Han melihat rumah mewah yang berada di hadapannya saat ini, sangat megah hingga siapa pun yang melihat rumah itu merasa minder. Han menghela napasnya sebelum benar-benar turun dari mobilnya, sudah lama sekali rasanya ia meninggalkan rumah tersebut untuk menjauh dari ayahnya. Akan tetapi, bagaimana pun juga ia tidak bisa terus menjauh seperti itu karena ayahnya pasti akan curiga.
Pemuda itu langsung turun dari mobilnya dan masuk ke dalam rumah tersebut, di rumah itu hanya ada ayahnya dan beberapa asisten rumah tangga yang mengurus pria paruh baya itu.
“Oh kau sudah datang rupanya, duduklah,” perintah Ye-Jun yang langsung menghentikan aktivitasnya melihat laptop yang berada di hadapannya. Han sedikit membungkuk memberikan salam kemudian duduk tepat berada di hadapan ayahnya.
Han menatap Ye-Jun yang masih berfokus pada layar laptop tersebut, wajah diktaktor ayahnya sangat membuat Han membenci pria itu. Kalau saja dulu tidak ada Ae Ri mungkin sudah dari dulu Han kabur dari rumah, namun karena Ae Ri ia bertahan sampai sejauh ini.
“Apakah kau tahu rencana ayah menikah dengan Kyung Mi?” tanya Ye-Jun melihat dari balik kacamatanya. Han mengangguk.
“Berita sudah tersebar cepat rencana pernikahanmu dengannya, tapi apakah ayah tidak takut kalau dia menikah hanya ingin membalas dendam pada keluarga kita?” tanya Han yang benar-benar berharap bahwa Ye-Jun membatalkan pernikahannya itu.
Ye-Jun tampak tertawa kemudian menatap Han intens.
“Apakah kau tidak tahu bahwa sebenarnya motif kita menghancurkan perusahaan CJ Cheil Dedang itu apa?” tanya Ye-Jun dengan sorot mata licik. Han menggeleng cepat, jelas ia tidak tahu tentang apa penyebab ayahnya menghancurkan keluarga Ae Ri seperti itu.
“Sudahlah tidak usah dibahas, kau tidak perlu tahu. Aku hanya ingin mengatakan bahwa setelah pengangkatan jabatanmu aku akan menikahi Kyung Mi secepatnya. Aku akan tinggal di rumah yang lebih kecil dan hidup menua bersama wanita itu,” kata Ye-Jun dengan wajah gembira.
Han mendengarkan ucapan ayahnya dengan ekspresi datar, kepergian ibunya baru beberapa bulan yang lalu. Namun, ayahnya sudah ingin menikahi perempuan lain yang notabenenya adalah mantan pesaing perusahaan mereka.
“Apakah ayah benar-benar tidak mengingat ibu sedikit pun? Ibuku baru saja meninggal beberapa bulan yang lalu, namun sekarang kau ingin menikah lagi aku jadi ragu kalau cinta sejati itu ada,” ucap Han dengan wajah masam.
“Tentu saja ayah mengingat ibumu, namun waktu terus berjalan Han kita tidak bisa terus menangisi orang yang sebenarnya tak perlu ditangisi lagi. Ayah juga perlu pendamping baru,” kata Ye-Jun dengan bersungguh-sungguh, rambutnya yang mulai memutih membuat Han tidak tega untuk mendebatkan hal ini akan lebih baik ia mengalah saja dan membiarkan rencana ayahnya berjalan lancar.
Han langsung berdiri dan membungkukkan tubuhnya sedikit memberikan salam pada sang ayah kemudian pergi dari ruang tamu tersebut. Tubuh tegap Han memperlihatkan bahwa pemuda itu sudah benar-benar dewasa, Ye-Jun jadi semakin yakin bahwa Han adalah penerus yang baik untuk Nongshim.
“Anak itu benar-benar sudah dewasa, aku tidak perlu cemas lagi memberikan Nongshim padanya dan aku akan menua bersama Kyung Mi memberikan hari-hari indah yang sudah kurengut darinya.” Ye-Jun membayangkan itu dengan wajah sumringah, matanya juga berbinar-binar melihat foto Kyung Mi yang berada di ponselnya.
Han memasuki kamarnya yang berada di lantai dua dengan wajah cemas, bagaimana tidak? Seminggu lagi adalah hari pengangkatan jabatannya sebagai orang nomor 1 di perusahaan itu, namun setelah itu adalah hari pernikahan ayahnya dengan ibunya Ae Ri hal ini benar-benar membuat dirinya merasa frustasi.
“Aku harus menggagalkan pernikahan mereka, Ae Ri juga pasti akan menjadi lebih membenciku ketika melihat ibunya menikah dengan ayah,” kata Han yang mondar-mandir di kamarnya. Beberapa kali ia melihat jam tangan yang melingkar di tangan kirinya.
Waktu menunjukkan pukul 8 pagi, sepertinya Ae Ri belum bangun jam segini ia harus menunggu sampai siang kalau ingin membicarakan hal itu pada Ae Ri.
Drrtt..drrtt
Getaran di ponselnya membuat lamunan Han buyar kemudian melihat layar ponselnya yang menunjukkan nama Ae Ri. Rasa cemas dan penatnya seketika hilang ketika melihat siapa yang meneleponnya.
“Halo, aku senang kau akhirnya meneleponku setelah sekian lama kita los contact, apa kau memerlukan bantuanku?” tanya Han dengan suaranya yang amat lembut. Ae Ri sampai tidak kenal siapa yang ia telepon, beberapa kali gadis itu melihat layar ponselnya yang menampilkan nama Han.
“Astaga ini kau? Ah Daebak kau bisa berbicara selembut ini! Langsung saja, apa kau membayar Jung Hwa untuk meliburkanku? Karena ia tidak pernah mengaku bahwa kau memberikan uang tambahan agar aku diliburkan sebulan,” kata Ae Ri dengan suara cemprengnya yang benar-benar menjadi ciri khas di telinga Han.
Han tersenyum mendengar suara cempreng yang sudah beberapa tahun ini hilang dari hidupnya karena kesalahannya sendiri.
“Tentu saja bukan, apakah kau pikir kau seberharga itu? Kau tidak sepenting itu sehingga aku harus membuang uangku untuk hal-hal tak berguna seperti itu,” kata Han sambil menahan senyumnya yang benar-benar ingin merekah dibibirnya saat ini. Namun, tetap saja ia harus menjaga wibawanya agar Ae Ri yakin bukan dirinya yang mengirimkan Jung Hwa untuk meliburkan dirinya selama sebulan.
Ae Ri terdiam mendengar ucapan Han di seberang sana, benar juga bagaimana mungkin Han membayar Jung Hwa sebanyak itu untuk dirinya? Lagi pula mereka tak mempunyai janji jadi tak mungkin Han membayar Jung Hwa.
“Ah ternyata benar bukan kau ya, baiklah maaf telah mengganggumu pagi-pagi seperti ini,” ucap Ae Ri yang sedikit terdengar kecewa, entahlah ia seharusnya merasa senang bukan Han yang membayar Jung Hwa agar meliburkannya akan tetapi, ia malah sedikit kecewa karena bukan Han yang membayarnya.
“Kenapa terdengar kecewa? Apa kau ingin aku yang membayarmu lagi dan menculikmu dari Jung Hwa?” tanya Han dengan nada menggoda membuat Ae Ri salah tingkah.
“Mana mungkin begitu!! Aku senang karena bukan kau yang membayarnya agar aku tidak perlu merasa kesal setiap kali mengingat bahwa harga diriku hanya kau yang membeli,” kata Ae Ri kemudian mematikan ponselnya dan menghembuskan napasnya kasar, ia bahkan mengibas-ngibaskan tangannya ke wajahnya yang terasa panas karena emosi mendengar pertanyaan Han.
Han tersenyum ketika gadis itu memutuskan percakapan diantara mereka, Ae Ri yang dulu ia kenal sekarang kembali lagi. Gadis itu selalu saja penuh dengan gengsi dari pertama kali ia kenal. Ae Ri bukanlah w************n yang senang menempel dengan banyak pria kalau tidak terpaksa, Han paham itu namun sepertinya mereka telah lama berpisah sehingga ia tidak tahu bagaimana Ae Ri berjuang keras untuk hidupnya.