Memulai

1325 Words
Kinan duduk di tepi ranjang, sejak Frans pergi ke kamar Amira, pria itu tidak kembali. Dalam bayangannya suaminya kini tengah memadu kasih dengan istri pertamanya. Kinan menghela nafasnya lalu membaringkan dirinya, sebelah tangannya mengelus lembut permukaan perutnya yang sedikit menonjol, air matanya tiba- tiba menetes. Wanita mana yang rela dimadu, dia juga adalah salah satu jajaran wanita yang ingin hidup normal, dengan hanya satu pria di hidupnya juga tak ada yang lain seperti madu dalam rumah tangganya. Tapi Kinan juga hanya wanita biasa yang tak dapat menolak cinta, kala cinta itu datang, bahkan meski cinta itu datang pada pria yang salah, Ya ... Suami orang. Kinan yang sejak dulu menyukai Frans hanya bisa menahan dirinya saat mengetahui jika pria yang dia cintai menikahi wanita lain, dia bahkan pergi ke luar negeri untuk mengubur perasaan cintanya, hingga dua tahun lalu dia bertemu kembali dengan Frans di pertemuan keluarga, dan Kinan menyadari jika cintanya tidak pernah hilang, hingga muncul ide gila di kepalanya untuk bisa bersama Frans "Aku rela menjadi yang kedua, asal aku bisa bersama kamu, mas. Aku tahu yang aku katakan ini tidak benar, ini sebuah kesalahan, tapi aku tak bisa menahan diriku lagi, Mas aku mencintai kamu." Saat itu Frans menolak dan menganggap dia gila karena menyukai sepupunya sendiri, tapi lambat laun Kinan mampu menembus hati Frans, tentu saja dengan beberapa alasan yang tak bisa Frans tolak dan akhirnya mereka menikah, terlebih dia mendapat dukungan dari Rina ibu mertua, sekaligus tantenya sendiri dalam pernikahan ini. Kinan tahu, dan dia sudah siap dengan rasa sakit ini, dan apapun itu akan dia hadapi agar terus bersama Frans, meski dia harus hidup satu atap dengan istri pertama suaminya, dan mengalami sakit yang begitu dalam. Entah apa yang Rina inginkan hingga meminta Frans untuk membawanya tinggal satu atap, meski Kinan merasa waktunya dan Frans jadi lebih banyak, tapi tak dapat di pungkiri jika hatinya juga mendapatkan kesakitan yang juga banyak. Bagaimana dia harus menahan dirinya saat suaminya kini tengah bersama istri pertamanya. Kinan menyadari jika apa yang dia lakukan menyakiti Amira, tapi Kinan juga tak ingin lepas dari jerat ini, sebab cintanya pada Frans yang membuatnya bertahan, bahkan meski pandangan sebelah mata akan dia dapatkan kelak. "Maafkan Aku mbak Amira, tapi aku sangat mencintai Mas Frans," Kinan bodoh, katakanlah begitu, tapi, Kinan hanya meyakini hatinya jika dia akan bahagia asal bersama Frans, tak masalah sedikit rasa sakit ini. Asal bisa bersama Frans, sungguh ... tak masalah. ... Amira keluar dari kamarnya setelah mandi dan bersiap, Melihat Frans yang masih bergelung dalam selimut Amira hanya menghela nafasnya lalu keluar dari sana. Saat memasuki dapur Amira melihat Kinan sedang memperhatikan Bi Ratmi.yang sedang memasak. "Bibi, masaknya cepet banget," katanya memuji. "Biasa aja Bu," ucap Bi ratmi tak enak hati "Selama ini yang masak bukan saya, Bu. Jadi saya rada takut kalau masakan saya gak masuk di lidah bapak." Kinan mengerutkan keningnya "Oh, siapa memangnya bi?" "Itu ... bu Amira, bu." jawab Bi Ratmi sedikit ragu. Kinan tersenyum lalu mengangguk. "Pasti masakannya mbak Amira enak ya Bi." Bi Ratmi mengangguk sungkan, bagaimana pun dia canggung harus memuji nyonya nya di depan nyonya yang lain "Iya, Bu enak." Amira mendengar obrolan antara Bi Ratmi dan Kinan, namun, dia hanya acuh melewati mereka dan pergi ke arah dispenser untuk menuangkan air hangat ke dalam gelas. "Eh, Bu Amira pagi Bu." Bi Ratmi menyapa sang majikan dan langsung di jawab oleh Amira. "Pagi, Bi Ratmi." Amira pergi setelah memasukan beberapa sendok s**u kedalam gelas lalu mengaduknya, dia bahkan tak perlu repot menyapa Kinan yang duduk di kursi bar dan memperhatikan Bi Ratmi yang sedang memasak. "Mbak," panggil Kinan. "Bisa bicara sebentar?" tanyanya pada Amira yang mendudukan dirinya di kursi makan. "Bicara saja," jawabnya acuh dan mengambil beberapa slice roti yang dia olesi dengan selai. "Ini tentang pernikahan aku dan Mas Frans." gerakan Amira terhenti lalu wanita itu mendongak menatap Kinan yang masih menunjukan wajah lembutnya. "Ini bukan sepenuhnya salah mas Frans, hubungan ini awalnya Mas Frans juga tidak setuju, tapi ... " Kinan menelan ludahnya kasar "Saat itu kami tak sengaja melakukannya karena mabuk, lalu mas Frans hanya bertanggung jawab atas apa yang telah kami lakukan." Amira mengerjapkan matanya, lalu menatap Kinan dengan pandangan tak percaya. "Apa?!" "Jadi kalau mbak mau salahin siapa di antara kami, salahin aja aku, aku yang sejak dulu mencintai mas Frans ... Dan tak mampu menghindar lagi dari rasa cintaku." Amira menghela nafasnya "Untuk apa kamu mengatakan semua ini sama aku?" "Kamu mau mengatakan karena cinta kamu melakukan hal menjijikan itu sama suami aku?" "Kinan, kamu tahu apa yang kamu lakuin ini salah, menggoda suami orang itu kesalahan besar dan kamu bangga dengan apa yang kamu lakukan? Bukan cuma kamu yang bersalah dalam hal ini tapi mas Frans juga, dia seharusnya punya hati yang kuat dan tidak tergoda oleh kamu, jadi jangan minta aku untuk tidak menyalahkan salah satu diantara kalian, karena kalian sama- sama bejat." Dengan kesal Amira meneguk susunya dan bangkit dengan roti di tangannya. "Mbak mau pergi?" Melihat Amira yang pergi dengan tas di tangannya membuat Kinan bertanya "Mas Frans tahu mbak mau pergi?" "Itu bukan urusan kamu." "Tapi Mbak, mbak harus kasih tahu dulu mas Frans, biar dia gak khawatir." Kinan meraih tangan Amira. "Tolong kamu jangan ikut campur dengan urusanku, aku muak berada disini, apalagi aku harus melihat kamu setiap saat." Amira menghempaskan tangan Kinan lalu melanjutkan langkahnya. "Mbak," panggil Kinan, namun di hiraukan begitu saja. Dari lantai dua Frans menghela nafasnya lalu kembali masuk ke kamar Amira, disana dia menemukan secarik kertas yang dia yakini dari Amira, wanita itu menuliskan "Aku pergi, ada urusan." Frans tahu Amira masih marah, dan entah sampai kapan Amira akan seperti ini. Meski Frans tahu Amira tidak akan bisa bertindak lebih, sebab nyawa adiknya ada di tangannya, tapi Frans merasa khawatir jika Amira benar- benar menggugat cerai dirinya. Untuk saat ini ancamannya mungkin berlaku, tapi bagaimana kelak jika nyawa adik Amira tidak tertolong, bukankah dia tak punya kartu lagi untuk menahan Amira tetap di sisinya. Adik Amira menderita kanker darah stadium 4 dan karena sumsum tulang Amira tidak cocok dengannya, Frans menyarankan untuk ke luar negeri dan mencari pendonor sumsum tulang belakang disana, apalagi teknologi dari luar negeri sudah canggih, hingga Frans optimis adik Amira bisa sembuh. Tapi beberapa hari lalu dokter mengatakan jika kondisi Rendra adik Amira sudah semakin buruk, sedangkan mereka masih belum menemukan sumsum tulang yang cocok dengannya. Jadi, bagaimana jika Rendra tidak bisa di selamatkan? Amira melajukan mobilnya, harusnya ada beberapa menit lagi untuk dia berangkat dan menikmati sarapan paginya, tapi wanita itu sepertinya tak mau Amira lebih banyak di rumah, hingga bicara hal yang menjijikan padanya. Frans, b******k! dia melakukan itu dengan Kinan bahkan sebelum mereka menikah? Amira mengepalkan tangannya, merasa nyeri di hatinya, besar sekali nyali Kinan mengatakan itu semua padanya. Dua- duanya sama - sama b******k! Amira melajukan mobilnya dengan amarah tertahan, sekuat tenaga dia menahan laju air mata yang mendesak ingin keluar hingga dia tiba di sebuah perusahaan, tempatnya akan melakukan sesi wawancara. Amira menatap gedung pencakar langit di depannya, ini adalah salah satu perusahaan terbesar hingga Amira tak menyangka jika dia akan mendapat kesempatan untuk melakukan wawancara disini, saat Amira memasukan lamaran pekerjaan secara online Amira hanya memasukannya secara asal ke beberapa perusahaan yang membuka lowongan pekerjaan, dan tak menyangka akan mendapat panggilan dari perusahaan ini, perusahaan yang bahkan lebih besar dari perusahaan suaminya, Frans. Amira menatap penampilannya sekali lagi dan memastikan jika penampilannya sudah sempurna, barulah ia melangkah menuju resepsionis "Selamat pagi, saya Amira saya akan melakukan wawancara kerja hari ini." Amira memberikan bukti email yang dia peroleh ke arah resepsionis. "Oh, baik bu Amira mari ikuti saya," ucapnya dengan senyuman, dan dengan langkah ringan Amira mengikuti sang resepsionis. Amira sudah bertekad akan memulainya dari sekarang, dia tidak akan lemah, dan hanya bergantung pada Frans dalam segala hal, akan Amira buktikan bahwa dia mampu tanpa Frans, Amira akan membiayai sendiri pengobatan adiknya, lalu setelah itu bercerai dari Frans. "Doakan mbakmu ini Rendra, biar mbak bisa membuang b******n itu."
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD