Bab 4. Janur Kuning

1689 Words
"Sekarang gini aja deh, kalian mau nikah berapa lama? Habis itu kalian cerai dan Nevan nikah sama aku," padahal Sophia masih terisak nangis bombay, tapi tetap memikirkan masalah pertunangan Nevan yang katanya sebentar lagi akan berujung ke pernikahan. Ia tidak mau melihat Nevan dengan perempuan itu, masih menyembunyikan tangisnya dengan berhadapan dengan Omar. Omar tidak tahan dengan kegilaan pikiran Sophia, ia sampai menyemburkan tawanya secara tidak sengaja. "Idih ngebet banget. Mereka yang mau nikah, kenapa kamu yang mau cepet-cepet liat mereka cerai. Seharusnya kamu tuh doain mereka supaya langgeng, diberkahi keturunan yang sehat, panjang umur, bukan malah minta mereka cerai. Lawak kamu ya," tetap menertawakan Sophia sampai bunyi tawanya ngik-ngik. Begitupun dengan Nevan dan perempuan itu yang sebenarnya sedang menahan tawanya juga. Melipat bibir ke dalam. Mereka bertiga kecuali Sophia cekikikan dalam diam dan melakukan tos jauh. Sebenernya apa yang terjadi? Apakah akan ada kejutan setelah ini? "Kan aku udah bilang sama kamu, Om, aku tuh maunya nikah sama Nevan aja, gak mau sama yang lain, apalagi sama kamu! Kalau aku sama kamu, yang ada tiap hari aku makan hati, darah tinggi, mati mendadak gara-gara kamu yang kerjaannya selingkuh terus," isaknya seperti anak kecil, mengucek matanya yang entah gatal atau tidak, dengan bibirnya sudah mengerucut cemberut. Ia persis seperti anak kecil, tapi jika melihat dirinya lebih dalam lagi, maka orang-orang akan beribu kali berpikir keras. Pasalnya, dengan penampilannya yang menggoda dan seksi, menonjol dimana-mana, dan terkadang suka menggoda pria hanya untuk membuat Omar kesal. Namun dengan tingkahnya yang terkadang manja, terkadang garang, dan sangat labil, membuat orang menjadi kebingungan. Betina yang satu ini memang tidak karuan sekali. Moodnya seperti rollercoaster. "Tapi aku yang gak mau sama kamu, Sophia. Aku udah dijodohin sama cewek lain, dan kayaknya orang tuaku gak suka sama kamu," ujar Nevan agak nyelekit namun sesaat kemudian dia menampar mulutnya berulang kali. Untungnya Sophia tidak melihatnya atau Sophia akan curiga. Tangis Sophia makin menjadi-jadi, memukul d**a Omar yang menjadi sasaran empuknya, samsak atas kekecewaannya mendengarkan ucapan Nevan. "Kok kamu tega banget sih Nevan. Aku pikir kamu suka sama aku, tapi kamu diam-diam ada calon gini. Seharusnya kamu tuh kasih tahu pas dijodohin, biar aku bisa daftar di keluarga kamu. Keluarga kamu cuman belum kenal aku, bukan gak suka sama aku. Kalau kayak gini kan sia-sia perawatan aku tiap malam, tiap Minggu, tiap bulan biar bisa keliatan cantik depan kamu. Kalau tahu dari awal kayak gini—" "Kamu mau cari cowok lain?" Tanya Omar dengan sangat cepat, menyela ucapan Sophia. Ia tidak sabar menunggu jawaban Sophia. "Gak. Aku tetap mau ngejar-ngejar Nevan sampai dapat. Kalaupun nanti janur kuningnya udah melengkung, nanti aku yang lurusin. Pokoknya harus sama aku, gak boleh sama cewek lain," tetap saja Sophia keras kepala mau menjadi pasangannya Nevan. Sepertinya tidak ada harapan lagi bagi Omar untuk menyusup masuk memperbaiki perasaan Sophia, nama Nevan sudah terkunci erat di dalamnya. "Apes bener dah... Selalu aja Nevan yang menang, dan selalu aku yang salah dan kalah. Awas aja kalau setelah aku kasih barang ini terus kamu masih pengen Nevan, aku sakit hati beneran, Sophia. Aku relain kamu jadi sekretarisnya Nevan, itupun kalau Nevan betah jadiin kamu sekretarisnya. Pasti kamu bakal godain dia terus," batin Omar kesal, walau tangannya masih senantiasa mengusap punggung Sophia, menguatkan perempuan yang selalu membuat darahnya naik. Omar melengos kesal saat melihat Nevan dan perempuan itu cekikikan merasa menang dari Omar. "Emangnya aku kenapa sih? Kayak gak ada menarik-menariknya sama sekali aku di depan cewek yang namanya Sophia ini. Sumpah,... Padahal kan banyak yang suka sama aku. Tapi kenapa untuk cewek yang satu ini jampi-jampi kegantengan ku tidak mempan sama sekali? Hadeh... Capek!!!" "Kita pulang aja yuk?" Ajak Omar. Sophia mengangguk. "Pokoknya Nevan gak boleh nikah sama cewek manapun kecuali aku. Kalau sampai Nevan jadi nikah sama cewek itu, aku bakal santet—" "Eh, gak boleh!!!" Serempak Omar, Nevan, dan cewek itu berseru demikian. *** "Aku mau ketemu sama mama," pinta Sophia, mengerucutkan bibirnya seperti anak kecil. "Oke, siap meluncur," Omar tidak bisa melakukan apapun selain mengiyakan, walau dalam hatinya berkebalikan dari itu semua. "Pasti setelah ini mereka bakal gosip sampai ke akar-akarnya, terus nangis-nangisan lebay alay bareng, terus ujungnya aku sama papa lah yang disalahkan. Dibilang ini lah, itu lah. Memang ya, pasal perempuan yang selalu benar itu memang harus dipatenkan." Omar mendengus, menghela napas kasar kemudian mulai mengemudikan mobilnya meninggalkan gedung kantor Nevan. Masih edisi galau-galau, sepanjang jalan Sophia masih menangis sembari terus melihat foto-foto Nevan di akun sosial media milik pria itu. Omar tidak bisa berkata apa-apa meski dalam hatinya ia mengutuk Sophia adalah cewek yang, "bego banget. Cuman gara-gara satu cowok dia sampai segila ini. Padahal kan belum tentu cowok itu mau sama dia. Yang jelas-jelas aja sih, biar gak sakit hati. Bego!" "Calon suami aku seganteng ini, setampan ini, semanis ini," menunjuk-nunjuk foto Nevan, dan kegilaannya semakin menjadi-jadi, dia mencium foto Nevan kemudian memeluk ponselnya, "seharusnya yang jadi ceweknya itu aku, yang jadi calon istrinya itu aku." Lirihnya sembari terus memeluk ponselnya, seakan-akan memeluk Nevan. Omar yang tidak tahan pun bergidik ngeri melihatnya. "Sumpah, ini cewek udah gila, otaknya udah ketinggalan di kantong celananya Nevan. Bisa-bisanya sampai segila ini sama cowok kampret itu. Hadehhh... Gak tau lagi mau ngomong apa," batin Omar menjerit-jerit melihat kegilaan dari kegalauan Sophia. "Senyumnya manis banget, bikin aku diabetes. Gak kayak Omar, standar banget. Ganteng gak, manis juga gak, modal pelet doang. Pantas banyak selingkuhannya." Menyindir dan menjelekkan Omar, bahkan dengan terang-terangan menantang Omar dengan saling tatap satu sama lain. "Awas, jangan tatap aku lama-lama, nanti kamu jatuh cinta. Aku gak mau tanggung jawab kalau kamu jatuh cinta, aku gak punya waktu karena aku cuman sukanya sama Nevan, bukan kamu, buaya darat!" Lawan Sophia, kembali menangis menyebut-nyebut nama Nevan. "Alah! Padahal aku lebih manis dari si kampret Nevan itu. Dia cuman bermodal tampang bule, padahal pelitnya minta ampun. Dia juga sering pinjem celana dalam aku kalau pergi liburan, gak modal sama sekali. Aku yang selalu ada, malah selalu dijelek-jelekkin gini. Memang benar kata orang kalau orang ganteng itu banyak cobaannya. Awas aja nanti kalau kamu udah kepincut sama aku, Sophia, bakal kurantai tangan kamu di rumah terus. Biar kamu puas! Kesel juga aku lama-lama dengar Nevan dipuji-puji mulu." Omar marah, membanting stir, menaikkan kecepatannya. Mengebut seperti orang yang kesetanan. "Gantengnya gak ada obat, tapi sayang dia mau nikah sama cewek lain," tangis Sophia meledak, menjulurkan tangannya mengambil tisu dan memeras semua ingus yang keluar akibat terlalu banyak menangis. Ia kemudian melemparnya asal, di kursi bagian belakang juga sudah banyak tisu yang berserakan, akibat ulah kegalauannya. Mobil Omar hancur karena betina labil yang satu ini. Omar hanya bisa pasrah, membiarkan Sophia melakukan apapun sesuka hatinya. Mau bagaimana pun ia melarang Sophia, pada akhirnya nanti dia lah yang harus mengalah. Sophia terus menangis, menyebut nama Nevan sampai membuatnya ketiduran. "Nah, mending tidur gini daripada sebut-sebut nama Nevan lagi. Kupingku sampai panas dengar nama dia mulu," ujar Omar sumringah melihat Sophia yang sudah tepar. Apakah itu artinya Omar cemburu?! *** Sesampai di rumahnya, Omar dibuat ribet bin ribut. Siapa lagi pelakunya kalau bukan Brenda Lan Sophia. Ia harus membawa masuk perempuan yang masih senantiasa cantik dalam tidurnya itu masuk ke dalam rumah, mengangkatnya sendirian tanpa bantuan seorang pun. Berulang kali Omar mengeluarkan napas dari mulutnya, menahan berat badan Sophia yang luar biasa sampai berhasil membuat lutut Omar bergetar saat menaiki tangga menuju kamar atas, di samping kamarnya. Jenny membukakan pintu untuk Omar, dia pula lah yang memperbaiki tata letak bantal dan lain-lainnya untuk Sophia. "Awas, adik aku jangan sampai bangun. Kalau sampai adik aku bangun, mama pastikan adik kamu bakal gak bisa bangun-bangun lagi," ujar Jenny memperingati putranya, memperingati dengan mengungkit masalah ke-playboy-an yang selama ini dilakukan Omar. "Tanpa mama kasih tahu pun aku bakal hati-hati, ma. Omar juga tahu kalau adik mama yang satu ini bisa langsung ngamuk kalau terbangun, apalagi dia baru aja nangis." "Nangis kenapa? Kamu usilin dia lagi ya?" Sahut Jenny dengan cepat, sampai-sampai menggebuk punggung Omar. Dia dan putranya seperti adik kakak. Sejak awal Omar sudah bersiap-siap untuk ini, dia pasrah. "Gak, ma. Bukan gitu. Mama inget gak ini tanggal berapa?" Omar tidak mau pusing sendiri seharian ini, maka dari itu ia malah bertanya balik pada mamanya. Ia dan mamanya keluar dari kamar itu, membiarkan Sophia melanjutkan tidurnya dengan nyenyak dan nyaman. Sembari berjalan, mama dan anak rasa adik-kakak ini terus berbincang. "Baru tanggal 19 Desember. Emangnya kenapa?" Tanya Jenny. "Mama pikir dulu deh apa yang terjadi besok." Omar malas memberitahu dengan gamblangnya. Jenny terlihat kebingungan, mencoba mengingat-ingat momen apa yang akan terjadi dalam waktu yang dekat ini. Hingga akhirnya ia mengingat, terkejut sampai melototkan matanya. "Kamu mau suprise in dia apa? Rencana kamu apa? Kok bisa sampai nangis gitu? Mama mau tahu dong, mama ikutan kasih suprise juga. Gapapa deh Sophia nangis, yang penting acara suprise ulang tahunnya lancar." Malah mau ikutan bikin Sophia nangis bombay. "Aku pake jasa Nevan." Jawab Omar singkat. Ia masuk ke dalam kamarnya, dikuti dengan Jenny di belakangnya. "Jadi, aku sama Nevan kerja sama gitu, ma. Ceritanya Nevan mau tunangan terus sebentar lagi mau nikah. Kan mama tahu kalau Sophia pengen banget jadi pacarnya Nevan, otomatis dia sakit hati pas tahu ini. Omar bisa pastikan acara suprisenya lancar sih." "Wah, keren. Lanjutkan. Mama dukung seribu persen. Berarti besok di acara pernikahan pura-puranya Nevan baru kita kasih suprise ulang tahun buat Sophia ya?" Tanya Jenny, begitu semangat. Omar mengangguk. "Ya, ma. Semoga aja sukses besar." "Gagal. Aku udah tahu." Ternyata eh ternyata Sophia mendengar percakapan mereka. Dia berdiri di depan pintu kamarnya Omar, melipat tangan di depan d**a, masih dengan raut kesedihannya. "Kalian keterlaluan banget. Kalian boleh kasih suprise, tapi jangan sampai bikin sakit hati, dong. Kecewa banget aku sama kalian berdua," ia melengos pergi, membuat Jenny dan Omar gelagapan. Jenny dan Omar sama-sama berlari ingin cepat-cepat keluar dari kamar untuk menyusul Sophia. Namun, baru saja mereka sampai di depan pintu, mereka dikejutkan hingga jantung rasanya copot dari tempatnya. "Baaaaa!" "Di prank balik!" Melihat Jenny dan Omar sama-sama terkejut, Sophia merasa berhasil, tertawa kemenangan. "Yes, gak jadi sakit hati. Berarti besok ada kesempatan buat ngejar Nevan lagi." "Terima kasih Tuhan, janur kuningnya lurus lagi." *** "Ya Tuhan, jangan biarkan janur kuning Sophia dan Nevan melengkung."
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD