Amira mengusap air matanya kembali, wanita itu menangis dalam diam, Amira bahkan tak terisak sama sekali.
Dari dalam rumah Sinta melihat sahabatnya itu lalu menghela nafasnya.
"Maaf ya, Mas makan malam kita jadi kacau," ucap Sinta pada Rendi.
Rendi menggeleng "Nggak papa kok, mending kamu temenin dulu Amira, mas pulang dulu." Sinta mengangguk lalu berjalan ke arah Amira yang duduk di kursi taman belakang rumahnya, setelah dari restoran, Amira di bawa Sinta ke rumahnya.
Amira bahkan tak peduli dengan mobilnya yang dia tinggalkan di Summer Resto, dan hanya mengikuti Sinta memasuki mobil Rendi.
Sinta belum bicara dan hanya diam di sebelah Amira, hingga terdengar suara Amira yang sudah serak.
"Apa salahku?" Amira mengusap wajahnya kasar "Apa kurangku?" Amira sibuk memikirkan kekurangannya hingga suaminya mengkhianatinya.
Sinta menghela nafasnya "Kenapa sibuk memikirkan kesalahan kamu, bukannya memikirkan kesalahan mereka?"
Sinta menggeser duduknya hingga kini menghadap Amira "Bagaimana pun kurangnya kamu, apa yang mereka lakukan tetap salah."
"Meski mereka menikah, tapi Frans yang menyembunyikannya dari kamu dia tetap bersalah."
Amira sekarang terisak "Aku gak menyangka ini terjadi padaku, Sin."
Sinta mengusap pundak Amira "Tenangkan diri kamu, kamu harus menghadapinya dengan kepala jernih."
"Aku gak bisa Sin, aku gak mau berbagi suami," lirih Amira, dia mencintai suaminya, tapi hati Amira tak dapat di bohongi jika dia membenci apa yang dilakukan Frans pengkhianatan Frans menghancurkan kepercayaan dan cintanya.
Amira benci pengkhianatan.
"Kamu punya pilihan lain, dan selalu ada jalan lain ... " Amira menunduk lalu kali ini dia terisak, isakan kecil itu kini berubah semakin kencang, dia tak menyangka pernikahannya yang bahagia akan berakhir seperti ini.
Dua tahun menjalin hubungan dengan pria itu Amira menerima lamarannya dan menikah, Amira yang bahkan hanya berasal dari keluarga sederhana diterima dengan baik di keluarga besar Frans, mertuanya juga menerimanya dengan baik meski dia berasal dari kalangan bawah, bagaimana dia tak bahagia? Belum lagi semua apapun yang dia inginkan selalu di berikan oleh Frans, bukankah hidupnya sudah terasa sempurna.
Tapi, hari ini kebahagiaannya benar- benar hancur, suaminya yang dia kita setia dan hanya mencintainya mengkhianatinya, dengan menikahi wanita lain, ya .. Suaminya telah mendua.
***
Frans memasuki rumahnya dia berniat menjelaskan semuanya pada Amira, dia yakin Amira akan mengerti kenapa Frans melakukan ini, dan yakin jika pernikahannya akan baik- baik saja. Langkah Frans terhenti saat melihat ke arah sebuah meja yang sudah tertata rapi dan cantik dengan sebuah kue di atasnya. Ya, Frans ingat hari ini adalah hari ulang tahun pernikahannya yang ke empat bersama Amira, dia bahkan sudah menyiapkan hadiah untuk Amira, tapi Frans sengaja merayakan ulang tahun pernikahannya dengan Kinan lebih dulu, agar dia bisa menghabiskan waktu lebih banyak dengan Amira istri pertamanya, setelah acaranya dengan Kinan selesai, tapi bagaimana bisa tiba- tiba Amira datang dan mengetahui rahasia yang sudah dua tahun Frans tutupi.
Frans menghela nafasnya lalu melanjutkan langkahnya ke arah kamar mereka di lantai dua, "Sayang," panggilnya. Tapi Frans tak mendengar jawaban dari siapapun.
Frans mengelilingi kamarnya mulai dari kamar mandi hingga walking closet tapi tak menemukan Amira.
Hati Frans mulai tak tenang, Amira tidak pulang setelah dari restoran, lalu kemana istrinya itu.
Frans meraih ponselnya lalu menunggu Amira menerima panggilan darinya namun baru beberapa saat Amira justru menolak panggilannya, Frans mencoba menghubungi Amira kembali namun kali ini nomernya justru tidak aktif.
Frans memutuskan mengirim pesan pada Amira dan berharap istrinya itu menerima panggilannya.
"Sayang dimana kamu, mas bisa jelaskan semuanya, mas harap kamu akan mengerti, pulanglah!"
Frans menghela nafasnya lalu membaringkan tubuhnya di ranjang, ranjang tempatnya memadu kasih dengan istrinya, Frans sungguh mencintai Amira, dia bahkan rela melakukan apapun demi istrinya itu. Begitu pun Amira, Frans yakin Amira akan mengerti dan menerima keputusannya untuk menikah lagi, sebab wanita itu tak kalah besar rasa cintanya.
Di pagi hari Amira memasuki rumah, masih mengenakan gaun yang sama dengan semalam, tapi wajahnya tak lagi dilapisi make up, hingga wajah pucatnya tak dapat tertutupi.
Amira melangkah dengan tatapan hampa, langkahnya begitu lemah seolah tak bertenaga.
"Sayang, akhirnya kamu pulang." Amira menatap datar pada Frans yang berdiri di depan pintu kamar mandi, terlihat pria itu baru saja mandi.
Frans menghampiri Amira dan meraih tangannya agar duduk, sebenarnya Frans ingin bertanya kemana saja istrinya itu semalaman, tapi mengingat lagi dirinya yang bersalah, dan saat ini dia harus menjelaskan apa yang sebenarnya, jadi Frans menahan dirinya.
Bagai mayat hidup Amira mengikuti Frans dan mendudukan dirinya di sofa di sudut kamar mereka.
Frans berjongkok di depan Amira lalu menggenggam tangan Amira.
"Sayang, kamu tahu pernikahan kita sudah empat tahun, tapi kita belum juga di karuniai seorang anak." Amira mendongak dan menatap Frans.
"Aku tahu aku salah, tapi aku hanya ingin memiliki darah dagingku, kamu tahu aku begitu merindukan di panggil papa." Amira mengerutkan keningnya, selama ini Frans selalu bilang jika dia akan terus bersabar hingga Tuhan benar- benar memberi mereka anak, tapi sekarang itu menjadi alasan untuknya menduakannya.
Amira menarik tangannya yang ada di genggaman Frans "Alasan kamu tidak berdasar mas, bukankah kamu bilang akan bersabar dan menunggu aku mengandung."
"Aku gak mau kamu sedih Amira, aku tahu kamu tertekan dan kamu juga inginkan anak ..."
Amita terkekeh "Jadi kamu menikah lagi hanya untuk anak?"
Frans mengangguk. "Dan kamu pikir dengan kamu menikah lagi dan mendapatkan anak dari wanita lain aku tidak bersedih, lebih dari bersedih aku bahkan terluka, aku hancur ... "
Frans menggeleng "Tidak sayang, Kinan bilang anaknya, anakmu juga jadi kita bisa bahagia, kita bisa merawatnya bersama."
Amira tertawa sumbang "b******k kamu mas, kamu pikir aku sudi menganggap anak maduku seperti anakku sendiri!"
"Amira, dengarkan mas ..."
"Aku ingin kita bercerai mas." Amira memotong ucapan Frans.
Frans menggeleng "Tidak, aku tidak akan pernah menceraikan kamu apapun yang terjadi."
Amira menatap Frans tak percaya, apalagi yang bisa mereka pertahankan, Frans mengkhianatinya, pria itu bahkan akan memiliki buah hati bersama madunya bukankah itu yang dia inginkan."Kau menghancurkan kepercayaanku Mas, aku ingin bercerai!" kukuh Amira, dia tak ingin hatinya semakin terluka, wanita bodoh mana yang akan tetap diam saat di khianati suaminya.
"Aku tidak akan menceraikanmu, aku sangat mencintaimu Amira." Frans terus menggeleng tentu saja dia tak mau kehilangan Amira, sudah dia bilang dia sangat mencintai Amira.
"Kalau begitu tinggalkan wanita itu." tatapan Amira menggelap, dengan amarah tertahan.
"Tidak bisa ..." Frans menunduk merasa bersalah " ... karena aku juga mencintainya."
Runtuh sudah, hati Amira kini telah hancur sepenuhnya suaminya bahkan mengakui jika dirinya mencintai wanita itu, itu artinya tidak ada alasan menikahi wanita lain demi keturunan saja, secara sengaja Frans bahkan sudah membagi cintanya dengan wanita itu.
"Kamu pikir Aku mau dimadu? Kamu hanya harus memilih, pilih aku atau dia, maka aku akan anggap ini selesai." Amira bangkit.
"Kamu tahu aku tidak bisa meninggalkan Kinan, dia sedang mengandung anakku."
"Kalau begitu pilih dia, dan ceraikan aku."
"Amira." Frans mengerang frustasi.
"Jangan jadi egois dan semakin b******k mas, kamu menyakiti aku dan masih menginginkan aku? Apa kamu gila!"