahu jawabanmu akan seperti apa. Dan maaf bila aku pernah marah-marah padamu bila kau dengan gadis lain", potongnya sebelum aku sempat berbicara. "Always remember our rules. Keep professional? Pisahkan antara urusan pribadi dengan urusan anggota. Jaga dirimu ya, aku akan pergi ke taman untuk menenangkan diri", Clarissa memutar tubuhnya dan hendak melangkah. Dan dengan cepat kuraih tangannya. Ia menoleh kearahku dan menatapku. "Kau tidak tahu jawabanku. Dan kau tidak gila memimpikan bahwa aku menyukaimu juga", Aku menariknya mendekat. Lalu keletakan telapaknya tepat didadaku. "Tataplah aku dan rasakan detakanku", Clarissa terdiam beberapa saat masih dengan menatapku. Bibirnya bergetar pelan, "Your heart beating fast", lirihnya. "Yeah. Jantungku berdetak kencang saat kau menatapku, Clarissa", "Tapi..", "Tapi apa? Kau salah. Kau tidak tahu apa jawabanku", "Lalu apa jawabanmu?", "Seperti yang kau harapkan, Clarissa.  Aku menyukaimu", jawabku. Lalu aku menggeleng, "Tidak, aku mencintaimu.  Mungkin konyol. Dan mungkin juga kau menganggapku berbohong", Clarissa masih terdiam. Ia melepaskan tangannya dari genggamanku. "Satu hal yang bisa kau percaya, Clarissa. Kau sudah merasakan bagaimana jantungku berdetak. Dan itu bukti bahwa aku tak mengasihanimu. Aku menyukaimu. Aku mencintaimu. Dan aku tidak bisa merekayasa detak jantungku", timpalku lagi sambil menatapnya. Ia tampak tertegun. Dan ia menutup mulutnya saat aku berlutut dihadapannya. "Clarissa La Rue, would you be my girlfriend?", ... Brianna Harisson PoV "Calvin!", Calvin menoleh kearahku. Begitupun juga gadis di sampingnya. Siapa dia? Pikirku. "Ada apa?", tanyanya saat aku sudah berdiri tepat dihadapan mereka. Aku mengangkat alisku, "Who is she?", "And, who are you?", gadis disamping Calvin yang menjawab dengan balik bertanya kepadaku dan nadanya cukup ketus. Aku melirik Calvin yang memberikan kode untuk memberitahu siapa gadis di sampingnya. Tapi, aku tak mengerti. Aku hanya melototinya. "Kenapa kalian bermain mata?", tanya gadis itu lagi ketus. Aku langsung membuang muka kearah lain. Begitupun juga Clavin. Siapa sebenarnya gadis ini? Kenapa dia menempel pada Calvin?  Dan kenapa dia menatapku tajam?  Apa dia teman Kezia si ratu drama? Banyak pertanyaan berputat dikepalaku. Aku mendengar helaan napas dari bibir Calvin, "Ana. She is Clarissa. And she's my girlfriend. Right now", Aku melebarkan mataku. "Clarissa? Clarissa La Rue?", tanyaku heboh. Jadi gadis cantik yang menatapku tajam dan merangkul lengan Calvin adalah Clarissa La Rue? Putri Madeline La Rue?  Oh my god... Is this really happening? Clarissa mengangguk sambil menatapku aneh. "Yah. I'm Clarissa La Rue. And who are you?", Aku tak menggubrisnya. Aku langsung menoleh kearah Calvin dan mendekat kearahnya.  "Calvin! Kita harus membawanya ke rumah", bisikku. "What? No.. You can't", "Yes, I can", "How about your identity? And what I'm gonna supposed to do if she ask me who are you?", "I don't care about my identity. I really really like her and her mother. Can you understand? Aku penggemar berat ibunya. Dan aku ingin berteman dengannya", "But-", "Please", ujarku memohon. "Aku yakin dia akan mengerti dan tidak akan membocorkan rahasia kita", "Hello Guys... I'm still right here", sela Clarissa membuat kami berdua menoleh kearahnya. Ia terlihat sangat penasaran dengan apa yang kami bicarakan. "Why you both whispering? Calvin?!", tanyanya mencoba meminta penjelasan. But, she's adorable. Cemburu terhadapku? Yah itu mungkin saja mengingat dia tidak tahu siapa aku sebenarnya. Calvin berdecak lidah. Ia menatapku dan Clarissa bergantian. "Clarissa? Bisakah kau pulang sedikit terlambat? Aku akan mengajakmu pergi kerumahku", Haleluya! ... "Okay. Salah satu dari kalian berdua harus menjelaskan yang sebenarmya terjadi? Ini sungguh aneh. Kau mahasiswa baru tapi terlihat sangat dekat dan sangat mengenal Calvin", ujarnya frustasi saat kami bertiga sampai di rumah Aunt Claudia. Lebih tepatnya di kamar Calvin. Aku tersenyum kearahnya. Lalu mengangguk kearh Calvin memberinya kode agar mulai mengatakan siapa diriku. "Clarissa", Calvin menepuk bahu Clarissa. "Dia sepupuku", timpalnya. Clarissa terdiam sambil menatapku. Dan detik berikutnya ia tertawa, "Kau bercandakan? Sepupu yang mana? Seingatku kau hanya punya sepupu perempuan yaitu Brianna", Calvin menganggukan kepalanya. Ia melepaskan jaketnya dan menjatuhkan bokongnya diatas sofa. "Yes she was, Clarissa. You are right", Clarissa kembali menoleh kearahku yang berusaha menahan tawanya. "Tidak mungkin. Bukankah Brianna kuliah bersama kembarannya Bryan di Oxford?", "Just Bryan who studied in Oxford, England", jawabku. Clarissa menggeleng lagi, "Aku pernah melihat foto Brianna di ponsel Calvin. Dan kau berbeda dengan Brianna", ujarnya kepadaku. Lalu ia menoleh pada Calvin,  "Apa dia operasi plastik?", tanyanya. Aku dan Calvin langsung tertawa membuatnya semakin bingung. "Jika aku sampai operasi plastik. Maka aku harus bersiap ditendang oleh Dad dan Mom ku", kataku sambil berusaha menahan tawa. "Lalu berikan aku bukti bahwa kau memang Brianna Harrison. Maaf aku belum bisa percaya. Bisa saja kalian berdua berselingkuh dan membohongiku bahwa kalian bersaudara!", serunya. Aku tersenyum. Lalu aku mengambil dompetku yang berada di dalam tas yang kuletakan diatas meja belajar Calvin.  Dan aku mengambil Kartu Tanda Penduduk di dalamnya. "Ini KTP ku", ujarku sambil menyodorkan kartu itu kepada Clarissa. Clarissa menatapku bergantian dengan di foto. "Memang yang ada di KTP ini adalah Brianna. Tapi, bisa saja kau memalsunya", ujarnya masih tak percaya. Aku menghela napas. Ternyata Clarissa benar-benar menyukai Calvin hingga membuatnya tak percaya padaku. Aku menoleh kearah Calvin yang menahan tawanya. "Kau perlu perjuangan untuk meyakinkannya", sahut Calvin. "Buktimu belum kuat", kata Clarissa sambil menyilangkan tangannya di depan d**a. "Aku punya bukti kuat", balas Calvin. Ia bangkit dari sofa dan melangkah mendekat kearahku. Saat ia berdiri dihadapanku. Ia melepaskan kacamata yang aku kenakan. Lalu ia menarik karet pengikat dan merapikan rambutku. "Lepas kawatmu dan softlens itu. Sudah kukatakan jangan memakai benda sialan itu", bisik Calvin. Aku menyengir, "Tapi, itu berhasil mengeco, Clarissa dan lainnya bukan?", Calvin memutar matanya. Lalu ia mendorongku kearah kaca. Dan aku melepas kawat palsu dan softlens itu. "Kau tidak mengenalinya karena ia berpenampilan yang bukan dirinya", ujar Calvin pada Clarissa. Dan setelah itu, aku berbalik dan menatap Clarissa. Ia terkejut hingga melebarkan matanya. Ia mendekat kearahku. "Kau benar-benar Brianna", ujarnya pelan. "Kau percaya?", tanyaku sambil tersenyun. Ia mengangguk kaku. "Sungguh sangat berbeda hingga aku tidak mengenalimu. Dan meski kau menyamar. Kau masih tampak cantik hingga membuatku cemburu", Aku dan Calvin langsung tertawa mendengar ungkapan Clarissa. "Sebenarnya kenapa kau menyamar?", tanya Clarissa membuatku dan Calvin berhenti tertawa. Aku mendesah pelan, "Aku tidak suka membully orang", "Kita tidak membully orang. Itu ulah Kezia. Ketua senat. Dia selalu membuat image kita jelek", ujarnya malas. "Kezia Ryle?", tanyaku. Clarissa mengangguk. Ia menyeret kursi roda didekatnya dan duduk. "Aku sangat membenci gadis itu", gerutunya. "Aku bahkan tak yakin dia masih gadis", timpalnya. "Dia juga selalu bertingkah bahwa dia yang paling berkuasa", sahut Clavin. Aku mengangguk, "Ya, aku bisa mellihat itu saat pertama kali masa orientasi. Dan untung Calvin membantuku", Clarissa tersenyum, "Sekarang aku mengerti kenapa kau bisa berada di basecamp waktu itu", sahutnya. Aku mengangguk, lalu aku mendekat kearah Clarissa dan mengulurkan tanganku. "Sekarang, bisakah kita berteman?", Clarissa mengangguk cepat. Ia terkekeh, "Of course. You will be my best friend", "Jadi... Kau sudah tahu bahwa kami para Exevutive tidak membully mahasiswa lainnya. Tapi, Senat. Dan maukah kau masuk dan bergabung dengan kami?", sahut Calvin sambil menyentuh bahuku dari belakang. Aku menggeleng, "Aku tetap tidak mau masuk ke dalam Executive. Maaf", "Kenapa? Kita bisa lebih dekat dan menghabiskan waktu bersama", ujar Clarissa. "Aku tahu. Tapi, aku selalu menginginkan ini sejak kecil", kataku sambil melangkah kearah jendela kamar Calvin. "Berteman dengan orang-orang tanpa harus takut kepadaku", "Maksudmu?", tanya Clarissa. Calvin berdecak lidah, "Crystal sejak kecil selalu dilindungi dan dijaga ketat orang tuanya. Kemana-mana selalu membawa bodyguard. Dan banyak orang yang mendekatinya hanya ingin populer dan juga memanfaatkannya saja. Tidak ada yang tulus", sahutnya menjelaskan apa yang sebenarnya aku inginkan. "Jika aku berpenampilan seperti orang tidak mampu. Aku bisa tahu mana orang-orang yang murni mau berteman denganku", timpalku. Clarissa bangkit dari kursi dan melangkah kearahku. Ia meraih tanganku dan digenggamnya. "Aku tidak seperti itu", Aku tersenyum, "Kau memang tidak seperti itu. Aku tahu kau juga berjiwa sosial yang tinggi. Tapi, aku hanya ingin merasakan bagaimana kehidupan orang normal. Jika aku sudah punya cukup waktu. Aku akan mengatakan siapa sebenarnya diriku sebenarnya. Dan jika kita masih berkuliah. Aku akan masuk kedalam anggota Executive", "Apa aku tidak bisa memaksamu?", tanya Clarissa pelan. Aku menggeleng, "Dia tidak mungkin bisa kau rayu", sahut Calvin sambil memeluk Clarissa dari belakang. "Dan bisakah kalian membantuku untuk menutupi identitas asliku? Dari Nick, Raphael, Dimitri dan juga yang lainnya sampai aku sendiri yang memutuskan?", Calvin dan Clarissa mengangguk. "Kau juga mengenal mereka?", Aku menggeleng, "Aku dibantu oleh Calvin untuk mengenali kalian semua. Dan hanya kau dan Calvin yang mengenaliku", "Oh begitu... Btw, aku harus memanggilmu apa jika kita ada di kampus?", "Biasanya keluargaku memanggilku Crystal. Diambil dari nama tengahku. Tapi, kau bisa memanggilku Ana jika di kampus", Clarissa mengangkat alisnya, "Bukankah nama Ana masih terlalu jelas?", Aku terkekeh, "Pacarmu ini membantuku memalsukan identitasku. Sapphira Anastasia", jawabku. "Kalau begitu, aku akan memanggilmu Ana. Aku takut jika memanggilmu dengan dua nama akan membuat yang lain curiga", balas Clarissa. "Terserah kau saja", kataku sambil tersenyum. Calvin tiba-tiba menarik lenganku membuat kami berdua bingung. Ia menatapku dengan mata memicing. "Sudah siap untuk menceritakan bagaimana pipimu bisa memerah?", Pipiku?  Memerah? Clarissa melebarkan matanya, "Oh my god... What happens? Pipi kananmu terlihat membengkak. Aku baru menyadarinya", "Ini ulah Kezia. Dia menamparku tadi", jawabku santai sambil memegang pipiku. Calvin mendengus, "Sudah kuduga itu ulahnya", "Tapi, kenapa bisa dia menamparmu?", tanya Clarissa. "Well, sama dengan alasanmu", jawabku. Clarissa mendengus. "Dia masih saja berusaha mendapatkan Calvin", "Tapi tenang saja. Aku tidak akan berpaling darimu", sahut Calvin sambil mencubit gemas pipi Clarissa. "Yah. Sampai kau berani berpaling dariku. Akan kubunuh dan buang mayatmu ke kebun binatang", ujarnya mengancam membuatku tertawa. Calvin memasang wajah cemberutnya. "Kalian berdua benar-benar akan menjadi sahabat baik mengingat ancaman kalian berdua kepadaku sama", Aku dan Clarissa saling berpandangan. Dan kami berdua langsung tertawa lepas saat mendengarkan gerutuan Calvin. Memang ancaman yang diberikan Clarissa sama dengan ancamanku saat Calvin membantuku menyamar. "Tertawalah sepuas kalian. Aku akan turun mengambilkan cemilan dan minum", serunya malas dan langsung melangkah keluar dari kamar meninggalkan kami berdua yang masih tertawa terbahak. ... Pagi ini, aku dan Calvin menjemput Clarissa untuk berangkat ke kampus bersama. Saat mobil Calvin melesat masuk ke dalam gerbang kampus. Dan saat bersamaan itu juga. Mataku dari jauh melihat seseorang. "Oh my god. Nick is here. Jangan berhenti disana. Turunkan aku di lobby gedung barat seperti biasa", ujarku panik saat melihat Nick, Raphael, dan Dimitri duduk diatas mobil mereka. Clarissa memiringkan tubuhnya dan menatapku heran. Begitupun dengan Calvim yang menatapku lewat kaca spion tengahnya. "Kenapa? Dia tidak akan mengenalimu. Begitupun juga dengan Raphael dan Dimitri mengingat aku sendiri tak bisa mengenalimu", Aku menggeleng kuat, "Tapi, Nick mengenaliku sebagai Sapphira Anastasia. Dan aku tidak mau berurusan dengannya karena bisa membahayakan penyamaranku", "Bagaimana bisa?", tanya Calvin. "Ya, bagaimana bisa kalian kenal? Kau baru masuk dua hari ini", timpal Clarissa. Aku mengela napas, "Nick membantuku melepaskan diri dari Kezia kemarin", Calvin dan Clarissa saling berpandangan. "Nick membantumu?", tanya Calvin seperti ia tak percaya. "Yah. Nanti aku akan ceritakan. Aku duluan", pamitku saat mobil Calvin berhenti tepat di depan lobby. ... Calvin Jacob PoV "Kita tidak salah dengarkan?", tanyaku pada Clarissa. "Tidak. Aku juga mendengarnya", jawab Clarissa masih berusaha mencerna. Sungguh tidak bisa dipercaya. Nick adalah orang yang cukup cuek untuk mengurusi urusan orang lain. Bahkan bila Kezia membully orang. Selalu aku, Clarissa, Raphael dan Dimitri yang turun tangan untuk memberi peringatan. Tapi, Ana bilang bahwa kemarin ia dibantu oleh Nick? "Apa kau memikirkan hal yang sama denganku, Calv?", tanya Clarissa. Aku mengangguk, "Yah", "Apa ini kabar baik atau buruk?", "Maksudmu?", Clarissa tersenyum misterius. Ia menatapku sambil menaik turunkan alisnya. "Nick sepertinya tertarik dengan Ana. Maksudku sebagai Sapphira", "And then?", "Aku akan menjodohkan mereka berdua", ujar Clarissa. "Ini sungguh ajaib. Nick perhatian pada Ana. Dan itu tandanya ia bukan gay", pekiknya senang. Aku mengerutkan keningku, "Kau mengira bahwa Nick adalah gay?", "Yah mau bagaimana lagi. Selama ini dia sangat cuek pada perempuan semenjak putus dari mantannya", "Tapi, aku rasa ini bukanlah ide yang bagus, Clarissa", ujarku memberi opini. "Ana dalam misi menyamar. Jika Nick tahu yang sebenarnya bagaimana?", Clarissa tersenyum, ia menggenggam tangaku yang berada di atas setir. "Tenanglah. Aku mengenal kakaku itu. Aku akan membuat Nick, bertemu dengan Sapphira dan Crystal. Lalu kita bandingkan. Reaksinya saat menanggapi keduanya. Jika Nick lebih menyukai Crystal. Ana sebagai Sapphira harus berhenti menyamar. Dan Ana sebagai Crystal, bisa menjalani hidupnya sebagai dirinya sendiri",
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD